Nasional

Sekolah Demokrasi dan Launching Forum Juara:

Berharap Lahirnya Pemimpin dengan Gagasan dan Praktik Politik Baru

Oleh : very - Sabtu, 27/07/2024 19:42 WIB


Launching forum JUARA serta pembukaan Sekolah Demokrasi dan INDEF School of Political Economy yang diadakan oleh Universitas Diponegoro, Universitas Paramadina, KITLV Leiden, INDEF dan LP3ES pada Jumat (26/7). (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pembukaan Sekolah Demokrasi (SEKDEM) dan INDEF School of Political Economy (ISPE) merupakan momen spesial karena menggabungkan lembaga pemikir, akademisi, dan forum jurnalis di Indonesia dan Belanda.

SEKDEM dan ISPE menjadi momen spesial karena kondisi demokrasi Indonesia yang tergerus seiring dengan banyak pemimpin yang dipilih secara demokratis namun tidak menjalankan demokrasi.

Karena itu, hal tersebut diharapkan menjadi langkah awal untuk melahirkan kader pembaharuan yang dapat memajukan Indonesia menghadapi tantangan ke depan.

Demikian disampaikan oleh Wijayanto selaku Kepala Sekolah Demokrasi LP3ES dan Wakil Rektor Bidang Riset Universitas Diponegoro saat launching forum JUARA serta pembukaan Sekolah Demokrasi dan INDEF School of Political Economy yang diadakan oleh Universitas Diponegoro, Universitas Paramadina, KITLV Leiden, INDEF dan LP3ES pada Jumat (26/7).

Pembukaan sekolah demokrasi tersebut mengambil tema “Tantangan Ekonomi Politik Pemerintahan Baru: Menyambut Kabinet Prabowo – Gibran”,  yang dilaksanakan secara hybrid di University of Amsterdam dengan peserta PPI Belanda dan melalui zoom dengan peserta aktivis, jurnalis, akademisi serta mahasiswa.

Wija – sapaannya - memaparkan bahwa Indonesia saat ini dihantui permasalahan disinformasi yang sangat masif, mengubah pola pikir masyarakat luas terkait permasalahan Indonesia saat ini hingga menjadikan masyarakat terpolarisasi. Untuk itu UNDIP termotivasi menginisiasi pembentukan forum jurnalistik dan akademisi dalam forum Juara, sebagai langkah menghadang derasnya arus disinformasi tersebut.

Wija melanjutkan bahwa kaderisasi pemimpin bangsa melalui sekolah demokrasi ini penting dan relevan untuk mendorong lahirnya para pemimpin yang membela demokrasi di tengah gelombang kemunduran demokrasi yang tidak hanya melanda Indonesia (democratic decline) namun juga melanda dunia (Larry Diamond).

Salah satu faktor penyebab utamanya adalah adanya para pemimpin yang memunggungi demokrasi yang tidak komit pada aturan main demokratis yang melemahkan bahkan merusak institusi demokrasi.

Karena itu, acara tersebut diharapkan bisa melahirkan para kader pemimpin muda yang mampu menjawab berbagai tantangan zaman yang semakin kompleks dengan berbagai permasalahan seperti  perubahan iklim, ancaman krisis ekonomi, penyalahgunaan AI, cyber crime, dan perang yang masih berlangsung antara Ukraina dan Rusia dan di timur tengah yang semuanya bisa mengancam masa depan umat manusia.

Sekolah demokrasi ini penting untuk mendorong lahirnya pemimpin muda yang hadir dengan gagasan baru dan praktik-praktik politik baru, yang muncul karena memahami betul amanat penderitaan rakyat, bukan dari pengapnya rahim oligarki dan dinasti yang mempraktikkan nilai-nilai lama.

Prof. Ward Berenschot selaku peneliti senior KITLV Leiden, menyatakan bahwa kegiatan ini sangat penting sebagai medium dalam bertukar ide secara sehat demi kemajuan Indonesia.

“Saya mengapresiasi pembentukan forum JUARA sebagai jembatan peneliti/akademisi dengan jurnalis untuk diskusi publik yang lebih kritis yang diharapkan dapat memberikan angin segar bagi demokrasi Indonesia” kata Ward.

Pendiri INDEF, Peneliti Senior LP3ES dan Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini mengatakan pentingnya memperjuangkan demokrasi. “Perjalanan demokrasi di Indonesia sudah tidak berjalan dengan baik yang mana telah banyak terjadi praktik ‘politik uang’. Sehingga peneliti harus menemukan inovasi dalam menanggulangi hal-hal ini, serta jurnalis juga harus jeli dalam meneliti hal-hal ini demi menjaga berjalannya demokrasi yang aman,” tuturnya.

Ketua Dewan Pengurus LP3ES, Abdul Hamid mengatakan bahwa forum tersebut sangat penting dalam menyongsong pemerintahan baru karena memiliki cacat permanen dalam beberapa tahun ke depan yang dianggap mampu menimbulkan kerusakan. “Pemerintahan ini berangkat dari polarisasi, sehingga menimbulkan ketidakadilan sosial yang luar biasa,” katanya.

Ia berharap program-program ini mampu digagas dan dijalankan pada elemen bangsa yang lebih luas sehingga masyarakat dapat mengetahui masa depan bangsa dan mampu membentuk masa depan yang lebih baik.

 

Keprihatinan Mendalam

Rektor Universitas Diponegoro Prof. Suharnomo secara resmi membuka forum JUARA tersebut. Dia berharap agar forum ini mampu menyuarakan permasalahan masyarakat luas dari kacamata akademis sehingga didengar ke publik. 

“Demi meningkatkan efektivitas publikasi dalam menyuarakan permasalahan masyarakat luas. UNDIP ikut terlibat dalam mengadakan sekolah demokrasi dan ISPE dalam menghasilkan forum JUARA,” pungkasnya.

Pembentukan forum Juara tersebut didasarkan atas keprihatinan yang mendalam terhadap tiga situasi.

Pertama, sesaknya ruang publik dengan kabar bohong, ujaran kebencian, kekerasan verbal dan diskriminasi, juga berbagai bentuk kedangkalan lainnya yang tersebar dengan sangat masif di antara warga. Pasalnya, ekosistem digital digerakkan oleh algoritma media sosial yang menyesatkan. 

Kedua, komunikator ruang publik kita disesaki oleh para pembuat konten yang sangat menarik dan gampang viral, namun bukan berdasarkan pada metodologi yang kuat, penalaran yang benar, dan data yang sahih.

Ketiga, dari sisi komunikan (penerima pesan) kita dihadapkan pada literasi membaca bangsa ini yang masih rendah. Karena literasi yang rendah ini, kabar bohong mudah sekali menjadi viral dan dianggap sebagai kebenaran.

Studi yang dilakukan Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2023 menemukan bahwa Indonesia menempati peringkat 70 dari 80 negara dengan skor literasi membaca 359.  PISA yang merupakan studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang diikuti sekitar 80 negara di seluruh dunia

Berdasarkan tiga keprihatinan di atas, jurnalis dan akademisi perlu berkolaborasi untuk menghadirkan kebenaran di ruang publik kita demi melawan ekosistem digital yang dipenuhi oleh polusi, menghadang pembuat konten yang menyesatkan, demi meningkatkan literasi publik kita.

Dalam jurnalisme ada kode etik dan prosedur jurnalistik tertentu untuk sampai kepada kebenaran.  Jenis kebenaran itu adalah kebenaran jurnalisme, artinya kebenaran yang didapatkan melalui serangkaian prosedur jurnalistik. Berdasarkan diskusi kelompok terarah dengan ribuan jurnalis di Amerika, Bill Kovach dan Rosenstiel (2020) menyebutkan bahwa ada 9 elemen jurnalisme seperti, antara lain: setia pada kebenaran, disiplin verifikasi, berpihak kepada warga sebagai nilai-nilai yang mengarahkan kerja jurnalisme. Karena itu, jurnalis dan akademisi perlu bergandengan tangan untuk menjadi JUARA!

Artikel Lainnya