Nasional

PGI Hargai Pengakuan dan Penyesalan Presiden Jokowi terkait Penggaran HAM Masa Lalu

Oleh : very - Minggu, 15/01/2023 22:15 WIB

Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Presiden Ir. Joko Widodo menyampaikan Pernyataan Pers yang sangat penting terkait dengan Pelanggaran HAM masa lalu pada Rabu (11/1).

Menyikapi Pertanyaan Pers Presiden tersebut, PGI, atas nama gereja-geraja di Indonesia, sangat menghargai dan mengapresiasi hal tersebut.

Hal ini merupakan sebuah langkah maju, bahkan sebuah lompatan besar dalam proses penyelesaian pelanggaran HAM di Indonesia.

Seperti diketahui, bahwa selama puluhan tahun beberapa hal terkait pelanggaran HAM masa lalu cenderung ditutupi bahkan disangkal keberadaannya.

"Saya menghargai setulusnya pengakuan dan penyesalan Presiden. Meski tidak disertai permohonan maaf, hal ini sudah sangat maju,” kata Pdt. Gomar Gultom, Ketua Umum PGI seperti dikutip dari siaran pers Kepala Humas PGI, Jeirry Sumampow di Jakarta.

"Sesungguhnya dengan pengakuan dan penyesalan itu, implisit di dalamnya, sudah terkandung permohonan maaf," lanjut Pdt. Gomar.

PGI juga mengapresiasi penegasan Presiden bahwa penyelesaian non judisial ini tidak menegasikan penyelesaian secara hukum. Malah, PGI melihat bahwa pengakuan Presiden ini bisa menjadi pintu masuk untuk proses hukum selanjutnya.

PGI juga menyampaikan penghargaan kepada Tim PPHAM bentukan Presiden yang bekerja cepat dalam perumusan masalah yang cukup pelik ini, sehingga Presiden bisa menyampaikan pengakuan dan penyesalan tersebut.

Kini menjadi tugas seluruh elemen bangsa yang berkehendak baik untuk mengawal proses ini dengan lebih sungguh-sungguh ke depan.

Sebagai tindak lanjut Pernyataan Presiden tersebut, PGI mengusulkan dua hal yaitu, pertama, perlunya penghapusan segera berbagai bentuk memorial maupun materi sejarah yang ada selama ini, yang bisa dinilai sebagai pembelokan sejarah dan pengaburan fakta pelanggaran HAM yang terjadi.

“Kedua, perlunya memorialisasi atas pelanggaran HAM berat tersebut dalam bentuk statuta sebagai peringatan kepada generasi berikut agar kasus pelanggaran HAM berat tidak terulang lagi,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait