Opini

Belajar Percaya dari Taram

Oleh : luska - Sabtu, 16/07/2022 18:42 WIB

Oleh: Swary Utami Dewi (Anggota TP3PS, Pendiri NARA dan KBCF, Climate Leader)

Taram merupakan sebuah nagari (setara dengan desa) yang terletak di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Alam sangat indah di sini. Lembah yang cukup luas dikelilingi perbukitan hijau menjadikan daerah ini relatif sejuk. Meski sedang jarang turun hujan, saat rombongan program Strengthening Social Forestry (SSF) datang berkunjung, udara segar menyapa disertai senyum ramah penduduk yang hadir pada 14 Juli 2022 ini. Maksud kedatangan kami adalah untuk belajar dan mendengar langsung apa yang sudah dilakukan Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Taram ketika mengelola persetujuan Perhutanan Sosial yang diperoleh dari negara.

Hutan desa yang dikelola secara adat ini mendapat persetujuan Perhutanan Sosial sejak 2017 seluas 800 hektar. Beranggotakan 2.055 orang, Taram betul-betul membuktikan diri mampu mendayagunakan potensi yang ada di hutan sekitar nagari. Yang dilakukan masyarakat salah satunya mengelola ekowisata. Di sini ada beberapa pilihan wisata, termasuk Wisata Kapalo Banda (Wakanda). Kapalo Bando memiliki arti tersendiri dalam bahasa setempat. Kapalo bermakna ujung atau kepala, sementara banda artinya air. Aliran air sungai yang mengalir ke Kapalo Banda memiliki 3 hulu di perbukitan yang mengitari, yakni Bukit Sarasah, Bukit Campo dan Bulu Kaso. Perbukitan ini merupakan bagian dari kawasan kelola masyarakat selama 35 tahun.

Semua sumber mata air tersebut mengalir ke bawah dan akhirnya menyatu bertemu di Kapalo Banda. Sungai yang ada di sini turun lagi ke bawah melewati beberapa undakan tangga menuju anak sungai kecil yang mengalir jauh bahkan hingga ke nagari lain. Peruntukannya tentu saja untuk pengairan sawah penduduk dan kebun di luar kawasan hutan. Juga untuk berbagai kebutuhan sehari-hari yang memerlukan dukungan air. Itulah salah satu berkah limpahan alam kepada masyarakat Nagari Taram dan sekitarnya. 

Sesudah mendapatkan persetujuan Perhutanan Sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), manfaat apa yang dirasakan masyarakat pengelola? Edison Piliang, yang merupakan wakil ketua LPHN Taram menceritakan secara singkat berkah legalitas LPHN yang dirasakan masyarakat. Beberapa tahun sesudah mengantongi legalitas Perhutanan Sosial, masyarakat nagari yang bernaung dalam LPHN sudah mampu mengelola kembali secara lebih baik ekowisata yang digawangi pemuda-pemudi Taram. Lalu ada pula Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) galo-galo atau madu kelulut, jamur tiram dan sereh wangi. Semua kini telah bisa menghasilkan produk yang terjual serta memberikan keuntungan ekonomi, sosial dan ekologi untuk masyarakat nagari. 

Wisata Kapalo Banda misalnya, rata-rata per minggu kedatangan 10 ribu pengunjung. Untuk hari besar dan tanggal merah, pengunjung membludak. Bisa mencapai 10 ribu orang per hari. Saat pandemi pengunjung tetap ada, meski jumlahnya agak berkurang.

LPHN Taram, khususnya ekowisata juga berhasil mengalihkan kegiatan membalak kayu di kalangan tertentu di masyarakat menjadi pengelola wisata. Tujuh puluh orang muda yang mengelola wisata Kapalo Bando juga memiliki anggota yang semula tukang palak dan pemakai narkoba. Dengan bergabung di KUPS ekowisata Taram, mereka menjadi profesional dalam mengelola ekowisata dan meninggalkan masa lalu yang kelam. 

Apa yang  menjadi kunci kemajuan dari ekowisata Kapalo Banda? Edison berujar singkat: kepercayaan. Kepercayaan menjadikan masyarakat nagari, melalui Wali Nagari, memberikan kesempatan kepada para pemuda yang semula kebanyakan memiliki cerita muda yang kelam, untuk mengubah watak dan sikap. Saat LPHN berniat merevitalisasi ekowisata ini, Wali Nagari memberikan waktu pembuktian selama enam bulan kepada puluhan pemuda desa ini. Ternyata dalam waktu tersebut, kelompok pemuda ini menunjukkan kemampuan dan kemajuan yang cepat. Kegiatan negatif betul-betul ditinggalkan, digantikan komitmen untuk mengelola ekowisata secara cukup profesional. 

Kepercayaan juga yang menjadikan LPHN mengajak bergabung para pembalak menjadi anggota KUPS. Belasan rakit yang semula digunakan untuk mengalirkan kayu balakan melalui sungai dari hulu ke desa, kini berganti fungsi  menjadi rakit wisata yang membawa pelancong mengelilingi sungai kecil di wilayah wisata ini. 

Keoercayaan pula yang membuat LPHN menerapkan manajemen saling percaya dalam mengelola dan membagi pendapatan antara pekerja di wisata, LPHN, KUPS dan Nagari. Tidak ada perjanjian tertulis tentang pembagian keuntungan ini. Tapi masyarakat percaya bahwa satu sama lain di antara mereka tidak saling berbohong tentang berapa mobil yang diparkir, berapa wisatawan yang datang, berapa rakit yang disewa dan sebagainya. 

Tidak ada lagi perambah. Tidak ada lagi pemalak. Tidak ada lagi ketertarikan akan narkoba. Taram kini menjadi Taram yang indah, cukup tertata, aman dan mampu memberi nilai lebih pada warganya melalui berbagai kelola kawasan, kelembagaan dan usaha. Dan kunci semua ini sederhana, bermula dari saling percaya.

14 Juli 2022

Artikel Terkait