INDONEWS.ID

  • Jum'at, 07/09/2018 06:01 WIB
  • BMKG : Puncak Musim Hujan Januari-Februari 2019.

  • Oleh :
    • luska
BMKG : Puncak Musim Hujan Januari-Februari 2019.
Ilustrasi hujan lebat (istimewa)

Jakarta, INDONEWS.ID - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memprediksi bahwa awal musim hujan 2018/2018 akan terjadi pada Oktober-November-Desember 2018. Pada setiap wilayah berbeda-berbeda memasuki musim hujan.

Sementara itu, puncak musim hujan 2018/2019 terjadi pada Januari-Februari 2019.

Baca juga : BMKG : Waspada Potensi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan

" Musim kemarau diperkirakan berlangsung hingga September 2018, dimana puncak kekeringan berlangsung selama Agustus-September," jelas Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Kamis (6/9/2018).

Untuk diketahui, sebagian besar kekeringan melanda wilayah Jawa dan Nusa Tenggara. Beberapa daerah yang mengalami kekeringan cukup luas adalah Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, NTT dan Lampung.

Baca juga : Modifikasi Cuaca, Strategi BMKG Minimalisir Cuaca Ekstrem Selama Lebaran

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi kekeringan saat ini telah dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dibantu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dunia usaha dan relawan dengan mengirimkan droping air bersih melalui mobil tangka air. Jutaan liter telah didistribusikan kepada masyarakat.

" BNPB juga menyiapkan anggaran dana siap pakai sebesar Rp 50 Miliar rupiah untuk mengatasi kekeringan di daerah. Bantuan bersifat darurat dengan suplai air, pengadaan tandon air, sewa mobil tangki air, pembangunan bak penampung air, pembangunan sumur bor dan lainnya yang bersifat darurat," jelas Sutopo.

Baca juga : BMKG: Gempa Berkekuatan 5,7 Magnitudo Guncang Bayah Banten

Dijelaskan Sutopo, bencana gempabumi yang beruntun dan merusak di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa telah menyebabkan dampak kekeringan lebih meningkat.

Jaringan pipa air bersih rusak sehingga menyebabkan pasokan air bersih berkurang. Masyarakat yang berada di pengungsian jauh dari sumber air yang sebelum terjadi gempa dipenuhi kebutuhan airnya dari PDAM, air sumur, jaringan distribusi air bersih dan lainnya.

Saat ini di pengungsian mengandalkan pada bantuan distribusi air dari mobil tangki air, bak penampungan air dan sumur bor yang dibangun pemerintah, dan lainnya. Wilayah NTB, sesungguhnya sudah mengalami kekeringan dan krisis air sebelum terjadi bencana gempabumi.

"Wilayah NTB sudah alami kekeringan dan krisis air sebelum gempa. Dengan adanya bencana gempa, maka dampak kekeringan bagi penduduk menjadi lebih meningkat," terang. (Lka)

Artikel Terkait
BMKG : Waspada Potensi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan
Modifikasi Cuaca, Strategi BMKG Minimalisir Cuaca Ekstrem Selama Lebaran
BMKG: Gempa Berkekuatan 5,7 Magnitudo Guncang Bayah Banten
Artikel Terkini
Kebangkitan Nasional, Momentum Meraih Kedaulatan Melalui Indonesia Cerdas
Menko Airlangga Ungkap Potensi Ekonomi Digital Indonesia dan Keanggotaan OECD
Wujudkan Indonesia Emas 2045 Sektor Air, Menteri Basuki: Kuncinya pada Reformasi Kelembagaan
PNM Raih Penghargaan Skala Internasional Kategori Best Islamic Currency Deal - Indonesia
Keluarga Besar IPDN Serahkan Bantuan Korban Banjir Bandang Tanah Datar Kepada Bupati Eka Putra
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas