Opini

Satrio Arismunandar: Rocky Gerung Justru Berjasa Menyatukan Barisan Pendukung Jokowi

Oleh : luska - Kamis, 03/08/2023 08:02 WIB

 Tanpa disengaja, lewat ucapan-ucapannya yang dipersepsikan oleh relawan Jokowi sebagai sangat menghina Presiden Jokowi, Rocky Gerung justru telah berjasa menyatukan barisan pendukung Jokowi. Demikian dikatakan Satrio Arismunandar, mantan Dosen Ilmu Komunikasi FISIP UI di Jakarta, Kamis 3 Agustus 2023.

Menurut Satrio Arismunandar, publik, simpatisan, dan relawan Jokowi semula dalam posisi agak “mengambang.” Hal ini karena berbagai pesan dan isyarat politik yang simpang siur di media, tentang arah dukungan Jokowi pada Pilpres 2024. 

“Tetapi provokasi yang dilakukan Rocky Gerung dan disebarkan di media sosial justru membantu menyatukan mereka,” ujar Satrio Arismunandar, yang doktor filsafat dari FIB UI ini.

“Mereka bersatu dalam kemarahan bersama yang memuncak terhadap Rocky Gerung,” tegas Satrio. 

Ditambahkannya, Rocky Gerung tampaknya sengaja memilih diksi atau istilah yang dipersepsikan sangat menghina Jokowi, seperti sebutan bajing*n, tol*l, pengec*t, dan sebagainya. “Itu sebutan yang bisa dianggap provokatif, sarat emosi, dan bernada kebencian,” lanjut Satrio.

Satrio menjelaskan, Rocky bukanlah orang bodoh dan lugu. Tentulah Rocky sudah membuat kalkulasi bahwa ia akan aman dari tuntutan hukum, karena penghinaan adalah delik aduan. Jadi, jika mau menuntut Rocky secara hukum, Jokowi harus datang sendiri secara pribadi ke kantor polisi.

Jokowi harus mengadu bahwa dia merasa terhina oleh ucapan Rocky. Tetapi Jokowi –Rocky tahu betul—bukanlah tipe pemimpin yang akan melakukan pengaduan seperti itu. Terbukti kemudian, Jokowi ketika ditanya wartawan mengatakan, hinaan Rocky ini adalah “hal kecil.” Jokowi lebih mementingkan kerja konkret.

Tetapi, kata Satrio, Rocky mungkin lupa bahwa praksis politik tidak terbatas pada teori-teori ilmu politik, soal hak dirinya untuk mengeritik dan mengecam pemerintah yang harus dihormati. Ini juga bukan sekadar soal pasal-pasal KUHP.

“Pendukung, relawan dan simpatisan Jokowi itu ada puluhan juta. Kemarahan mereka yang memuncak terhadap Rocky itu tidak bisa dianggap angin lalu begitu saja. Ini realita sosial. Jika kemarahan itu tidak disalurkan di jalur hukum formal, bisa muncul ekses-ekses lain,” tutur Satrio.

Sebagai contoh, Satrio menyebut sebuah video yang viral di medsos. Video itu menggambarkan kerumunan masyarakat Dayak di Kalimantan, yang menggorok leher babi yang ditempeli gambar Rocky. Mereka sangat marah atas penghinaan Rocky pada Jokowi, karena Jokowi sudah dianggap “Raja Dayak.”

Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah pada Desember 2016 memang telah memberi gelar adat pada Jokowi. Gelar untuk Jokowi itu dapat dimaknai sebagai “raja bijaksana yang berkepribadian luhur dan penopang keutuhan bangsa.”

Satrio menyatakan, di masa mendatang ia berharap semoga Rocky jadi lebih bijak dalam memilih kata-kata. “Tidak ada yang salah dengan mengeritik pemerintah. Pendukung Jokowi juga sejak dulu sudah sering mendengar kritik Rocky, toh tidak masalah sejauh cara-caranya masih dianggap proporsional,” ujarnya. ***

Artikel Terkait