INDONEWS.ID

  • Kamis, 22/11/2018 14:32 WIB
  • Direktur BNPT Paparkan Cara Kerja Kelompok Radikal

  • Oleh :
    • very
Direktur BNPT Paparkan Cara Kerja Kelompok Radikal
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. Ir. Hamli, ME, saat memberikan kuliah kebangsaan di Akademi Center Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah, Palembang, Rabu (21/11/2018). (Foto: ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Serangan propaganda radikalisme dan terorisme ke lingkungan kampus di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Bahkan dalam beberapa hari ini ramai diberitakan tentang beberapa kampus yang terpapar radikalisme. Fakta ini harus dilawan oleh para mahasiswa sebagai sasaran utama propaganda paham-paham negatif tersebut. Bila tidak maka, kehancuran generasi muda harapan Indonesia serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tinggal menunggu waktu.

“Adik-adik mahasiwa harus bisa melakukan kontra narasi terhadap propaganda radikalisme yang masuk ke kampus dan bersama-sama dengan kami (BNPT) melawan hoax, radikalisme, terorisme, baik secara online maupun online,” ujar Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. Ir. Hamli, ME, saat memberikan kuliah kebangsaan di Akademi Center Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah, Palembang, Rabu (21/11/2018).

Baca juga : Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78

Kuliah Kebangsaan itu juga menghadirkan dua narasumber lain yaitu Kapolda Sumatera Selatan Irjen (Pol) Drs. Zulkarnaen Adinegara dan Rektor UIN Raden Fatah Prof. Drs. Prof. Drs. H.M. Sirozi, M.A., PhD.

Hamli melanjutkan, di era milenial sekarang ini, kecanggihan teknologi komunikasi menjadi sarana utama kelompok radikal tersebut dalam melancarkan propaganda. Bahkan di awal munculnya terorisme, bos Al Qaeda Osama bin Laden sudah mencanangkan programnya untuk menguasai komunikasi dan dunia maya dalam menyebarkan propaganda dan rencana aksi mereka.

Baca juga : Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum

Strategi itu dilanjutkan oleh kelompok teroris lainnya, ISIS, yang juga sukses merekrut pengikut dari seluruh penjuru dunia, melalui komunikasi dunia maya.

Generasi muda, terutama mahasiswa yang dikenal kritis dan haus pengetahuan, tetap menjadi target. Fakta itu harus benar-benar disadari para generasi muda, apalagi faktanya di Indonesia sudah banyak kampus yang terpapar radikalisme dan terorisme.

Baca juga : Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

“Mahasiswa dan generasi muda pada umumnya, memiliki potensi besar dalam melawan propaganda yang ingin merongrong kedamaian dan keutuhan NKRI itu. Tentunya dengan cara, gaya, dan bahasa anak muda,” imbuh Brigjen Hamli.

Ia melanjutkan bahwa peran aktif mahasiswa dan generasi muda membuat kontra narasi melawan propaganda radikalisme sangat penting.

Pasalnya, konflik yang terjadi di Timur Tengah, itu berawal dari radikalisme yang kemudian memuncak menjadi terorisme. Berawal dari perang propaganda, baik itu melalui hoax, ujaran kebencian,  berakhir menjadi perang saudara.

Kondisi ini juga pernah terjadi di Indonesia yaitu saat konflik Poso dan Ambon. Di sana, para pelaku radikalisme juga masuk sehingga kasus itu sangat sulit diselesaikan. Begitu juga di negara tetangga Filipina, di Marawi.

“Intinya kelompok radikal selalu mencari daerah konflik untuk melakukan jihad, buat mereka jihad itu perang, bukan yang lain. Padahal dalam islam, jihad itu tidak hanya perang, tapi jihad dengan menuntut ilmu dan mencari nafkah,” jelas Brigjen Hamli.

Jenderal bintang satu yang juga ahli kimia ini memaparkan berbagai fenomena terorisme, terutama di Indonesia. Diawali potensi ancaman di Indonesia. Menurutnya, potensi ancaman radikalisme di Indonesia sangat besar karena Indonesia terdiri dari berbagai macan agama, suku, ras, dan lain-lain. Hal ini harus terus direduksi dan salah satunya dengan penyebaran konten positif di media sosial.

Untuk itu, Hamli mengajak para generasi muda untuk waspada terhadap lingkungan. Pasalnya, mereka-mereka yang terlibat kelompok radikalisme dan terorisme biasanya menggunakan narasi-narasi yang dibangun untuk mempengaruhi targetnya.

Menurutnya, narasi yang dibangun kelompok radikal biasanya mengangkat isu bahwa Islam terdzolimi, Islam dipojokkan, Islam dianaktirikan. Selain itu, mereka juga suka menggunakan sentimen kepentingan asing.

“Kalau ada kata itu Anda harus waspada. Mereka selalu membawa emosi agar kita melawan asing, pemerintah, yang dianggapi mendzolimi umat Islam. Ketika itu dilontarkan maka harus waspada dan harus bertanya kepada orang yang lebih tahu, tanya ke dosen, rektor, kiai, ulama, yang lebih paham,” tandas Brigjen Hamli. (Very)

 

Artikel Terkait
Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78
Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum
Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Artikel Terkini
Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78
Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum
Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Pj Bupati Maybrat Diterima Asisten Deputi Bidang Pengembangan Kapasitas SDM Usaha Mikro
Pj Bupati Maybrat Temui Tiga Jenderal Bintang 3 di Kemenhan, Bahas Ketahanan Pangan dan Keamanan Kabupaten Maybrat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas