INDONEWS.ID

  • Sabtu, 21/09/2019 13:42 WIB
  • Begini Penjelasan Menkumham Terkait RKUHP Yang Mengancam Kebebasan Pers

  • Oleh :
    • Ronald
Begini Penjelasan Menkumham Terkait RKUHP Yang Mengancam Kebebasan Pers
Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly mengaskan bahwa pemerintah tidak melarang kebebasan pers di Tanah Air. (Foto : Ilustrasi)

Jakarta, INDONEWS.ID - Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly menanggapi adanya kritikan terhadap beberapa Pasal di dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai mengancam kebebasan berpendapat dan pers. Menurutnya, pemerintah tidak melarang kebebasan pers di Tanah Air.

Namun, dia menekankan bahwa kebebasan yang dimaksud bukanlah bebas yang tanpa batas. Sebab, apabila kebebasan itu berlebihan, maka akan menimbulkan anarkisme di kemudian hari. 

Baca juga : Politikus PSI Surya Tjandra Calon Wamen Kemenkumham

"Jadi kalau pers jelas, saudara dilindungi UU Pers," ucap Yasonna Laoly, di kanronya Gedung Menkumham, Jakarta, Jumat (20/9).

Ia mencontohkan salah satu pasal yang dianggap mengancam kebebasan pers, yakni mengenai pasal contempt of court (CoC). Pasal itu memuat larangan mempublikasikan informasi apapun seputar proses penyelenggaraan peradilan yang bersifat tertutur dan dapat mengganggu independensi pengadilan dalam memutus perkara.

Baca juga : Menkumham Ajak Jajarannya Bekerja Cepat dan Tinggalkan Pakem Lama

Yasonna menilai hal itu sama dengan pernyataan off the record dari pihak narasumber yang berarti tidak dapat ditulis oleh seorang jurnalis guna menjaga kredibilitasnya. 

"Sudah hakim mengatakan rapat tertutup, anda malah bikin beritanya, itu kan gak bisa," ucapnya. 

Dirinya juga kembal mencontohkan terkait Pasal 219 tentang Penghinaan terhadap presiden yang sebelumnya telah dibahas di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, dalam RKUHP kekinian pasal tersebut merupakan delik aduan.

Baca juga : Pasal Kontroversial Penghinaan Presiden Di RKUHP, Menkumham Sebut Tidak Ada Larangan Mengkritik Pemerintah

"Itu tidak bertentangan dengan keputusan MK, dia menjadi delik aduan. Jadi ini memang kita buat mengakomodasi sebaik mungkin," pungkasnya.

Sebelumnya hal ini banyak menuai pertanyaan, termasuk dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers. Keduanya mencatat ada 10 poin dalam RKUHP yang berpotensi mengancam kebebasan berekspresi den kebebasan pers. 

Kesepuluh poin tersebut di antaranya adalah: Pasal 219 tentang penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden, pasal 241 soal penghinaan terhadap pemerintah, pasal 247 terkait hasutan melawan penguasa, pasal 262 yang mengatur penyiaran berita bohong, dan pasal 263 terkait berita tidak pasti.

Kemudian pasal 305 tentang penghinaan terhadap agama, pasal 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, pasal 440 soal pencemaran nama baik, dan pasal 444 mengatur pencemaran orang yang sudah meninggal.

Presiden Joko Widodo kemarin telah meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pengesahan RKUHP karena ada sekitar 14 pasal yang harus ditinjau ulang.

Jokowi berharap pengesahan RKUHP itu dilakukan DPR periode 2019-2024, setelah mendapat tambahan masukan dan usulan dari masyarakat melalui Menkumham. Revisi KUHP ini sudah dimulai sejak 2016 lalu namun kerap tertunda.

"Jadi saya kira kita mengatur keputusan ini secermat mungkin. Itu terkait penghinaan Presiden dan Wapres," tandasnya.

Artikel Terkait
Politikus PSI Surya Tjandra Calon Wamen Kemenkumham
Menkumham Ajak Jajarannya Bekerja Cepat dan Tinggalkan Pakem Lama
Pasal Kontroversial Penghinaan Presiden Di RKUHP, Menkumham Sebut Tidak Ada Larangan Mengkritik Pemerintah
Artikel Terkini
Menko Airlangga dan Dubes Lee Sang Deok Bahas Penguatan Kerja Sama Hingga Rencana Kunjungan Kerja ke Korea Selatan
PTPN IV Regional 4 Sebar 900 Paket Sembako di Sumbar dan Jambi
Pj Bupati Maybrat Lakukan Kunjungan ke SMPN 2 Aifat
Sari Ater Bangun Cable Car Perkuat Daya Tarik Wisatawan
PIS Dukung Pemerintah Indonesia Wujudkan Kemerdekaan Palestina
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas