Jakarta,INDONEWS.ID - Universitas Indonesia melalui Sekolah Kajian Stratejik dan Global, menggelar diskusi publik dengan mengangkat tema` Penanganan Korban Aksi Terorisme Pasca UU No.5 Tahun 2008. Diskusi ini dilaksanakan di Gedung IASTHL LT.3 Kampus UI Salemba. Jakarta,(12/02/2020)
Bebeberapa nasumber yang dihadirkan dalam diskusi publik kali ini yakni Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksis dan Korban(LPSK), Edwin Partogi Pasaribu, Ketua Prik KT dan Dosen Kajian Terorisme SKSG UI, Benny Mamoto, Penyintas Aksi Terorisme Kedutaan Australia, Iwan Setiawan dan Dosen Fakultas Hukum UI, Sri Laksmi Anindita.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban(LPSK), Edwin Partogi Pasaribu dalam pemaparannya menjelaskan, upaya penanganan korban aksi terorisme sebenarnya tidak perlu menunggu laporan dari korban. Negara langsung turun tangan memberikan pertolongan karena ada perintah dari UU untuk memberikan bantuan kepada korban setelah kejadian berlangsung.
"Penanganan korban kejahatan terorisme tidak perlu menunggu laporan dari korban, LPSK langsung memberikan bantuan kepada korban sesaat setelah kejadian terjadi," kata Edwin.
Edwin Partogi Pasaribu kembali menjelaskan, negara sebenarnya telah melakukan berbagai macam upaya untuk melindungi korban aksi terorisme. Upaya ini dilakukan tidak hanya kepada korban kejahatan terorisme yang terjadi di dalam negeri.
Pemerintah, kata Edwin, memberikan perlakukan yang sama kepada WNI yang menjadi korban kejahatan terorisme di luar negeri. Korban, menurutnya, mendapatkan pertolongan secara cepat dengan berbagai bantuan kepada korban sebagai upaya pemulihan.
Dosen Kajian Terorisme SKSG UI, Benny Mamoto menerangkan, kejahatan terorisme terutama di Indonesia, memiliki polanya sendiri. Biasanya, kata Benny, pelaku merencanakan aksinya secara terencana dengan manargetkan korban sebanyak mungkin.
Karena itu, menurut Benny, pemerintah dan masyarkat perlu mengetahui kejahatan seperti ini. Tujuannya adalah agar pemerintah dapat dapat melakukan pencegahan dan menghidari adanya korban dari kejahatan terorisme yang ada.
"Aksi terorisme di Indonesia biasanya dirancang untuk menargetkan korban sebanyak mungkin serta ditargetkan untuk diberitakan oleh media massa di dunia internasional," kata Benny.
Sementara itu, Penyintas Aksi Terorisme Kedutaan Australia, Iwan Setiawan mengatakan, pihaknya hingga kini masih merasakan duka terkait dengan kejadian yang menimpa diri dan keluarganya pada waktu terjadi aksi terorisme di depan keduataan Australia beberapa tahun yang lalu.
Namun, ia menegaskan, kejadian seperti mesti harus dilewati dengan penuh ketabahan. Dengan demikian,kita dapat melewati tantangan tersebut dengan penuh iklas.
"Berbagai cara untuk bangkit kembali dari segala macam masalah adalah dengan cara iklas dan harus bangkit lagi," kata Iwan dengan suara yang masih terbata-bata mengenang peristiwa tersebut.
Saat ini, Iwan memutuskan untuk berwiraswata dengan modal keahlian yang dimilikinya. Ia pun bersyukur bisa dipanggil oleh Universitas Indonesia untuk menceritakan kembali kisahnya serta mengingatkan kepada pemerintah terhadap bahaya kejahatan terorisme.*