Nasional

Tandai Ulang Tahun ke-10, Indonews.id Gelar Diskusi Publik Bahas Isu Royalti di The Balai Sarwono

Oleh : Rikard Djegadut - Kamis, 28/08/2025 08:06 WIB


Foto: (Ki-ka) (Pemred) INDONEWS.ID, Asri Hadi; Yuno Abeta Lahay (Waketum Bidang Organisasi PHRI); Markus Rozano Antar Prasetyo atau biasa disapa Kepra (Praktisi Komunikasi, Penyiaran dan Penyelenggaraan Event); Pendiri Pusat Studi Ekosistem Musik, Candra Darusman dan Sandy Canester selaku Musisi Indonesia di The Balai Sarwono, Rabu (27/8/25/Rikard Djegadut)

 

Jakarta, INDONEWS.ID – Dalam rangka merayakan hari jadinya yang ke-10, Indonews.id menggelar diskusi publik bertajuk “Isu Royalti Terkini dan Kedepan” di The Balai Sarwono, Jalan Madrazah No.14, Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2025).

Acara ini menghadirkan dua pembicara utama, yakni Yuno Abeta Lahay, Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi PHRI, serta Markus Rozano Antar Prasetyo atau akrab disapa Kepra, seorang praktisi komunikasi, penyiaran, dan penyelenggaraan event.

Diskusi dipandu langsung oleh Pemimpin Redaksi INDONEWS.ID, Asri Hadi. Mantan ASN yang kini dipercaya memimpin media ber-tagline “Orang Penting Baca Indonews” ini menekankan bahwa isu royalti bukan hanya menyangkut hak para pencipta dan pelaku industri kreatif, tetapi juga berkaitan dengan tata kelola industri hiburan dan pariwisata secara lebih luas.

“Tema ini kami pilih karena relevan dengan perkembangan zaman. Royalti merupakan bagian dari penghargaan terhadap karya dan kerja kreatif yang harus dikelola secara profesional dan transparan,” ujar Asri Hadi dalam sambutannya.

Diskusi berlangsung interaktif dengan para peserta yang terdiri dari akademisi, praktisi media, pelaku industri hiburan, serta mahasiswa. Sejumlah pandangan kritis pun mengemuka, mulai dari pentingnya transparansi lembaga pengelola royalti hingga kebutuhan adaptasi regulasi di era digital.

Perayaan 10 tahun Indonews.id melalui forum diskusi ini diharapkan dapat memperkuat peran media dalam membangun ruang dialog publik yang sehat, sekaligus mendorong solusi konkret bagi isu-isu strategis di sektor kreatif dan industri terkait.

Pendiri Pusat Studi Ekosistem Musik sekaligus mantan Pengawas Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Candra Darusman, menilai bahwa penguatan regulasi dan sistem pengelolaan royalti sangat penting agar keadilan bagi para pencipta dan pelaku musik benar-benar terwujud.

Demikian disampaikan artis solo yang terkenal dengan lagu bekennya Kau dan Kekagumanku saat ditemui awak media usai menjadi pembicara dalam diskusi publik yang digelar Indonews.id bertema "Isu Royalti Terkini dan Kedepan" bertempat di The Balai Sarwono, Jl. Madrazah No.14, di Kawasan Jakarta Selatan, Rabu (27/8/25).

“Kita juga harus mengangkat di antara polemik ini bahwa ada sekitar 30 ribu tempat di Indonesia yang membayar royalti. Ini jarang sekali diangkat, padahal menandakan bahwa tingkat adopsi dari pembayaran royalti itu ada. Sekarang kita ingin ada keadilan. Mereka sudah menghargai, sementara yang lain belum. Jadi, saatnya kita menyadarkan yang belum menghargai agar bergabung dengan mereka yang sudah membayar,” ujar Candra.

Narasumber lain, Markus Rozano Antar Prasetyo atau biasa disapa Kepra selaku Praktisi Komunikasi dan Penyiaran dan Penyelenggaraan Event mengatakan, DPR dan pemerintah harus memisahkan antara event organizer dengan promotor meski kadang pekerrjaan itu ditangani oleh satu orang. Antara dua pekeejaan itu harus jelas pemisahaanya bukan seperti draf saat ini dua itu jadi satu. 

"Saat diskusi saya mengusulkan di Undang-Undang itu tolong dibedakan bukan EO/Promotor, EO sendiri promotor sendiri, penggunanya apa ini harus jelas. Namanya Undang-Undang ya harus jelaslah", ungkapnya. 

Maka menurutnya, Undang-Undang itu memang harus direvisi karena masih banyak celah-celahnya, jadi nanti akan ada multi tafsir di poin-pointnya. Hal itulah yang harus dirapatkan dan dibenahi. 

Selanjutnya, selaku Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor,  dr. Yuno Abeta Lahay menekankan pentingnya penerapan prinsip keadilan serta pengawasan yang transparan dalam sistem distribusi royalti. Hal itu, menurut Lahay, demi melindungi hak-hak pencipta, musisi, dan pelaku industri kreatif. Yuno menilai bahwa meskipun regulasi terkait royalti terus mengalami perkembangan, praktik di lapangan masih menghadapi sejumlah persoalan.

Permasalahan itu antara lain ketidakjelasan mekanisme perhitungan, lemahnya transparansi, hingga minimnya pengawasan terhadap lembaga pengelola royalti.

“Keadilan dalam distribusi royalti bukan sekadar angka di atas kertas, tetapi tentang bagaimana memastikan para pencipta mendapatkan haknya secara proporsional dan transparan. Tanpa pengawasan yang efektif, potensi kebocoran dan ketimpangan akan terus terjadi,” ujar Yuno.

Bintang tamu dalam diskusi, Sandy Canester yang merupakan seorang penyanyi juga penulis lagu ini menyoroti pentingnya sistem royalti yang adil, transparan, dan akuntabel demi melindungi hak para pelaku industri musik. Dikatannya keberlanjutan karya seni hanya bisa terwujud apabila hak-hak musisi dihargai dan dihormati.

Menurut Sandy, musisi Indonesia berhak mendapatkan perlindungan yang jelas atas karya-karya mereka. Sistem royalti yang transparan bukan hanya soal keadilan, tetapi juga penghargaan terhadap kreativitas.

“Kita semua punya peran dalam memastikan karya musik mendapatkan apresiasi yang layak. Dengan adanya diskusi seperti ini, semoga akan lahir kebijakan yang benar-benar berpihak pada para kreator,” pungkas Sandy.*

Artikel Lainnya