Nasional

Tidak Manipulasi Suara Rakyat, KPU Harus Lakukan Rekapitulasi Secara Jujur, Adil dan Transparan

Oleh : very - Kamis, 15/02/2024 12:30 WIB

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia), Jeirry Sumampow. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Rakyat Indonesia sudah memilih calon pilihannya, baik calon presiden-calon wakil presiden, maupun calon anggota legislatif dalam pemilu yang berlangsung pada Rabu (14/2) kemarin.

Saat ini, penyelenggara Pemilu (KPU) bersama jajarannya sedang melakukan rekapitulasi suara pemilu tersebut. Karena itu, diharapkan proses rekapitulasi itu berjalan secara jujur, adil dan transparan.

“Kami berharap bahwa proses rekapitulasi dilakukan secara jujur, adil dan transparan oleh penyelenggara pemilu. Dan kita semua harus terus mengawal sampai akhir, agar pilihan rakyat tidak dimanipulasi oleh pihak tertentu untuk keuntungan mereka sendiri. Kita pastikan bahwa suara rakyat tetap murni dan tidak dimanipulasi,” ujar Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia), Jeirry Sumampow melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (15/2).

Karena itu, KPU diharapkan bisa bekerja baik, profesional dan transparan. “Sebab banyak sekali kritik yang terkait dengan kinerja KPU yang kurang baik, kurang profesional dan tidak transparan. Jika dalam proses rekapitulasi nanti masih muncul persoalan terkait kinerja KPU, maka bisa menimbulkan persoalan baru yang mendelegitimasi proses dan hasil pemilu ini,” katanya.

Jeirry mengatakan, rakyat sudah memilih dan menentukan pilihannya. Karena itu, siapa yang terpilih, merekalah yang berhak memimpin dan menduduki kursi yang ditentukan.

“Pilihan rakyat ini harus kita hormati dan hargai, sebab rakyatlah yang berdaulat dalam pemilu. Sehingga siapapun yang dipilih oleh rakyat dalam Pemilu, harus kita terima meski yang kita dukung dan pilih tidak menang. Itulah wujud sikap sebagai warga negara yang baik. Memang harus tetap ada yang menang dan kalah dalam setiap kompetisi pemilu. Apapun hasilnya kita harus tetap bersatu dan rukun sebagai satu bangsa untuk membangun ke depan,” ujarnya.

Jeirry mengatakan, Pemilu secara umum telah berjalan baik, lancar dan damai. Memang ada banyak informasi yang didapatkan terkait potensi kecurangan, kekurangan pelaksanaan proses, kesalahan mekanisme dan hal-hal yang kurang sesuai dengan prosedur yang ada.

Dia mendesak agar semua kecurangan itu harus diproses sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Jika ada pelaku kecurangan, pelanggaran ataupun manipulasi tetap harus diproses dan dihukum sesuai dengan ketentuan yang ada. Bahkan jika ada yang berpengaruh terhadap hasil, maka dikembalikan sesuai dengan pilihan rakyat tersebut.

“Sebab jika dibiarkan maka itu akan menjadi cacat pemilu yang akan menjadi ‘noda hitam’ yang akan mendelegitimasi kemenangan para kandidat dan partai politik. Tentu soal ini harus kita tunggu dalam proses selanjutnya. Jika ada gugatan dan keberatan terkait dengan proses dan hasil tetap harus diwadahi dan dilakukan sebagai bagian dari mekanisme pemilu yang demokratis. Tak boleh dihalangi,” katanya.

 

Hindari Pemerintahan yang Semakin Oligarkis

Terkait eforia kemenangan yang dilakukan oleh rakyat pendukung, Jeirry berharap agar hal tersebut sebaiknya dikurangi. Sebab bisa memicu kericuhan atau bentrok dengan pendukung yang lain, secara khusus pendukung Capres-cawapres.

“Kita tetap kedepankan perdamaian dan persatuan. Jangan sampai merusak proses yang baik yang sudah kita lakukan pada hari H Pemilu ini. Para Paslon harus tampil meredam emosi para pendukung yang kecewa maupun pendukung yang gembira berlebihan. Tentu itu bukan berarti hendak menegasikan semua proses yang keliru apalagi curang,” imbuhnya.

Salah satu hal yang menarik dari hasil sementara ini, kata Jeirry, adalah kemungkinan ada 8 partai politik yang akan masuk parlemen.

Di pihak pendukung Paslon nomor 2, kemungkinan ada 4 partai yang akan masuk parlemen, yaitu: Gerindra, Golkar, PAN dan PD. Di pihak pendukung Paslon nomor 1 dan 3, kemungkinan juga akan ada 4 partai yang masuk parlemen, yaitu: PDIP, Partai Nasdem, PKB dan PKS.

Terkait hasil ini, Jeirry berharap agar partai-partai pendukung Paslon 1 dan 3 bisa bersikap sebagai oposisi di parlemen. Hal ini penting demi menjaga agar ada cek and balance legislatif untuk mengontrol jalannya pemerintahan atau eksekutif.

“Saya kira, itu akan membuat dinamika demokrasi kita pasca pemilu 2024 menjadi lebih dinamis, edukatif dan baik. Sebab pengalaman kita di periode kedua Pemerintahan Presiden Jokowi, ketika dukungan parlemen terhadap Presiden sangat dominan, malah banyak kemunduran demokrasi kita alami. Bahkan jalannya pemerintahan makin oligarkis. Ini mungkin tak akan terjadi jika ada cukup kekuatan oposisi di parlemen,” pungkasnya.

Seperti diketahui, sejumlah lembaga survei telah mengumumkan hasil quick count (QC) dan telah menunjukkan perolehan sementara terhadap hasil pemilu tersebut.

Berdasarkan hasil QC tersebut, pasangan calon (paslon) nomor 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabumi Raka yang menjadi pemenang pilpres. Sedangkan untuk pemilihan legislatif, dimenangkan oleh PDI Perjuangan.

Meski demikian, rakyat masih harus tetap menunggu hasil perhitungan resmi yang akan dikeluarkan KPU. ***

Artikel Terkait