INDONEWS.ID

  • Minggu, 19/07/2020 20:01 WIB
  • Jimly Tolak RUU HIP, Pengamat: Membingungkan Jika Pendapat Berubah-ubah

  • Oleh :
    • very
Jimly Tolak RUU HIP, Pengamat: Membingungkan Jika Pendapat Berubah-ubah
Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo. (Foto: Tribunnews.com)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Pemerintah resmi mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, sebagai pengganti nomenklatur Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (PIP). Seperti respon terhadap RUU HIP, ragam pro-kontra juga berkembang atas RUU BPIP.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Prof. Jimly Ashiddiqie menyatakan bahwa BPIP tidak memerlukan payung hukum setingkat Undang-Undang (UU). Sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku, landasan hukum BPIP saat ini, yakni Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2018 tentang BPIP, menurutnya sudah cukup.

Baca juga : Ramadan Milik Semua: Melewati Pemilu 2024 Menuju Indonesia Harmoni

“Sebagai lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK), BPIP cukup diatur dengan Peraturan Presiden, tidak perlu UU,” tegas Jimly di Jakarta, Sabtu (18/7).

Menanggapi pendapat tersebut, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menyatakan, “Prof. Jimly Ashiddiqie memiliki pendapat yang kontradiktif dengan pandangannya sendiri. Sebab sebelumnya beliau sepakat dengan RUU tersebut, bahkan mengajukan usulan penambahan wewenang BPIP”, demikian ungkap Karyono di Jakarta, Senin, 20 Juli 2020.

Baca juga : Aktivitas Terorisme Menurun Jelang Nataru, Pengamat: Kewaspadaan Tinggi Harus Terus Dilakukan dalam Bentengi NKRI

Menurut Karyono, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum di Badan Legislasi DPR RI pada 11 Februari 2020, Prof. Jimly mengusulkan naiknya status BPIP menjadi Dewan Nasional Pembinaan Ideologi Pancasila (DN-PIP) yang memiliki kewenangan mengajukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD kepada Mahkamah Konstitusi dan peraturan perundang-undangan di bawah UU kepada Mahkamah Agung.

Dengan kewenangan ini, kedudukan DN-PIP memiliki constitutional importance yang setara dengan lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945. “DN-PIP lalu menjadi penjaga gawang bagi sinkronisasi peraturan perundang-undangan guna menegakkan nilai-nilai Pancasila dalam tata hukum kita,” ujar Karyono.

Baca juga : Hanya Sibuk Jelang Pemilu, Siti Zuhro: Undang-Undang Parpol Perlu Direvisi

Dengan demikian, sejak awal Prof. Jimly sepakat dengan RUU penguatan BPIP tersebut. Bahkan, kata Karyono, Prof Jimly menambahkan wewenang konstitusional untuk melakukan evaluasi, sinkronisasi dan harmonisasi produk perundang-undangan agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.

Selain mengusulkan penambahan wewenang BPIP, menurut Karyono, Prof. Jimly juga mengusulkan agar RUU ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan omnibus law, sehingga UU lain yang memiliki keterkaitan dengan materi kebijakan normatif dalam RUU BPIP bisa dievaluasi dan disinkronisasikan secara terpadu.

“Dengan demikian, agak membingungkan jika saat ini Prof. Jimly berubah pendapat terkait urgensi payung hukum terhadap Badan Pembinaan Ideologi Pancasila tersebut,” kata Karyono.

Karyono mengatakan, menaikkan legal standing BPIP dari Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2018 menjadi UU sangat wajar dan sudah dilakukan untuk lembaga pemerintah non-kementerian lain. “Banyak lembaga pemerintah non-kementerian berpayung UU. Seperti Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika yang berpayung hukum UU No. 31 Tahun 2009, Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang berpayung hukum UU No. 8 Tahun 2008, atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang berpayung hukum UU No. 5 Tahun 2018. Mengingat betapa pentingnya pembinaan ideologi Pancasila, maka sangat penting BPIP mendapatkan payung hukum selevel UU,” ujar Karyono.

Dengan berpayung hukum UU, program penguatan Pancasila, katanya, tidak akan berganti atau bahkan hilang akibat pergantian rezim. “Penguatan Pancasila sebagai dasar negara akhirnya tidak tergantung pada siapa yang sedang berkuasa, karena telah memiliki landasan hukum yang permanen, yakni UU,” pungkas Karyono. (Very)

 

Artikel Terkait
Ramadan Milik Semua: Melewati Pemilu 2024 Menuju Indonesia Harmoni
Aktivitas Terorisme Menurun Jelang Nataru, Pengamat: Kewaspadaan Tinggi Harus Terus Dilakukan dalam Bentengi NKRI
Hanya Sibuk Jelang Pemilu, Siti Zuhro: Undang-Undang Parpol Perlu Direvisi
Artikel Terkini
Tiga Warga Meninggal Imbas Longsor dan Lahar Dingin Gunung Semeru
Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi di Kemenkopolhukam Bahas Situasi di Papua dan Permasalahan Tanah di Sumsel
Cegah Perang yang Lebih Besar, Hikmahanto Sarankan Menlu Retno untuk Telepon Menlu Iran Agar Tidak Serang Balik Israel
Menakar Perayaan Idulfitri dengan Kearifan Lokal Secara Proporsional
Pj Bupati Maybrat Sidak Kantor Distrik Ayamaru Jaya, Ini yng Dijumpai
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas