Nasional

Tampil Sebagai Saksi Ahli di Sidang MK, RR: UU Omnibus Law Adalah Perbudakan di Zaman Moderen

Oleh : very - Kamis, 27/07/2023 22:20 WIB

DR Rizal Ramli saat tampil sebagai Saksi Ahli dalam sidang di MK, Kamis (27/7)

Jakarta, INDONEWS.ID - Mantan Menko Perekonomian DR. Rizal Ramli menjadi saksi ahli dalam sidang uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 terkait penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/7/2023).

Dalam sidang tersebut, mantan Menko Kemaritiman itu pertama-tama menjelaskan pengertian “kegentingan memaksa” yang dipakai oleh pemerintah sebagai alasan menerbitkan Perppu tersebut.

Seperti diketahui, alasan pemerintah mengajukan UU Omnibus Law karena ekonomi nasional sedang dalam kondisi genting akibat pandemi Covid yang telah mengakibatkan krisis global.

Menurut ekonom senior tersebut, kondisi ekonomi baru dapat dikatakan genting jika pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. Hal seperti itu pernah terjadi pada resesi ekonomi tahun 1998, dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia anjlok menjadi minus 12,7%.

“Alasan kegentingan ekonomi itu tidak benar, terlalu mengada-ada dan membodohi rakyat Indonesia, karena faktanya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020-2023 tercatat sekitar 5 persen. Jelas, ekonomi tumbuh 4,5 hingga 5 persen itu tidak genting dan masih bisa diatasi dengan cara-cara inovatif,” ujar Rizal Ramli yang tampil mengenakan stelan jas, dalam sidang yang dipimpin oleh Saldi Isra itu.

Selain itu, mantan Kepala Bulog itu menegaskan bahwa UU Omnibus tersebut juga sangat merugikan puluhan juta buruh dan keluarganya.

“Contohnya, point tentang outsourching seumur hidup, dimana para buruh tidak mendapatkan tunjangan pekerja, jaminan kesehatan, pesangon dan pensiunan, sehingga para buruh tidak punya pegangan untuk masa depan dirinya dan keluarganya,” ujarnya.

Selain itu, katanya, UU Omnibus Law juga mengurangi hak-hak pekerja, seperti cuti hamil, jam kerja, besaran pesangon dan pensiunan. Padahal para pendiri bangsa ini mencita-citakan Indonesia menjadi Negara Kesejahteraan untuk semua lapisan masyarakatnya.

Hal ini, kata Bang RR – sapaan Rizal Ramli - merupakan bentuk perbudakan modern. “Ini seharusnya tidak boleh terjadi di negara Pancasilais dan berlandaskan UUD 1945 ini,” sindirnya.

 

Tantang Membuat UU Setebal 50 Halaman

Mantan penasihat Fraksi ABRI di DPR/MPR RI itu mengungkapkan bahwa UU Omnibus Law tersebut sangat tebal yakni terdiri dari 1.000 halaman dengan 500 penjelasan.

Dia mengatakan, UU yang tadinya bertujuan menyederhanakan aturan perizinan birokrasi yang ruwet dan tumpang tindih - sehingga jika disederhanakan akan membuat daya tarik investasi Indonesia meningkat - malah berdampak sebaliknya.

“Alasan itu masuk akal, tapi hasilnya justru UU Omnibus Law semakin ruwet dan kompleks, karena misalnya naskah UU itu terdiri dari 1.000 halaman dan 500 halaman penjelasan. Mana mungkin UU sebanyak 1.000 halaman dengan 500 halaman penjelasan bisa menyederhanakan aturan dan perizinan?,” ujarnya.

Karena itu, Bang Rizal menantang pemerintah untuk membuat UU Omnibus Law cukup hanya setebal 50 halaman.

Rizal Ramli mengaku bahwa urusan birokrasi di negara ini berbelit-belit dan ruwetnya. Karena itu, ada pameo yang ditujukan bagi kalangan birokrasi yaitu “jika bisa dipersulit untuk apa dipermudah”.

Hal ini, katanya dimasudkan untuk membuka peluang negosiasi dan korupsi yang dilakukan oleh birokrasi kita.

Karena itu, kata Rizal Ramli, seharusnya pemerintah masih bisa melakukan kerja inovatif untuk menyelesaikan berbagai masalah yang timbul dan bukan dengan membuat “UU sapu jagat” tersebut.

Karena itu, berdasarkan argumentasi tersebut, Bang RR meminta agar Majelis Hakim membatalkan UU Omnibus Law tersebut.

Sebelumnya, Rizal Ramli mengatakan bahwa dirinya pernah menjadi saksi ahli dalam UU Minerba yang kemudian dibatalkan oleh Hakim MK. Karena itu pula, dirinya berkeyakinan bahwa Majelis Hakim yang terhormat akan mengabulkan permohonannya. ***

Artikel Terkait