INDONEWS.ID

  • Senin, 27/01/2020 15:30 WIB
  • KemenkumHAM Bentuk Tim Gabungan Buru Masiku, Pengamat: Justru Menambah Panjang Daftar Dosa Yasona

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
KemenkumHAM Bentuk Tim Gabungan Buru Masiku, Pengamat: Justru Menambah Panjang Daftar Dosa Yasona
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia selaku Advokat Perhimpunan Advokat Indonesia Petrus Selestinus (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Rencana Menkum HAM RI Yasona Laoly membentuk Tim Gabungan untuk memburu Harun Masiku, tersangka kasus dugaan suap pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) calon legislatif Partai PDIP merupakan langkah liar dan justru hanya akan menambah panjang daftar dosa Yasona Laoly di hadapan publik Indonesia. Yasona dinilai semakin tidak fokus pada tugas utamanya dan menunjukkan keterlibatannya pada kepentingan Harun Masiku dan  DPP PDIP lebih dominan.

Baca juga : Usulan Partai Nasdem Soal Perjanjian dalam Hak Angket Dinilai Melecehkan Anggota DPR

Demikian diungkapkan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia selaku Advokat Perhimpunan Advokat Indonesia Petrus Selestinus dalam keterangan pers yang diterima Redaksi Indonews.id di Jakarta, pada Minggu, (26/1/2020). 

Padahal, kata Petrus, Harun Masiku bukanlah sosok seorang penjahat besar yang sangat membahayakan bagi keamanan negara, sehingga membutuhkan peran ekstra Kemenkum HAM. Petrus menambahkan, pun seandainya Harun Masiku adalah buronan KPK, tugas memburu tersebut adalah domain kepolisian, dalam hal ini Polri.

Baca juga : Pemberian Pangkat Istimewa pada Prabowo, TPDI: Presiden Jokowi Tidak Pertimbangkan Rasa Keadilan Korban

"Seandainya-pun buronan KPK Harun Masiku ini dianggap berbahaya bagi negara, quod non, maka tugas memburu Harun Masiku sepenuhnya adalah tugas Polri bukan tugas Menkum HAM, tugas Menkum HAM sudah selesai yaitu mencekal Harun Masiku dan siap hadir kalau dipanggil KPK," ungkap Petrus bingung.

Maka dari itu, Koordinator TPDI ini mengaja masyarakat Indonesia untuk mempertanyakan soal apa urgensi Yasona Laoly membentuk Tim Gabungan Pemburu Harun Masiku dengan melibatkan organ  Inspektorat Jenderal Kemenkum HAM, Direktorat Siber Bareskrim, Badan Siber dan Sandi Negara, Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Ombudsman RI.

Baca juga : Diduga Backing TPPO, Koordinator TPDI Minta Oknum BIN Dinonaktifkan

"Bukankah badan-badan ini memiliki peran berbeda, dan tidak memiliki wewenang menangkap tersangka buronan KPK Harun Masiku,"tanya Petrus bingung. 

Yasona Laoly, lanjut Petrus, akan  sangat berdosa terhadap bangsa ini, jika hanya demi seorang Harun Masiku, Yasona Laoly tanpa malu-malu mencampuradukan tugas sebagai Ketua Partai dengan tugas sebagai Menkum HAM. Petrus menilai, Yasona tidak bisa membedakan kapan harus bertindak sebagai Ketua DPP PDIP dan kapan bertindak sebagai Menkum HAM.

"Ini namanya membonceng Institusi Kementerian Hukum dan HAM untuk kepentingan PDIP memburu Harun Masiku," tegas Petrus. 

Sehingga, Petrus menyimpulkan, Pembentukan Tim Gabungan Pemburu Harun Masiku bisa dimaknai sebagai sebuah pengalihan isu atau upaya membela diri Yasona Laoly atas sebuah kebohongan publik pada tanggal 16 Januari 2020. Di mana, sebelumnya, Yasona menyebut Harun Masiku masih berada di Singapura, padahal menurut fakta dan sistim yang dimiliki Yasona Laoly, Harun Masiku tercatat sudah kembali ke Indonesia pada tanggal 7 Januari 2020, sehari sebelum OTT KPK pada tanggal 8 Januari 2020.

Lebih lanjut Petrus menjelaskan Pembentukan Tim Gabungan Pemburu Harun di bawah payung Kemenkum HAM jelas meyalahi UU karena hendak mencampuradukan wewenang instansi lain (KPK). Sebab masih ada wewenang KPK untuk menangkap, tetapi Kemenkum HAM, ORI, Kemenkominfo juga mau menangkap. 

"Ini jelas anomali dengan UU Administrasi Pemerintahan yang melarang pejabat mencampuradukan wewenang. Kemenkum HAM tidak boleh jadi alat Partai Politik dan menegasikan wewenang KPK untuk menangkap tersangka KPK Harun Masiku,"tandas Petrus. 


Karena pada dasarnya, Petrus menambahkan, Harun Masiku tidak memiliki hubungan secara subordinasi dengan Kemenkum HAM. Demikian pula PDIP tidak memiliki hubungan secara struktur dan operasional dengan Kemenkum HAM. 

Oleh karena itu, lanjut Petrus Institusi atau Organ-Organ Negara seperti Inspektorat Jenderal Kemenkum HAM, Direktorat Siber Bareskrim dan Ombudsman RI harus secara tegas menolak pembentukan Tim Gabungan Pemburu Harun Masiku karena tidak ada urgensi dan korelasinya dengan wenang KPK memburu tersangka Harun Masiku. 

Petrus mengingatkan, Inspektorat Jenderal Kememkum HAM sebaiknya fokus pada tugas-tugas pengawasan internal Kementerian Hukum dan HAM.

 "Termasuk jika perlu membentuk tim khusus untuk memeriksa Yasona Laoly dan Rony Sompy karena diduga melakukan kebohongan publik atau menyampaikan informasi tidak benar kepada publik dan mengacak-acak keberadaan Harun Masiku untuk mengganggu kinerja KPK," tutup Petrus. 

Artikel Terkait
Usulan Partai Nasdem Soal Perjanjian dalam Hak Angket Dinilai Melecehkan Anggota DPR
Pemberian Pangkat Istimewa pada Prabowo, TPDI: Presiden Jokowi Tidak Pertimbangkan Rasa Keadilan Korban
Diduga Backing TPPO, Koordinator TPDI Minta Oknum BIN Dinonaktifkan
Artikel Terkini
Kerja Sama Indonesia-Singapura Terus Berlanjut, Menko Airlangga Bahas Isu-Isu Strategis dengan Menteri Luar Negeri Singapura
Serius Maju Pilgub NTT 2024, Ardy Mbalembout Resmi Mendaftar di DPD Demokrat
Sekjen Kemendagri Dorong Pemprov DKI Jakarta Optimalkan Pengelolaan Urbanisasi
Peringati Hari Kartini, Ketua DWP Kemendagri Bicara Soal Pemimpin Wanita Masa Kini
Pj Bupati Maybrat Jajaki Kerjasama dengan Asdep Pengembangan Logistik Nasional
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas