Nasional

Hanya Sibuk Jelang Pemilu, Siti Zuhro: Undang-Undang Parpol Perlu Direvisi

Oleh : very - Senin, 18/12/2023 21:08 WIB

Prof. Dr. Siti Zuhro, MA dalam diskusi yang diselenggarakan Paramadina Institute of Ethic and Civilization (PIEC) bekerja sama dengan Yayasan Persada Hati bertajuk “Kemunduran Peran dan Fungsi Partai Politik dalam Merawat dan Mengembangkan Demokrasi di Indonesia Dewasa Ini”. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID – Penyederhanaan sistem kepartaian sangat relevan diterapkan dalam rangka menciptakan sistem multipartai sederhana, yaitu sederhana dalam jumlah partai dan dalam pengelompokan ideologis. 

Demikian disampaikan Prof. Dr. Siti Zuhro, MA dalam diskusi yang diselenggarakan Paramadina Institute of Ethic and Civilization (PIEC) bekerja sama dengan Yayasan Persada Hati bertajuk “Kemunduran Peran dan Fungsi Partai Politik dalam Merawat dan Mengembangkan Demokrasi di Indonesia Dewasa Ini”.

Diskusi bertempat di Ruang Granada, Universitas Paramadina  dimoderatori oleh Dr. Rizki Damayanti, MA, Kamis (14/12/2023).

Siti Zuhro yang juga Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik LIPI dan Peneliti Utama Politik BRIN ini mengatakan partai politik (parpol) baru boleh ikut pemilu bila minimal sudah berusia 5 tahun dari sejak didirikan atau dibentuk.

“Penguatan pelembagaan partai politik diperlukan untuk mendorong partai kader dan kemandirian dana. Perlu pelembagaan kewajiban parpol untuk menjalankan fungsi-fungsi pendidikan politik, artikulasi/agregasi kepentingan, komunikasi politik, pengkaderan dan rekrutmen,” katanya.

Zuhro menjelaskan bahwa sebagai konsekuensi partai kader, partai dilarang memiliki underbow. Partai hanya boleh mengefektifkan cabang dan ranting-rantingnya, satgas partai dilarang menyerupai simbol-simbol dan atribut militer.

“Partai dituntut untuk memperketat sistem dan pola rekrutmen keanggotaan partai, membangun sistem kaderisasi dan kepemimpinan serta memiliki program yang jelas dalam memenuhi fungsi-fungsinya,” katanya.

Menurutnya, salah satu problem partai politik di Indonesia adalah ketiadaan merit sistem. “Partai-partai di Indonesia pada akhirnya tidak dapat menjalankan fungsi politik yaitu pendidikan politik, integrasi politik dan artikulasi kepentingan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya ideologi yang kuat sebagai landasan dalam menyusun platform dan tidak adanya proses kaderisasi partai politik yang baik,” imbuhnya.

Menurut Zuhro, Undang-Undang Partai Politik perlu direvisi. Dia harus mengatur syarat-syarat umum rekrutmen dan sistem kaderisasi yang diterapkan oleh partai politik, fungsi pendidikan politik, integrasi politik, dan artikulasi kepentingan.

Hal ini penting untuk mengurangi kecenderungan pola partai massa yang hanya sibuk menjelang pemilu. “Sistem keanggotaan yang sangat longgar, tidak ada seleksi ketat dalam rekrutmen keanggotaan, dan partai yang tak memiliki sistem pengembangan kaderisasi dan pemimpin yang kuat. Sehingga partai gagal membangun kader-kader yang berdedikasi dan berkarakter,” ungkapnya.

Dia mengatakan, agar sistem partai kader bisa tercipta, maka undebouw partai politik tak dibutuhkan lagi. “Ini juga dimaksudkan agar ada pembatasan yang jelas antara political society dengan civil society dan parpol harus dibedakan dengan organisasi masyarakat,” paparnya.

“Selain itu, kemandirian parpol diperlukan agar parpol tidak senantiasa mencari ‘cantolan` ke penguasa, sehingga intervensi kepengurusan partai oleh penguasa juga dapat diminimalisasi,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait