Nasional

Kongkow Bareng: Jusuf Kalla, Hasyim Muzadi dan Din Syamsuddin

Oleh : Rikard Djegadut - Kamis, 23/03/2023 21:37 WIB


Jakarta, INDONEWS.ID - Kiai Hasyim Muzadi selaku eks Ketua PBNU dan alumni pesantren tua Gontor di Ponorogo Jawa timur, Din Syamsuddin Ketua PP Muhammadiyah juga alumni dari sana.

Emha Ainun Najib dan Presiden PKS Hidayat Nur Wahid juga alumni Gontor. Pesantren yang jaman PKI jadi target untuk dibumihanguskan. Beda dengan pesantren Tebuireng Jombang yang alumninya juga banyak yang top seperti Gus Dur, Kiai Mustofa Bisri dll.

Gontor santrinya lebih heterogen dan beragam. Ada anak NU persis Muhammadiyah Nahdlatul Wathan dll. Makanya alumninya bisa jadi orang nomor satu di PP Muhammadiyah dan juga PBNU.

Puluhan duta besar juga dihasilkan pesantren ini walaupun kebanyakan untuk disuplai untuk negara-negara Maghribi (Maroko, Libya, Aljazair Mesir) dan kawasan timur tengah.

Selain bahasa Arabnya khatam, Inggrisnya keren, karena percakapan antara santri hari-hari harus menggunakan Inggris dan Arab. Di pondok mereka dikasih kunci dan panduan membaca teks-teks klasik dengan benar dan tertib.

Begitu keluar dari pondok, mereka jadi orang merdeka yang sudah punya keahlian menentukan hal-hal yang baik, mana konsumsi buat Islam kota yang paham literasi, mana untuk Islam pedesaan yang tidak perlu tahu cara menghitung zakat saham dan harta perusahaan.

Dies natalies pesantren Gontor: Kiai Hasyim Muzadi jadi pembicara utama, beliau banyak cerita pengalaman ketika nyantri di Gontor. Cerita lucu-lucu ketika pegang ormas terbesar di dunia (PBNU).

Hubungan antara petinggi NU dan Muhammadiyah, termasuk pergaulan dengan petinggi negara dan jadi dosen terbang di beberapa perguruan tinggi manca negara. Syarat pengalaman itu yang membuat para alumni meminta beliau jadi pembicara kunci.

Banyak yang diceritakan cerita berkelas, namun dibawakan dengan santai tanpa terlihat jumawa, mulai dari persoalan LGBT, mahzab Ahmadiyah, ideologi Pancasila, perkawanannya dengan aneka pemuka pemuka agama, sampai komunikasi segitiga antara dirinya pak Din Syamsuddin dengan pak Jusuf Kalla.

Sebelum dialog segitiga orang-orang penting di posisi masing-masing, yang jadi judul headline tulisan ini, ada cerita menggelitik kiai Hasyim waktu berkunjung ke Jepang dan Amerika hampir berbarengan sebagai tamu undangan di masing-masing kampus.

Selesai acara di Tokyo, Jepang, sang kiai terbang ke Amerika. Kiai dapat penerbangan tengah malam di hari Jumat. Di Jepang Kiai Hasyim sempat solat Jumat dulu.

Tiba di Amerika Jumat pagi sekitar jam 9, karena waktu Amerika Jepang hampir beda satu hari duluan di Jepang, nah sang kiai bingung apa mentang dia kiai dan pengurus NU harus jumatan dua kali? Cerita ini saja sudah membuka wawasan para jamaah, sebelum mengeluarkan fatwa bermainlah agak jauh sedikit.

Nah, ini gong dari headline, ketika tahun 2006 pak JK masih Wapresnya pak SBY, ketua NU dan ketua MU dipanggil pak wapres ke istana, kebetulan ketua NU di pegang pak Hasyim dan ketua PP Muhammadiyah dikendalikan pak Din, keduanya kebetulan alumni pondok Gontor.

"Gimana ini NU dan Muhammadiyah gak pernah akur, lebaran gak pernah bisa bareng bareng sih, bikin negara jadi repot saja!" Tegur pak wapres. "apa sih masalahnya?"
"Gini loh pak," terang Kiai Hasyim, "NU pake metode lihat hilal dulu, nah Muhammadiyah pakai metode hisab alias hitungan, ya kadang kadang gak klop!"
" Ya saya faham itu," kata pak JK, "PBNU lihat pakai teleskop untuk ngintip hilal (bulan sabit), kurang dari 3 derajat pasti gak nampak! Sedangkan metode hisabnya Muhammadiyah 1 derajat sudah sah lebaran!
"Gimana usul saya begini saja, NU mbok Yo kurangi 1 derajat, Muhammadiyah naik 1 derajat, ketemu di angka 2 biar adil," kata pak JK
Pak Din dan Gus Hasyim teriak hampir serempak!
"Kalau gitu langsung cash and carry saja pak!" sambil ke tiga orang besar itu tertawa terbahak bahak, urusan agama ditengahi pedagang, ya runyam bossku.

Artikel Lainnya