Nasional

GMNI UBK dan Jakpus Gelar Demo Sikapi Polemik Harga BBM Naik

Oleh : indonews - Senin, 05/09/2022 20:28 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat Universitas Bung Karno dan GMNI Cabang Jakarta Pusat menggelar aksi demonstrasi di Jalur Gaza, Menteng Jakarta Pusat. Aksi ini digelar sebagai respon atas kebijakan menaikkan harga bahan bakar minya (BBM).

Diketahui, pemerintah mendasari kebijakannya untuk mencegah jebolnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kebijakan ini mengacu pada anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 yang telah meningkat 3 kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun dan akan terus mengalami peningkatan.

GMNI Komisariat UBK menilai kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah berdampak sangat krusial bagi masyarakat, sehingga berpotensi menimbulkan gejolak perlawanan atas ketidakmampuan pemerintah dalam menghadapi permasalahan negara saat ini.

"Sehingga ketika Kebijakan dari pemerintah menaikkan harga BBM saat ini telah menyebabkan dampak yang cukup krusial di masyarakat. Maka dari itu, GMNI sebagai organisasi yang berazaskan Marhaenisme, sudah selayaknya bersikap untuk menjawab persoalan tersebut demi kepentingan masyarakat," demikian bunyi pernyataan sikap yang diterima redaksi, Senin (5/9).

Berikut poin lengkap pernyataan sikap Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat Universitas Bung Karno dan GMNI Cabang Jakarta Pusat.

Pertama, menolak kenaikan harga BBM karena berdampak langsung dan menyengsarakan kaum Marhaen. Dampak dari pada kenaikan harga BBM bersubsidi sangat berdampak kepada seluruh rakyat Indonesia saat ini.

Bagi para nelayan misalnya, dampak ini sudah dirasakan bahkan ketika kebijakan kenaikan harga BBM ini masih menjadi isu di tengah masyarakat.

Sejak awal Agustus, dimana seharusnya negara dan rakyatnya merayakan kemerdekaan, namun berbeda dengan rakyat kecil seperti para nelayan yang terus dibelenggu oleh ekonomi yang tidak dapat melaut dimana 2 ribu kapal nelayan mangkrak akibat tingginya operasional BBM.

Bicara mengenai Petani misalnya, BBM subsidi sangat dibutuhkan oleh petani untuk mengantar hasil panen ke pasar, hingga ke tangan konsumen.

Artinya, ketika BBM subsidi meningkat maka inflasi pangan akan naik signifikan. Maka seluruh bahan pokok juga akan ikut naik sehingga rakyat dalam hal ini kaum marhaen akan benar-benar disengsarakan oleh kebijakan ini.

Dan bukan hanya Petani dan Nelayan saja yang terkena dampak dari kebijakan pemerintah hari ini. Para pekerja seperti ojek Online misalnya yang sangat terkena imbas dari kebijakan ini.

Ojek online merupakan pekerjaan yang sangat berdampak karena kebijakan ini merugikan pihak mereka karena setiap hari mereka harus berkeliling untuk mencari penumpang yang otomatis sangat bergantung pada BBM sebagai suplai untuk pekerjaan mereka.

Kedua, menuntut Pemerintah untuk benar-benar tegas dalam regulasi pemisahan subsidi dan nonsubsidi untuk kalangan atas dan menengah ke bawa Pemisahan penggunaan BBM subsidi dan nonsubsidi harus di lakukan agar benar-benar tepat sasaran.

Melihat realita sampai hari ini, konsumsi BBM bersubsidi terjadi di seluruh kalangan, bukan hanya masyarakat miskin dan rentan. Akibatnya, banyak BBM subsidi yang diterima masyarakat tidak tepat sasaran sehingga tidak adil dan tidak efektif bagi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo bahwasanya terdapat 70% subsidi yang dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu atau para pemilik mobil. Jelas bahwa selama ini tidak ada langkah kongkret dari Pemerintah untuk menertibkan permasalahan ini.

Untuk itu Pemisahan BBM subsidi adalah tawaran paling efektif pada saat ini agar ada ada regulasi pemisahan yang jelas dan harus di tindak tegas untuk memberikan efek jerah kepada siapa saja.

Sehingga Di luar dari masyarakat menengah ke bawa, yaitu masyarakat menengah atas harus menggunakan Pertamax. Pemisahan itu, selain efektif juga lebih mudah diterapkan di semua SPBU sehingga masyarakat kalangan bawah bisa mendapatkan BBM dan tepat pada sasarannya.

Ketiga, menuntut pemerintah untuk fokus melakukan pemulihan ekonomi rakyat pasca Pandemi Covid19, dan menunda alokasi dana pembangunan dalam hal ini pembangunan Ibu Kota yang baru.
Opsi kenaikan BBM Bersubsidi bukanlah Pilihan yang tepat, Mengingat BBM merupakan salah satu komoditas primer masyarakat.

Sehingga kenaikan harga BBM bersubsidi berpotensi menggerus daya beli rumah tangga dan pada akhirnya akan mengganggu perekonomian nasional. Perlu diketahui bersama bahwasanya saat ini perekonomian rumah tangga rakyat Indonesia belum sepenuhnya pulih.

Rakyat baru saja di hadapkan dengan situasi Pandemi Covid19 yang berkepanjangan sehingga perlu adanya pemulihan yang berkelanjutan atas Perekonomian Masyarakat bukan kemudian kembali memberikan beban yang berat untuk dipikul oleh Rakyat yang suda jelas terdampak akibat kenaikan harga BBM Bersubsidi ini.

Maka dari itu Fokus pemerintah saat ini adalah bagaimana memulihkan perekonomian rakyat ketimbang melakukan pembangunan Ibu Kota Baru yang suda jelas menggerus alokasi dana dari APBN.

Keempat, pemerintah harus bisa memanfaatkan aset di sektor lain untuk mendongkrak perekonomian Negara. Optimalisas dan pemanfaatan aset di sektor lain seperti Pertanian, Pariwisata, properti dan lain -lain yang bisa menjadi jalur alternatif yang seharusnya bisa diambil Pemerintah karena memberikan efek berlipat ganda.

Sehingga aset tidak hanya bermanfaat secara finansial bagi negara, tapi juga menghidupkan perekonomian dan memberi dampak sosial pada masyarakat di sekitarnya yang sedang mengalami pemulihan ekonomi pasca Pandemi yang berkepanjangan.

Pentingnya pengelolaan dan pemanfaatan aset di sektor lain adalah cara untuk mengantisipasi dan suda barang tentu menghasilkan nilai dan membawa manfaat besar bagi negara. Apalagi aset di sektor lain adalah salah satu alat penting untuk mempercepat laju perekonomian. Sehingga optimalisasi aset negara bukan hanya berbicara untuk manfaat finansial semata, melainkan juga manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat.

Dalam penyampaian aspirasinya, DPK GMNI Universitas Bung Karno menyatakan sikap untuk menolak Kebijakan dari Pemerintah untuk menaikkan Harga BBM karena kebijakan tersebut jelas tidak pro terhadap rakyat. Sehingga mengakibatkan lahirlah dan bertambah banyaknya kemiskinan, pengangguran, kemelaratan, dan penderitaan yang berkepanjangan untuk kaum Marhaen.*

Artikel Terkait