Daerah

Pesta Ulang Tahun Berujung Duka, Kisah Pemudi Toraja yang Hilang "Kehormatannya"

Oleh : very - Senin, 04/03/2024 18:13 WIB

Kasus Pemerkosaan. (Foto: Ilustrasi)

Jakarta, INDONEWS.ID - Malang benar nasib gadis berinisial ABA. Pemudi dari Persekutuan Pemuda Gereja Toraja (PPGT) ini hilang “kehormatannya” dalam sebuah acara pesta di hari ulang tahun.

ABA diduga digagahi oleh terduga pelaku berinisial NBT di sebuah rumah di lingkungan Gereja Toraja di Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (9/9/2023) silam.

Gadis kelahiran Palopo, 16 April 2000 itu mengaku, awalnya diundang oleh terduga pelaku untuk mengikuti pesta ulang tahunnya pada Jumat (8/9/2023) malam. Kala itu, terduga pelaku mengajak korban bersama teman PPGT untuk merayakan ulang tahunnya. Namun, anehnya, perayaan tersebut hanya diikuti lima orang, termasuk korban.

Acara tersebut dimulai pukul 20.00 WIB. Puncak acaranya pada pukul 01.00 WIB. Saat itu teman-teman korban minum minuman keras (miras). Sementara korban tak menikmati minuman beralkohol tersebut lantaran sakit lambungnya kumat.

"Aku awalnya tidak minum (alkohol-red) karena saat itu lagi enggak fit kondisinya. Lagi sakit lambung. Aku enggak dulu deh, kalian aja gitu," kata korban saat dihubungi, Kamis (29/2/2024).

Pesta tersebut awalnya berakhir mulus hingga teman korban tak berdaya setelah minum alkohol. Mereka pun langsung tidur di sebuah kamar di dalam rumah tersebut. Sementara korban dan terduga pelaku memilih untuk ngobrol santai.

Namun terduga pelaku tiba-tiba memaksa korban untuk minum alkohol yang masih tersisa. Tak lama kemudian, karena rayuannya, korban pun tak bisa menolak.

Singkat cerita, korban mau minum karena terduga pelaku beralibi bahwa setelah minum keduanya langsung tidur. Namun ajakan yang terjadi sekitar pukul 04.00 WIB itu ternyata membawa petaka bagi korban.

"Karena aku percaya, dan aku anggap dia teman dekat. Terus aku bilang, ya udah enggak apa-apa. Toh mau ganti hari juga. Mau tidur. Tinggal tidur saja. Aku enggak apa-apa minum," bebernya.

Ternyata alkohol tersebut bekerja begitu cepat. Dia pun langsung pusing, lemas dan tak berdaya. Keadaan itulah yang dimanfaatkan terduga pelaku untuk melancarkan aksinya.

Tangan terduga pelaku mulai menggerayang tubuh korban. Meskipun korban dalam kondisi tak berdaya, namun korban masih bisa menolaknya.

"Karena aku masih sadar, aku bilang jangan. Tapi dia masih pegang tubuh bagian atas. Digrepe-grepe. Aku enggak mau tapi dia tetap maksa. Tapi aku dalam posisi lemes banget. Aku enggak bisa lawan banyak," jelasnya.

Rupanya perlawanan korban tak mengurung niatnya. Terduga pelaku terus melancarkan aksinya di sebuah sofa. Untuk menghindari pelaku, korban pun menjatuhkan diri ke lantai.

Korban pun ingin masuk kamar supaya menghindari tindakan nakal terduga pelaku. Karena kedua temannya sudah terlebih dahulu ke kamar setelah mabuk. Permintaan tersebut tak dihiraukan terduga pelaku. Malah terduga pelaku tetap melancarkan aksinya.

"Kejadian di lantai ini lebih parah. Aku bilang enggak mau. Aku cakar-cakar, di situ dia lepasin aku dulu. Aku pun masuk ke kamar," ceritanya sembari menangis.

Korban akhirnya berhasil masuk ke kamar. Kebetulan dua temannya berada di dalam kamar itu. Anehnya, temannya tidak mau menggagalkan niat jahat terduga pelaku. Padahal berkali-kali mendengar teriakan korban.

"Dia (teman-red) dengar, aku bilang ‘jangan- jangan’, tapi dia takut keluar. Jadi saya pun masuk kamar,” ujarnya.

Korban merasa sudah aman dan mengira terduga pelaku sudah tidur. Korban pun langsung tidur. Ternyata niat terduga pelaku belum berakhir.

Terduga pelaku diam-diam kemudian masuk ke kamar. Dia pun langsung melancarkan aksinya dengan secara paksa. Setelah itu, korban pun ditinggalkan.

"Setelah kejadian, dia keluar kamar. Dia tidurnya di luar," bebernya.

 

Korban Trauma

Pasca kejadian tersebut, korban mengalami trauma. Setiap hari selalu menangis lantaran tidak menerima keadaan buruk yang menimpanya. Situasi itu berjalan selama tiga bulan. Persisnya bulan November, korban menceritakan kisah pilunya kepada orangtuanya.

Kemudian kasus dugaan pemerkosaan tersebut menjadi buah bibir di lingkungan jemaat gereja dua bulan pasca kejadian. Kasus tersebut pun sampai ke telinga pendeta Gereja itu. Apalagi terduga pelaku adalah anak dari pendeta yang bertugas di Gereja tersebut.

Namun korban mengaku tidak puas dengan solusi dari ibu terduga pelaku. Pasalnya, pendeta yang adalah ibu pelaku, menghubungi korban dan meminta kasus yang menimpanya diselesaikan secara damai. Namun korban menolak.

"Cuma disuruh selesaikan karena kami berdua sudah dewasa. ‘Kalian kan sudah dewasa, kalian selesaikan saja berdua’," ceritanya sembari membaca kutipan pesan whatsapp ibu terduga pelaku.

Ayah korban Alfinus Octavianus meminta Polres Kabupaten Bogor segera menyelesaikan proses penyelidikan kasus tersebut. Apalagi kata Alfinus, anaknya kerap menangis pasca kejadian memilukan tersebut.

"Saya minta tolong polisi selesaikan. Tolong kami dibantu. Kami kan korban. Ini kejadian kriminal dan kami damai, enggak mungkin. Ini kriminal murni. Enggak bisa. Selesaikan secara hukum dan cepat selesai. Biar jera ini," ujar Alfianus, Sabtu (3/3/2024).

Ibu terduga pelaku pun tak membantah telah menghubungi korban. Namun permintaan tersebut disinyalir ditolak oleh pihak korban. "Kita berusaha untuk ketemu tapi susah. Pihaknya tidak mau dan mempolisikan. Tapi setelah itu kita tidak berbuat apa-apa. Kita tunggu proses," ujar sang pendeta saat dihubungi, Jumat (1/3/2024).

"Saya sebagai orang tua tidak pernah terpikirkan. Saya selama melayani di sini tidak pernah bermasalah. Keluarga saya juga tidak pernah bermasalah. Ini betul-betul, saya shock dengan hal ini," tambahnya.

Pendeta pun meminta agar kasus tersebut diselesaikan secara damai. Dia tak menyangkal anaknya telah melakukan tindakan di luar pengawasannya sebagai orang tua.

“Saya mau berdamai. Saya mau bicara baik-baik. Bukan berarti perbuatan ini tidak salah. Perbuatan ini betul-betul shock. Enggak pernah Saya bayangkan dan enggak pernah saya sangka," jelasnya.

 

Ditangani Polres Kabupaten Bogor

Sementara itu kedua orangtua korban mengambil langkah hukum atas kejadian tersebut. Korban dan keduanya orangtuanya tanpa didampingi pengacara melaporkan kasus tersebut ke Polres Kabupaten Bogor pada Selasa (5/12/2023). Laporannya pun diterima dengan LP/B/2263/XI/2023/SPKT/RES BGR/Polda JBR,tanggal 5 Desember 2023.

Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kabupaten Bogor pun langsung meminta korban untuk visum guna memenuhi bukti surat atas laporan tersebut. "Sudah visum dari rumah sakit langsung diserahkan ke polisi," jelasnya.

Sejumlah saksi pun telah diperiksa atas laporan tersebut. Hal tersebut diketahui dari surat pemberitahuan perkembangan hasil penelitian laporan tertanggal 6 Februari 2024. Saksi yang telah diperiksa berinisial MCB dan FAL.

Kanit PPA Polres Kabupaten Bogor Ipda Ndaru Cahya Diana membenarkan hal tersebut. "Saksi sudah semua (diperiksa-red)," ujar Diana saat dihubungi, Minggu (3/3/2024).

Menurut Diana, pihaknya akan melakukan gelar pertama perdana untuk menaikkan status laporan tersebut dari penyelidikan ke tingkat penyidikan. "Hasil(nya), kami akan gelarkan perkara ini untuk naik sidik," tukasnya.

Sementara pengacara korban, Nicolas Dammen menyoroti sikap Gereja yang tidak mendorong kasus tersebut ke ranah hukum. Meskipun kasus ini pelik bagi gereja, tetapi bagaimanapun penyelesaiannya harus memberi keadilan bagi korban sebagai prioritas utama.

"Jika Sinode Gereja Toraja ingin melakukan rekonsiliasi kehidupan berjemaat, maka upaya semacam itu tidak boleh menghambat proses hukum, karena kasus semacam ini bukan merupakan obyek penyelesiaan secara restorative justice," kata Nicolas, Senin (4/3/2024).

Lanjut Nicolas, pihak Sinode Gereja Toraja harus mendukung jalannya proses hukum di kepolisian. Hal tersebut mengisyaratkan sikap Sinode melawan kejahatan yang terjadi dalam institusi gereja.

"Sambil kita semua berharap, mudah-mudahan tidak ada korban lain di Jemaat Gunung Putri maupun di jemaat-jemaat sebelumnya yang sempat digembalakan oleh ibu terduga pelaku. Apalagi melihat sikap Majelis Gereja yang cenderung stereotype gender dalam memandang kasus ini," tukasnya. ***

Artikel Terkait