Nasional

Didik J Rachbini: Menyelesaikan Kontroversi Dana 349 T Secara Tertata, Legal dan Terkendali

Oleh : very - Kamis, 30/03/2023 14:03 WIB

Didik J Rachbini, Rektor Universitas Paramadina dan ekonom senioar INDEF. (Foto:Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -  Kontroversi terkait dana Rp 349 triliun terus bergulir. Setelah sebelumnya Komisi III DPR RI memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, giliran komisi hukum DPD RI itu juga memanggil Menko Polhukam, Mahfud MD dalam rapat di DPR, Rabu (29/3).

Pemanggilan dilakukukan untuk mengetahui hal ikhwal dana berjumlah fantastis tersebut. Walau sudah dipanggil, namun masalah dana tersebut belum terang benderang. Bahkan muncul kontroversi baru karena adanya beda penafsiaran data yang berujung pada perbedaan data antara Menko Polhukam dan Menkeu.

Lantas apa upaya yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan kontroversi dana tersebut secara tertata, legal dan terkendali?

Guru Besar dan Ekonom INDEF, Didik J Rachbini      mengatakan, Presiden Jokowi sejatinya mendapat manfaat atau benefit politik dari kontroversi dan pertentangan “empat sudut” yang meliputi PPATK, Menko Polhukam, Kemenkeu, dan DPR, yang sangat keras. Namun, kata Didik, biaya sosial politik, hukum dan kelembagaannya sangat mahal bagi bangsa, terutama ketika presiden diam serta terkesan justru menikmati kontroversi tersebut.

“Pertarungan seperti ini merusak diri sendiri, menciderai tatanan kelembagaan, dan mengacaukan suasana psikologis yang semakin buruk.  Kisruh ini  pertarungan terbuka  diantara ‘anak-anak presden’ sendiri sambil disaksikan oleh jutaan mata rakyat secara meluas.  Isu-isu demokrasi yang mundur masuk jurang (backsliding), isu politik miring tiga periode dan pertambahan masa jabatan presiden dengan menunda pemilu, serta berbagai isu miring lainnya menjadi hilang sirna dari pandangan dan pengamatan publik,” ujar Rektor Universitas Paramadina itu dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (30/3).

Menurut Didik, jika kisruh, pertentangan yang mendalam ini dibiarkan, maka kelembagaan negara akan rusak luluh lantak karena kepercayaan publik akan semakin menurun.

“Konflik semakin panas dan saling tidak percaya antar lembaga-lembaga presiden akan semakin merusak tatanan lembaga-lembaga tersebut. Modal sosial pemerintahan semakin tergerus negatif dan akan diturunkan sebagai modal sosial yang lemah pada masa berikutnya,” katanya.

Dalam situasi demikian, katanya, ada peluang bagi DPR untuk bisa mengendalikan masalah ini dengan mekanisme dan intrumen aturan legal yang baik.

Karena itu, Didik mengusulkan, agar isu ini tidak menjadi bola liar, maka sebaiknya DPR membentuk pansus gabungan komisi 3 dan komisi 11 karena ini adalah masalah hukum di bidang pajak dan keuangan.

“Dengan pembentukan pansus, maka DPR bisa mendinginkan lebih dahulu isu ini dan jeda sebentar dengan mengambil momentum kesabaran pada bulan puasa. Pansus bisa dijalankan setelah 3-4 minggu ke depan setelah lebaran dimana hati yang sabar dan dingin akan menjadi modal menyelesaikan masalah bangsa yang rumit ini,” imbuhnya.

Pansus DPR, kata ekonom senior INDEF itu, perlu meminta BPK untuk mengadakan audit investigatif terhadap dana 349 trilyun tersebut. Dengan audit investigatif tersebut, maka dengan mandat dari Pansus, DPR dapat mengidentifikasi kemungkinan adanya tindakan penyelewengan atau kecurangan yang terjadi di dalam suatu entitas, terutama di dalamnya terkait dengan  dana publik, APBN. 

Audit investigatif tersebut akan menghilangkan dugaan dan analisis liar yang terus-menerus berkembang sangat simpang siur di media massa dan bahkan juga memunculkan kebingungan di DPR karena sidang di komisi 11 dan 3 juga tidak membahas dengan data yang sangat tidak memadai dan tidak lengkap. 

Audit  investigatif ini, menurut Didik, akan mengumpulkan secara cermat, legal dan bertanggung jawab sehingga bisa dianalisis dengan gerang. “Berbeda dengan rapat komisi yang hanya meraba-raba hal-hal terkait dengan dana liar tersebut.  Audit seperti ini akan bisa menjelaskan dengan data, siapa yang melakukan tindakan penyelewengan atau kecurangan, terutama terkait dana publik  APBN,” ujarnya.

Audit investigatif tersebut juga dilakukan terhadap kemungkinan penyimpangan hukum dari dana tersebut dan  akan melakukan langkah-langkah pengumpulkan bukti-bukti dan informasi terkait dan yang diduga diselewengkan.  Jumlah 349 trilyun tersebut sudah jelas ada, tetapi masih simpang siur keterkaitannya dengan kementerian-kementerian. 

BPK juga akan memeriksa dokumen dan data terkait langsung  ribuan bukti transaksi, yang diserahkan PPATK selama ini. Bahkan BPK dan Pansus bisa memanggil pihak-pihak yang terkait dana tersebut. Hasil analisis dan kesimpulan dan pangumpulan data dari audit tersebut juga akan ditunggu publik.

Dia mengatakan, hasil audit investigatif BPK terhadap penyimpangan hukum dari dana 349 trilyun tersebut wajib disampaikan kepada Pansus, untuk ditindaklanjuti dan diumumkan kepada publik untuk hasil-hasil yang tidak bertentangan dengan asas kerahasiaan. Temuan-temuan penyimpangan hukum sudah semestinya ditindaklanjuti secara hukum lepas dari Pansus DPR. 

Dengan cara demokrasi substansi seperti ini, katanya, maka masyarakat tidak akan kebingungan. Selanjutnya, hal seperti ini akan menjadi tradisi bagi DPR untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum, anggaran publik dan masalah pemerintah lainnya yang menjadi kontroversi besar di publik.

Kementerian Keuangan juga akan mendapat manfaat dari audit investigatif dan Pansus ini. Karena hasil audit bisa menjadi modal dasar untuk melakukan reformasi kelembagaan di Kementerian Keuangan secara fundamental.

“Dengan langkah-langkah Pansus DPR seperti ini diiringi oleh audit investigatif dari BPK, maka isu kontroversial yang membingungkan dapat diselesaikan secara lebih tertata, legal, terkendali,” pungkasnya. ***

 

Artikel Terkait