INDONEWS.ID

  • Rabu, 14/10/2020 10:59 WIB
  • UU Omnibus Law Cipta Kerja Akan Diserahkan ke Presiden Jokowi

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
UU Omnibus Law Cipta Kerja Akan Diserahkan ke Presiden Jokowi
Aksi demonstrasi Aliansi cipayung yang terdiri dari HMI, IMM, GMNI, KAMMI, PMKRI, PMII, HIKMAHBUDHI, KMHDI, GMKI dan LMND menolak UU Cipta Kerja.

Jakarta, INDONEWS.ID - Wakil Ketua DPR RI, Aziz Syamsuddin, mengatakan DPR akan mengirimkan salinan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi hari ini, Rabu, 14 Oktober 2020.

Azis mengatakan naskah final UU Cipta Kerja yang bakal diserahkan ke Presiden Jokowi setebal 812 halaman. Rinciannya 488 halaman berupa undang-undang dan sisanya bagian penjelasan.

Baca juga : Terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja dan Kenaikan Upah Buruh, Said Iqbal: Bila Perlu Kita Lakukan Aksi Sampai Pemilu

Aziz membenarkan jika banyak versi naskah UU Cipta Kerja yang beredar di publik. Perbedaan ini karena proses perubahan ukuran kertas yang dipakai. "Itu adalah mekanisme pengetikan dan editing tentang kualitas dan besarnya kertas yang diketik," tuturnya, Selasa, 13 Oktober 2020.

Ia menuturkan kertas yang digunakan saat pembahasan tingkat I di Badan Legislasi DPR dan pembahasan tingkat II atau Sidang Paripurna berbeda. Ketentuan sidang paripurna mengatur pengetikan menggunakan kertas jenis legal.

Baca juga : Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, Pemerintah Terus Laksanakan UU Cipta Kerja Guna Memperkuat Perekonomian Nasional

"Sehingga besar dan tipisnya setelah dilakukan pengetikan secara final berdasarkan legal drafter yang sudah ditentukan. Total 812 halaman berikut undang-undang dan penjelasannya," ucap politikus Golkar itu.

Naskah final UU Cipta Kerja sempat menjadi pembicaraan lantaran yang beredar di publik berbeda-beda. Menjelang rapat paripurna DPR RI pada 5 Oktober 2020, sejumlah awak media menerima salinan UU Cipta Kerja berjumlah 905 halaman. Empat hari kemudian muncul salinan lain setebal 1.052 halaman.

Baca juga : Tampil Sebagai Saksi Ahli di Sidang MK, RR: UU Omnibus Law Adalah Perbudakan di Zaman Moderen

Tidak hanya dua, belakangan beredar lagi naskah UU Cipta Kerja dengan judul "RUU CIPTA KERJA - KIRIM KE PRESIDEN" dengan 1.035 halaman. Setelah itu, muncul naskah 812 halaman yang bakal diberikan ke Presiden.

Dari keempat naskah yang beredar ini, DPR hanya mengakui tiga. Yaitu 905 halaman, 1.035 halaman, dan terakhir 812 halaman. Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar mengatakan tidak tahu menahu soal naskah 1.052 halaman.

Berdasarkan penelusuran Tempo menggunakan aplikasi untuk mengetahui metadata sebuah dokumen, naskah 905 halaman yang berformat PDF ini dibuat pada Senin, 5 Oktober 2020 pukul 09.42 WIB. Sementara itu, rapat Paripurna berlangsung di hari yang sama sekitar pukul 16.00 WIB. Sedangkan naskah UU Cipta Kerja 1.035 halaman yang beredar dibuat pada Senin, 12 Oktober pukul 02.55 WIB. Dan naskah 812 halaman dibuat pada Senin, 12 Oktober pukul 16,26 WIB.

Indra mengatakan naskah omnibus law versi 1.035 halaman sama dengan naskah setebal 905 halaman yang beredar 5 Oktober. Namun, ia mengaku tak tahu dengan versi 1.052 halaman tertanggal 9 Oktober.

Menurut Indra, penambahan halaman dari 905 menjadi 1.035 terjadi hanya karena ada perbaikan format dan penyempurnaan redaksional. "Kan hanya format dirapikan kan jadinya spasi-spasinya terdorong," ujar dia.

Indra mengatakan naskah ini akan dievaluasi terlebih dulu dalam rapat pleno Badan Legislasi DPR pada hari ini. Setelah itu, pimpinan Baleg akan melaporkan kepada pimpinan DPR. Indra juga membantah anggapan belum ada naskah final UU Cipta Kerja. Ia mengatakan substansi UU tak akan berubah dari yang sudah ditetapkan di paripurna. "Kalau sudah diparipurnakan enggak ada yang boleh berubah lagi, (kalau berubah) bisa digugat," ujar Indra.

Permasalahannya, ada banyak perubahan di dalam naskah 905 jika dibandingkan dengan 1.035 halaman. Salah satu perubahan yang paling kentara adalah perubahan kata “diatur dengan peraturan pemerintah” menjadi “diatur dalam peraturan pemerintah”.

Berdasarkan penelusuran Tempo, dalam naskah 905 halaman ada 28 frasa “diatur dalam peraturan pemerintah” dan 399 frasa “diatur dengan peraturan pemerintah”.

Namun, frasa “diatur dalam peraturan pemerintah” malah melonjak tajam menjadi 417 buah di naskah 1.035 halaman. Sementara itu, frasa “diatur dengan peraturan pemerintah” malah anjlok hanya tersisa 6 buah di naskah akhir 1.035 halaman.

Selain itu, frasa “pemerintah daerah” yang di dalam naskah 905 halaman berjumlah 206 buah juga bertambah menjadi 309 buah dalam naskah 1.035 halaman. Sementara itu, frasa “pemerintah pusat” bertambah dari 817 buah di naskah versi paripurna menjadi 895 di naskah versi akhir yang akan diserahkan kepada Presiden Jokowi.

Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, mengatakan perubahan substansi seharusnya tidak boleh terjadi setelah DPR menyetujui sebuah undang-undang.

"Mengubah isi (substansi) UU setelah UU disetujui adalah bentuk cacat formil," kata Bivitri dikutip Tempo, Selasa, 13 Oktober 2020.

Artikel Terkait
Terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja dan Kenaikan Upah Buruh, Said Iqbal: Bila Perlu Kita Lakukan Aksi Sampai Pemilu
Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, Pemerintah Terus Laksanakan UU Cipta Kerja Guna Memperkuat Perekonomian Nasional
Tampil Sebagai Saksi Ahli di Sidang MK, RR: UU Omnibus Law Adalah Perbudakan di Zaman Moderen
Artikel Terkini
Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan TNI Tahun 2024
Terinspirasi Langkah Indonesia, Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR
Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi
Kemendagri Intruksikan Pemprov Kaltara Percepat Pembangunan Daerah Berbasis Inovasi
Semangat Kartini dalam Konteks Kebangsaan dan Keagamaan Moderen
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas