Opini

Mengharap Oposisi Kuat Pasca-Pilpres 2024

Oleh : very - Senin, 28/08/2023 19:53 WIB

Syarief Basir, SH, MH, MBA, CPA. (Foto: Ist)

Oleh: Syarief Basir, SH, MH, MBA, CPA*)

Jakarta, INDONEWS.ID - Menjelang akhir Juli lalu,  tiga bakal capres saling bertemu akrab dengan menunjukan gestur yang sama bahwa kontestasi politik akan berakhir setelah pencoblosan kertas suara selesai pada 14 Februari 2024.  Sikap atau gestur yang menenangkan dari bacapres itu tentu kita dukung, karena kita tidak ingin pemilu mengakibatkan perpecahan.  Namun demikian,  apakah makna semua pihak yang tadinya bersaing dalam Pilpres kemudian tidak berkontestasi itu diartikan pihak yang tidak terpilih harus sejalan mendukung kebijakan pemerintahan terpilih? Jika semua bersatu dalam satu  barisan dengan pemerintah, siapa yang akan melakukan kontrol terhadap pemerintahan?

Berkolaborasinya para pihak yang bersaing dalam Pilpres tidak harus dimaknai menjadikan semua pihak berada dalam satu kubu pemerintahan yang berkuasa, karena pemerintahan bukan soal sekadar pembagian kue kekuasaan dan sumber daya kepada para pihak. Bagaimanapun peran oposisi yang berada di luar pemerintah, yang melakukan fungsi pengimbang dan pengawas (check and balance) pada pihak yang berkuasa harus ada dan harus kuat. Tanpa ada check and balance, pemerintah bisa terjerumus menjadi tirani yang bertindak sewenang-wenang, otoriter dan korup.

Belajar dari pengalaman Pilpres 2019, pemenang Pilpres berhasil mengajak pesaing politiknya masuk dalam kabinet, dengan hanya meninggalkan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera sebagai partai oposisi. Prabowo Subianto dan Sandiago Uno yang semula sebagai pesaing Pilpres bergabung menjadi menteri dalam kabinet pemerintahan terpilih. Dengan begitu pemerintahan yang terbentuk untuk periode 2019-2024 menjadi sangat kuat, sementara kekuatan partai oposisi sangat tidak berimbang dengan kekuatan pemerintah.

Akibat terlalu kuatnya posisi pemerintah di atas,  pemerintah di satu sisi menjadi mudah melaksanakan program atau kebijakan-kebijakannya, namun disisi lain kontrol atas pelaksanaan roda pemerintahan terlalu lemah. Program legislasi misalnya, pembuatan perundang-undangan yang memerlukan pembahasan dan persetujuan DPR hampir tidak mengalami hambatan serius di Parlemen.

Kita saksikan  pengesahan perundangan strategis yang menjadi kontroversi di masyarakat, seperti UU Cipta Kerja, UU Ibu Kota Negara, dan UU Kesehatan dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Waktu yang singkat itu bukan hanya berakibat pada timbulnya kelemahan segi material dan formalnya UU yang kemudian diuji materikan ke Mahkamah Konstitusi, tetapi juga proses penyusunan undang-undang dilakukan kurang memperhatikan suara publik sebagaimana seharusnya menurut  prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

Dalam suatu pemerintahan yang demokratis, peran oposisi itu sangat diperlukan. Oposisi yang kuat dapat membantu pemerintah  menjalankan pemerintahan on the track dan hati-hati dalam membuat kebijakan. Oleh karena itu, sesungguhnya menjadikan partai oposisi yang kuat adalah juga tugas dan tanggung jawab pemerintah. Dengan demikian, pemerintah perlu mengupayakan berbagai cara, termasuk pembuatan kebijakan dan dukungan yang sungguh-sungguh, agar oposisi yang kuat itu hadir dan kuat.

Memang tidak mudah dilakukan oleh pemerintah untuk menjadikan partai oposisi itu kuat, hal ini terutama karena ada benturan kepentingan. Disatu sisi, pemerintah perlu situasi yang kondusif agar bisa menentukan arah dan menjalankan kebijakan-kebijakannya, sehingga rintangan yang datang dari pihak partai oposisi perlu direduksi.  Disisi lain, mereduksi kekuatan partai oposisi seringkali mengakibatkan pelemahan kekuatan oposisi.

Dalam hal demikian ini, pemerintah perlu bersikap bijaksana, agar tidak memperlakukan sikap kritis oposisi sebagai ancaman atau pengganggu, tetapi menempatkannya sebagai partner agar kebijakan yang dibuatnya sesuai kepentingan rakyat. Tindakan mereduksi kekuatan partai oposisi secara berlebihan akan menimbulkan kekecewaan masyarakat, yang pada akhirnya fungsi check and balance  menjadi lemah.

Sayangnya sikap bijaksana seperti di atas belum betul-betul terjadi. Faktanya, Pemerintah masih belum selalu akomodatif terhadap kritik dan sikap kritis dari oposisi atau dari luar pemerintah. Suara publik yang mengkritisi kebijakan pemerintah kerap diperlakukan sebagai ancaman yang harus dihentikan, termasuk dengan menggunakan  aturan hukum. Padahal hukum sekalipun sejatinya adalah untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk  melindungi kepentingan pemerintah yang berkuasa.

Di sisi lain, pihak oposisi juga perlu memiliki sikap yang konsisten dan kompeten. Konsisten menjaga keteguhannya untuk tetap pada posisi oposisi yang menjalankan fungsi kritis dan check and balance. Mengawal agar pemerintah tidak membuat kebijakan yang merugikan masyarakat. Oposisi tidak boleh mudah tergoda untuk bergabung dengan kubu pemerintah, apalagi untuk alasan pragmatis.

Ajakan atau tawaran untuk bergabung dengan pemerintah, tidak boleh membuat partai oposisi goyah beralih posisi. Justru godaan/tawaran harus dipandang sebagai cambuk untuk memperkuat kemandirian dan kesolidan partai sehingga tidak mudah berbalik haluan meninggalkan peran oposisi.

Selain itu, partai oposisi juga perlu kompeten ketika bersikap kritis terhadap pemerintah. Sikap kritis oposisi hendaknya dilakukan secara objektif dan akuntable berdasarkan suatu kajian yang mendalam dan bertangung jawab.

Partai oposisi harus berada di garis depan menyuarakan kepentingan publik. Sikap kritis yang hanya didasarkan kepada tujuan-tujuan populis semata, yang memanfaatkan momentum isu-isu terkini yang diangkat publik akan membuat kesan oposisi yang "sekedar ikut-ikutan" publik atau "asal beda" dengan pemerintah.

Kita berharap Pilpres 2024 yang akan datang, bukan hanya menghasilkan pemerintahan yang sah dan kuat, tetapi juga menghasilkan  oposisi yang kuat, berkualitas dan berimbang dengan kekuatan pemerintah sehingga terjadi mekanisme check and balance yang efektif.***

*) Penulis adalah Pemerhati Politik

Artikel Terkait