Nasional

MA Perberat Vonis Korupsi Ekspor Minyak Goreng, Anthony Budiawan: Hakim Telah Masuk Angin Wajib Diperiksa

Oleh : very - Selasa, 25/07/2023 20:25 WIB

Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies). (Foto: Kedaipena.com)

Jakarta, INDONEWS.ID - Managing Director at Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, mengapresiasi putusan Mahkamah Agung karena memperberat vonis terhadap para terdakwa dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

“Mahkamah Agung akhirnya perberat vonis kepada 5 terdakwa. Bravo,” ujarnya melalui akun Twitternya, @AnthonyBudiawan, yang diunggah Senin (24/7).

Sebelumnya, alumnus Universitas Erasmus, Belanda itu mempersoalkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat yang telah memvonis pelaku korupsi dalam kasus ekspor minyak goreng dengan hukuman yang sangat rendah, yaitu hanya penjara selama 1 tahun. Hukuman itu, sangat jauh dari tuntutan Jaksa.

Rektor Kwik Kian Gie School of Business pada September 2011-Agustus 2015 itu menilai hukuman itu sangat tidak masuk akal.

“Putusan Pengadilan Negeri untuk terdakwa korupsi ekspor minyak goreng sangat tidak masuk akal, ada yang dihukum cuma 1 tahun, jauh dari tuntutan jaksa,” ujarnya.

Karena itu, Direktur Ekskutif organisasi nirlaba Indonesia Institute for Financial and Economic Advancement (IIFEA) itu meminta pihak berwajib untuk memeriksa Hakim yang menangani kasus tersebut.

“Hakim PN masuk angin: wajib diperiksa,” ujarnya.

Seperti diketahui, MA telah memperberat hukuman lima terdakwa kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) melalui putusan kasasi.

Kelimanya adalah mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indra Sari Wisnu Wardhana; dan tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

(Anthony Budiawan bersama DR Rizal Ramli. Foto: Ist)

Kemudian, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung.

Dalam putusan di PN Tipikor, mantan Dirjen Daglu itu divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan. Padahal, Jaksa menuntut Indra Sari dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

"Perbaikan pidana 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan," demikian putusan Ketua Majelis Hakim Kasasi, Suhadi yang diketuk pada Jumat (12/5/2023).

Dalam memutus perkara ini, Hakim Suhadi didampingi Hakim Agustinus Purnomo dan Hakim Suharto sebagai anggota majelis.

Dalam perkara yang sama, putusan terhadap Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor juga diperberat di tingkat kasasi.

Majelis Hakim memperberat hukuman Master Parulian menjadi 6 tahun penjara. Petinggi PT Wilmar Nabati Indonesia ini sebelumnya hanya divonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.

Selain itu, hukuman Tim Asistensi Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Lin Che Wei; General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA juga turut diperberat di tingkat kasasi.

Lin Che Wei dihukum 7 tahun penjara; Pierre Togar Sitanggang dihukum 6 tahun penjara; dan Stanley MA dihukum 5 tahun penjara.

Padahal, di Pengadilan Tipokor mereka dijatuhi hukuman sama. Ketiganya divonis 1 tahun pidana badan dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan. ***

Artikel Terkait