Jakarta, INDONEWS.ID - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta mencari solusi untuk memperbaiki kualitas udara yang dinilai kian memburuk. Salah satunya dengan cara lebih aktif lagi mensosialisasikan penggunaan trasportasi publik dan penghijauan.
"Mendorong penggunaan public transport yang lebih luas dan integrasi. Sehingga betul-betul mendorong orang menggunakan transportasi publik yang lebih hemat dan nyaman," ujar Pengamat Tata Kota dan Lingkungan, Yayat Supriyatna, Selasa, (2/7/2019).
Tidak hanya itu, dengan kualitas udara yang buruk ini, Yayat juga menyarankan kepada masyarakat untuk menggunakan masker selama beraktifitas di luar ruangan.
"Kalau mau selamat, sosialisasi pemakaian masker. Artinya Pemprov DKI harus ada langkah-langkah konkret yang terukur dalam jangka pendek," imbhnya.
Disebutkan Yayat, bahwa ruang terbuka hijau yang saat ini sangat minim di ibu kota. Banyak gedung-gedung yang menjulang tinggi tidak sebanding dengan jumlah pepohonan yang ditanam, hal tersebut sangat berkontribusi besar pada kualitas udara di Jakarta.
"Jalan Thamrin dan Sudirman itu panas sekali, walaupun ada pohon yang baru ditanam akibat penataan pedestrian. Tapi tidak sebanding. Polusinya meningkat kasihan yang berjalan kaki. Lebih banyak menghirup karbondioksida," bebernya.
Mencungkil dari situs Airvisual.com, Senin, 1 Juli 2019, Jakarta menempati posisi pertama dengan indeks kualitas udara (AQI) sebesar 178. Untuk di ketahui, AQI tersebut memiliki rentang dari 0 hingga 500. Maka, semakin rendah AQI berarti udara sangat baik. Sebaliknya, jika semakin tinggi AQI berarti udara makin buruk.
Sementara itu, posisi Jakarta disusul Chengdu, Tiongkok, di posisi kedua dengan AQI sebesar 161. Sementara itu, Dubai, Uni Emirat Arab, ada di peringkat ketiga dengan AQI sebesar 154. AQI ketiga kota ini dikategorikan tidak sehat. (rnl)