INDONEWS.ID

  • Sabtu, 20/06/2020 10:01 WIB
  • Jokowi Diminta Cabut Lisensi BBJ/JFX Agar Indonesia Jadi Acuan Harga Timah Dunia

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Jokowi Diminta Cabut Lisensi BBJ/JFX Agar Indonesia Jadi Acuan Harga Timah Dunia
Presiden Jokowi (Foto:Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Presiden Joko Widodo atau Jokowi diminta mencabut lisensi Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau Jakarta Future Exchange (JFX) untuk menjual timah. Langkah ini diambil jika ingin Indonesia menjadi acuan harga timah dunia. Sebab bila JFX diijinkan menjual timah dicurigai akan terjadi deal gelap dibelakangnya dalam rangka mempengaruhi kebijakan.

"JFX ini memang sudah lama aktif di bursa, tetapi lisensinya hanya untuk menjual komoditas emas dan kopi. Tetapi, mulai tahun 2018, JFX dengan melihat potensi timah, masuk ke pasar timah murni batangan dan merusak harga. Diijinkannya JFX menjual timah dicurigai penuh dengan deal gelap dibelakangnya dalam rangka mempengaruhi kebijakan," ungkap Peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman dalam rilis yang diterima media ini Jum`at

Baca juga : Industri Komponen Otomotif Indonesia Pamerkan Teknologi AI di Hannover Messe 2023

Ferdy menerangkan, kehadiran Permendag Nomor 53 Tahun 2018 Tentang Ketentuan Ekspor Timah tanggal 16 April 2018 sudah membuka ruang bagi Bappebti untuk melahirkan lebih dari satu bursa timah. Hingga akhirnya atas perintah atasan, Bappebti menerbitkan lisensi bagi bursa komoditi yang memenuhi syarat untuk ikut memperdagangkan timah murni batangan, yakni JFX sebagai salah satu bursa timah selain Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia(BKDI) atau Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX).

"Padahal, ICDX sudah lebih dahulu menjadi penjual tunggal di pasar timah sekaligus menjadi penentu harga timah nasional dan acuan harga timah dunia. Saya meminta Bappebti sesegera mungkin mencabut lisensi yang diberikan kepada JFX, dan memastikan ICDX menjadi penjual tunggal timah di bursa komoditas. Presiden Jokowi harus turun tangan dan meminta Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto, untuk mencabut Permendag ini," tegas Ferdy.
 
Ia menambahkan, dualisme bursa komoditas timah di Indonesia tidak lepas dari kepentingan politik di Kementerian Perdagangan. Pada jaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama Menteri Perdagangan Gita Irawan Wirjawan, diterbitkan PERMENDAG RI Nomor 32/M-DAG/PER/6/2013, tanggal 28 Juni 2013, yang mengatur tata niaga ekspor timah dan mewajibkan timah diperdagangkan di Bursa Timah sebelum diekspor (Pasal 11, ayat 1).
 
Kebijakan ini, lanjut Ferdy, telah memberi angin segar bagi timah di tanah air untuk menjadi acuan harga di pasar timah dunia. Selain itu, dengan adanya satu bursa, timah kita menjadi besar dan bisa memberikan kontribusi keuangan yang besar bagi penerimaan negara. Keuntungan lainnya adalah stabilitas harga timah di pasar terjaga. 
 
Langkah ini juga, ungkap Ferdy dinilai tepat sebab selain dapat mengurangi jual-beli lisensi bahkan meminimalisir perdagangan timah illegal, termasuk mewujudkan rencana Presiden Jokowi perihal Pusat Logistik Berikat (PLB).

Baca juga : Presiden RI Joko Widodo Ungkap Lompatan Besar E-Katalog LKPP RI

"Terbukti Indonesia akhirnya mampu mengendalikan harga timah dunia dan memperluas pasar eskpor timah dan harga timah dunia stabil diatas US$ 20.000/MT dari tahun 2016-2018. Selain itu, peran Singapura sebagai secondary market dari semula 90 persen di tahun 2014 turun menjadi 20 persen di tahun 2018. Ditambah lagi penerimaan negara dari Devisa Hasil Eskpor (DHE), Pajak dan Royalti terus meningkat," pungkas Ferdy.
 
Namun, ambisi besar acuan harga timah dunia dan kedaulatan timah Indonesia sejak lahirnya PERMENDAG RI No. 32/2013 itu tak lagi memberikan angin segar bagi Industri timah Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi-JK melalui Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

Sehingga, Lukita tidak lagi menempatkan BKDI/ICDX sebagai satu-satunya bursa penentu harga timah. Permendag No. 53/2018 melalui Bappebti juga menjadikan JFX sebagai salah satu bursa timah selain ICDX. Padahal, Indonesia hanya perlu satu Bursa Timah dan BKDI/ICDX adalah satu-satunya Bursa Komoditi dan Penentu Harga Timah di Indonesia seperti dikutip dari Aktualita, Majalah Bappebti, edisi September, 2013.
 
"Ini sebenarnya aturan kontroversi, anomali kebijakan. Kehadiran 2 (dua) bursa akan merusak (disrupsi) acuan harga dan menyebabkan terpuruknya timah, selain itu pembeli akan bingung dalam menggunakan harga acuan hingga lebih memilih transaksi perdagangan timah Indonesia melalui secondary market," tambah Ferdy.
 
Peningkatan perdagangan melalui secondary market akan mengakibatkan meningkatnya country risk perdagangan timah murni batangan di Indonesia, hingga akhirnya mendegradasi kedaulatan Indonesia dalam menentukan harga timah dan menurunkan kepercayaan global terhadap Indonesia. 
 
Problem dualisme bursa Timah Indonesia menyebabkan harga Timah menunjukan tren penurunan sejak 2019. Di tahun 2020, harga timah terus menurun sampai di bawah US$ 15,000/MT sehingga berpotensi menyebabkan kehilangan pendapatan devisa sebesar US$ 400 Juta. 
 
Sebagai negara produsen Timah kedua terbesar dan negara eksportir timah terbesar, Ferdy menjelaskan, kehadiran 2 (dua) bursa menyebabkan Indonesia tidak lagi menjadi negara price maker dan kehilangan potensi pasar yang besar. Selain itu, dualisme bursa akan melemahkan pengawasan terhadap tata niaga perdagangan timah Indonesia yang mengakibatkan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbarukan ini menjadi kurang maksimal.
 
Lebih lenjut Ferdy menjarbarkan, anomali kebijakan lainnya adalah pasal 10 PerDirjen No: 05/DAGLU/2/2019 tentang Petunjuk Teknis Verifikasi atas Penelusuran Teknis Ekspor Timah, tanggal 7 Februari 2019 berbunyi Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor Timah Murni Batangan, timah solder dan barang lainnya dari timah yang dilakukan oleh surveyor tidak mengurangi kewenangann instansi teknis terkait untuk melakukan pemeriksaan terhadap timah murni batangan, timah solder dan barang Lainnya dari Timah.

Baca juga : Presiden Jokowi Resmikan Bendungan Kuwil Kawangkoan, Hasil Desain BUMN PT Indra Karya

"Per Dirjen ini harus dibatalkan karena jelas memunculkan rantai birokrasi yang panjang yang semakin menyulitkan para pelaku pasar timah, bahkan terlihat tidak adanya kepastian hukum," tegas Ferdy.
 
"Presiden Jokowi harus segera turun tangan mengatasi persoalan ini. Ini bukan persoalan sepele. Jika tidak diperhatikan, percuma saja Indonesia menjadi negara produsen timah terbesar kedua di dunia, tetapi tak sanggup menentukan harga di pasar global. Padahal, yang namanya barang tambang akan mengalami kelangkaan dan mengalami titik puncak produksi. Cadangan timah kita terus dieksplorasi sampai habis dan tak memberikan andil besar pada penerimaan negara," tambahnya.
 
Ferdy mengungkapkan, Indonesia memiliki keunggulan komparatif perdagangan timah di pasar internasional dan Indonesia sebagai net exporter timah. Bahkan, total sumber daya timah Indonesia berdasarkan data kementrian ESDM dalam bentuk bijih sebesar 3.483.785.508 ton dan logam 1.062.903 ton, sedangkan cadangan timah Indonesia dalam bentuk bijih sebesar 1.592.208.743 ton dan logam 572.349 ton. 
 
Cadangan timah Indonesia ini menempati urutan kedua terbesar di dunia setelah Cina. Dari sisi demand, Kebutuhan timah dunia berkisar 200.000 ton per tahun, dan Indonesia berkontribusi sebesar 40 persen atau sekitar 80.000 ton per tahun. Kondisi ini seharusnya menjadikan Indonesia sebagai benchmark harga timah dunia.*(Rikard Djegadut).

Artikel Terkait
Industri Komponen Otomotif Indonesia Pamerkan Teknologi AI di Hannover Messe 2023
Presiden RI Joko Widodo Ungkap Lompatan Besar E-Katalog LKPP RI
Presiden Jokowi Resmikan Bendungan Kuwil Kawangkoan, Hasil Desain BUMN PT Indra Karya
Artikel Terkini
Siapkan Penyusunan Peraturan Pembangunan Ekonomi Jangka Panjang, Delegasi Baleg DPR RI Berdiskusi dengan Pemerintah Kenya
Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78
Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum
Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Pj Bupati Maybrat Diterima Asisten Deputi Bidang Pengembangan Kapasitas SDM Usaha Mikro
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas