
Penulis: Defiyan Cori
Ekonom Konstitusi
Pembentukan Badan Otoritas Penerimaan Negara (BOPN) jelas merupakan tindakan pemborosan atau inefisiensi anggaran negara. Apalagi hal ini dilakukan pasca Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto mengambil kebijakan penghematan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atas sejumlah Kementerian/Lembaga Negara. Justru tindakan naif kemudian membentuk BOPN dengan alasan memisahkan fungsi penerimaan (fiskal) dengan belanja (pengeluaran) negara yang merupakan satu paket dalam pengelolaan keuangan negara berdasar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003).
Apabila, pemisahan ini terkait dengan dominasi Menteri Keuangan (Menkeu) dalam kebijakan pengelolaan fiskal jelas tidak masuk akal (logis) dan bertentangan dengan konstitusi diatasi melalui pembentukan lembaga baru. Bahkan, walaupun kami berbeda mazhab dan pandangan ekonomi atas berbagai kebijakan Menkeu Sri Mulyani, namun begitu dalam hal pembentukan BOPN ini kami juga menolak dan apa alasan kemendesakannya (urgensinya)? Apakah negara dalam keadaan darurat sipil/militer? Yang harus dipisahkan seharusnya dari Kementerian Keuangan adalah kewenangan anggarannya sehingga aspek PERENCANAAN dan ANGGARAN melekat pada fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) bukanlah dengan memisahkan fungsi penerimaan dan belanja negara dari Kemenkeu.
Pertanyaannya, apakah benar dalam dokumen internal tim kampanye pemenangan Presiden Prabowo Subianto yang bertajuk Operasionalisasi Program Hasil Terbaik Cepat menilai, bahwa alasan pembentukan BOPN sebagai langkah strategis untuk mengonsolidasikan dan meningkatkan efektifitas sistem perpajakan nasional? Jelaslah, alasan ini malah tidak strategis dan bertolak belakang dengan alasan konsolidatif dan efektifitas perpajakan nasional sebab penerimaan negara tidak hanya dari sumber pajak. Pembentukan BOPN yang diyakini akan memisahkan fungsi pemungutan pajak dari fungsi regulasi fiskal dengan tujuan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dengan sistem digital, menyatukan basis data nasional malah tidak akan tercapai.
Sebab, persoalan kepatuhan terhadap pajak adalah domain penegakan hukum oleh para aparat negara terhadap setiap pelanggaran ketaatan atas hukum dan konstitusi serta kinerjanya, bukan permasalahan kewenangan kelembagaan Kemenkeu. Yang mendesak (urgent) harus diambil tindakan oleh Presiden RI, adalah membubarkan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) yangmana lembaga inilah selama ini merusak mekanisme teknokratik perencanaan dan anggaran negara! DPR RI memang memiliki kewenangan dalam aspek penganggaran (budgeting) tetapi efektifitas perencanaan dan anggaran negara juga terlalu berbelit oleh intervensi yang terlalu teknis.
Salam