Nasional

Hari Santri Nasional, Momentum Berjihad dengan Memperdalam Ilmu

Oleh : very - Jum'at, 21/10/2022 20:10 WIB

Ketua Ittihadul Mutakhorrijin Al Falah Ploso, Kediri (IMAP/Ikatan Alumni Pondok Pesantren Al-Falah Ploso), KH. Shohibul Ulum Nafi`a. (Foto: Ist)

Pekalongan, INDONEWS.ID – Hari Santri Nasional harus menjadi momentum berharga tatkala negara merekognisi dan mengafirmasi pentingnya peran santri. Dengan pijakan sejarah tersebut, perlu ada rekontektualisasi semangat resolusi jihad dalam tantangan kekinian. Karena itu, semangat jihad harus diarahkan dari mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara kepada mempertahankan negara dari ancaman invasi ideologi dan tantangan perpecahan yang saat ini penting dilakukan.

 

Ketua Ittihadul Mutakhorrijin Al Falah Ploso, Kediri (IMAP/Ikatan Alumni Pondok Pesantren Al-Falah Ploso), KH. Shohibul Ulum Nafi`amenyebut momen Hari Santri Nasional yang jatuh pada tanggal 22 Oktober merupakan penghargaan yang luar biasa dari pemerintah Indonesia kepada para santri atas jasanya dalam sejarah kemerdekaan.

 

“Hari santri merupakan bentuk penghargaan dari pemerintah untuk kalangan Santri. Baru bisa seperti ini memang berkat kepemimpinan bapak Presiden  Jokowi (Joko Widodo) sekarang mengakui peran dari santri dalam hal kaitannya dengan kemerdekaan bangsa Indonesia,” ujar KH. Shohibul Ulum Nafi`a di Kabupaten Pekalongan, Jumat (21/10/22).

 

Dirinya melanjutkan, dalam konteks kekinian para santri tidak lagi harus berperang angkat senjata dalam mempertahankan tanah airnya. Lebih dari itu, para santri kini dihadapkan dengan perang ideologi dan perpecahan yang kian hari dapat mengancam keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

 

“Dalam satu maqolah ulama itu, didahulukan tholabul Ilmi. Itu merupakan satu wujud bentuk jihad. Karena Islam itu bisa berjalan, bisa menjadi sukses ya lewat ilmu. Islam itu akan jaya selagi syariatnya dijalankan. Nah untuk menjalankan syariat itu harus dengan ilmu,” jelas pengurus Syuriah Nahdlatul Ulama Kabupaten Pekalongan ini.

 

Sebab ketika nanti sudah tidak ada lagi yang belajar ilmu syariat, maka secara pasti Islam itu akan hilang dengan sendirinya. Terlebih, Indonesia akan memasuki tahun politik, dimana semua pihak perlu bersiap akan potensi munculnya politik identitas yang memecah belah.

 

Karena itu, dirinya berharap, agar para santri mampu ikut berperan di dalam dengan membawa dan menularkan nilai-nilai akhlakul karimah.

 

“Negara kita adalah negara demokrasi mau tidak mau santri juga harus berperan. Karena sesuai yang dikatakan Mbah Moen (alm KH Maimun Zubair), Indonesia itu masih butuh pasangan antara nasionalis-religius atau religius nasionalis,” ungkapnya.

 

Karena keanekaragaman dan kebhinekaan yang ada di negara kita ini harus terakumulasi dengan baik dan jangan sampai menimbulkan kubu-kubu perbedaan yang hanya akan merenggangkan persatuan bangsa yang sungguh tak ternilai.

 

“Jangan sampai agama justru dijadikan sebagai alasan untuk mengkotak-kotak seluruh kehidupan yang ada di negara kita ini. Banyak perbedaan di negara kita, tapi tetap bisa menjadi satu. Tentunya itu sangat mahal harganya, sangat mahal sekali,” jelas Pengurus Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama Kabupaten Pekalongan.

 

Oleh karenanya, pria yang kerap disapa Gus Shohib ini mengungkapkan proyeksi santri pada 10 tahun ke depan, yang menurutnya para santri sudah harus mulai mewarnai berbagai sudut kehidupan mulai demokrasi, pendidikan, hingga hal-hal esensial dalam pemerintahan dengan membawa nilai akhlakul karimah yang melekat erat pada pribadi santri.

 

“Kita tetap berharap santri betul-betul bisa ikut mewarnai mulai dari demokrasi yang ada di negara ini, termasuk juga pendidikan dan juga hal-hal yang lain. Karena mohon maaf,  di dunia santri itu yang dididik pertama itu adalah tentang akhlakul karimah. Coba anda bayangkan seandainya pejabat-pejabat kita diawali dengan dasar yang kuat tentang akhlakul karimah,” ungkap Pengurus Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama Kabupaten Pekalongan ini.

 

Dalam kesempatan yang sama, dirinya juga berharap pemerintah bisa turut hadir dan memberikan perhatian kepada pendidikan pesantren, yang memiliki potensi besar mampu menciptakan sumber daya manusia yang memiliki nasionalisme dan pondasi agama yang kokoh.

 

“Pemerintah wajib hadir dalam pendidikan pesantren untuk membantu terkait penyediaan sarana prasarana yang mumpuni sehingga dilirik oleh khususnya masyarakat kota untuk memasukkan anaknya ke pondok pesantren pesantren yang haluan nya Aswaja, Ahlussunnah Wal Jamaah yaitu salah satu aliran pemahaman teologi dalam akidah Islam,” ucap Gus Shohib.

 

Terakhir, pria yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ustmani Kajen, Kabupaten Pekalongan berpesan kepada segenap santri untuk terus mempelajari agama sebagaimana yang dikehendaki oleh Nabi Muhammad SAW, ajaran yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta dan anti kekerasan.

 

“Tentunya para santri untuk terus giat belajar. Seperti apa Islam yang dikehendaki oleh Kanjeng Nabi Muhammad. Jadi santri-santri harus sabar dan bersungguh dalam proses belajarnya untuk nanti biar betul-betul paham dengan apa yang dikehendaki oleh  kanjeng  Nabi Muhammad, SAW,” pungkas Gus Shohib. ***

Artikel Terkait