INDONEWS.ID

  • Rabu, 21/10/2020 12:01 WIB
  • Lewat UU Omnibus Law, Betapa Negara Ini Menjadi Surga Bagi UMKM

  • Oleh :
    • luska
Lewat UU Omnibus Law, Betapa Negara Ini Menjadi Surga Bagi UMKM

Oleh : Dr. Tb. Djodi R. Antawidjaja (Dosen Unversitas Al-Azhar Indonesia)

Jakarta INDONEWS.ID - Reaksi dunia terhadap Undang-Undang Cipta Kerja cukup menggembirakan. Secara filosofis seakan upaya Indonesia dalam menarik investor luar diartikan sebagai keberanian negara ini dalam menutup jalan para birokrat opportunis dan calo tukang catut ijin setiap proyek investasi sebagaimana layaknya hambatan rent seeker yang biasa terjadi di negara berkembang.

Baca juga : Ketika Pasar dan Negara Meninggalkan Masyarakatnya

Tak kurang Bank Dunia melihat UU Cipta Kerja sebagai upaya reformasi besar untuk menjadikan Indonesia lebih kompetitif dan mendukung aspirasi jangka panjang negara ini untuk menjadi masyarakat yang lebih sejahtera. Bank Dunia menilai penghapusan berbagai pembatasan besar pada investasi dan memberikan sinyal bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis. Hal tersebut dinilai dapat membantu menarik investor, menciptakan lapangan kerja, dan membantu Indonesia memerangi kemiskinan. Untuk itu Bank Dunia menunjukkan komitmennya untuk bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia dalam reformasi ini, menuju pemulihan ekonomi dan masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyat Indonesia, demikian pernyataan resmi Bank Dunia 16 oktober 2020 yang lalu.

Yang menarik lagi adalah statement dari Morgan Stanley, bank investasi multinasional dan broker retail jasa finansial yang berbasis di New York. Morgan Stanley melihat Indonesia mau masuk ke Asia's manufacturing hub. Kita tahu Asia's manufacturing hub selama ini dipegang oleh China, mereka buka ekonominya tahun 2005 untuk ke depannya, tapi satu dekade terakhir ini terlihat banyak sekali negara-negara yang mau menjadi part of the Asia manufacturing hub seperti contohnya 
Vietnam dan Thailand, dan juga India. UU baru ini dianggap sebagai reformasi untuk kebijakan-kebijakan yang ada di Indonesia, salah satunya untuk menarik investasi langsung (foreign direct investment / FDI). Masyarakat internasional dan para investor asing semula menduga kalau perkembangan itikad memunculkan UU omnibus law ini akan terhenti karena adanya pandemi Covid-19, namun ternyata pemerintah Indonesia 
bisa membuktikan bahwa UU ini bisa disahkan dalam kondisi saat ini. Berita menggembirakan pun mulai masuk ke dalam negeri dengan adanya Omnibus Law tersebut, seperti rencana Tesla untuk membuat pabrik baterai di dalam negeri, sama 
halnya dengan LG Chem yang juga merencanakan hal yang sama.

Baca juga : Mogok Kerja dan Ancaman PHK

Sebetulnya bila dilihat inti dari Omnibus law, ide cerdas yang sudah diniatkan sejak pidato pelantikan presiden setahun yang lalu ini, tujuannya menarik investor dunia serta menuju perekonomian negara yang kompetitif, dengan menyasar pada tiga hal 
besar, yaitu UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM. Undang-undang ini diharapkan dapat memperkuat kebijakan moneter, inflasi yang relatif stabil, kebijakan fiskal yang lebih akomodatif, dan dapat mempercepat belanja infrastruktur. 

Tujuan utama dibentuk dan disahkannya undang-undang ini adalah agar penanaman modal asing (PMA) dapat berjalan lebih lancar dan makin bertambah. UU Ciptaker ini dibentuk untuk menghilangkan birokrasi dan aturan yang sebelumnya dinilai tumpang tindih. UU Ciptaker dibentuk dengan merevisi 79 undang-undang dan 1.244 pasal. Di dalamnya telah mencakup relaksasi dalam penghapusan daftar investasi negatif, 
reformasi tenaga kerja, kemudahan dalam perijinan, pengadaan tanah, dan perampingan administrasi pemerintah. Khusus bagi para pelaku UMKM, di era digital ekonomi ini, diharapkan salahsatu dampaknya adalah agar berkembang sebagai 
perusahaan startup-startup teknologi yang makin pesat, karena berpotensi transfer teknologi dalam hal ekonomi digital.

Di negara maju maupun berkembang, peran UMKM sangat penting, sebab menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar. Dari data BPS terakhir, jumlah pelaku UMKM tercatat 64.199.606 unit (99,9% dari pangsa pelaku usaha di Indonesia), dibanding unit usaha besar yang hanya sebanyak 5.460 unit.

Kontribusi UMKM terhadap pembentukan atau pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61,7% terhadap PDB, dan kontribusi pada penyerapan tenaga kerja sebesar 97% dari total angkatan kerja di Indonesia yang berjumlah 120,6 juta pekerja (BPS, 2018). Peran penting UMKM didalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi 
tidak hanya dirasakan di negara-negara sedang berkembang melainkan juga di negara-negara maju. Selain peranannya sebagai sarana memeratakan tingkat perekonomian rakyat kecil dan sarana mengentaskan kemiskinan, UMKM juga penyumbang devisa bagi negara, sebab pasarnya tidak hanya menjangkau nasional tapi juga hingga luar negeri. UMKM juga mulai banyak berperan sebagai start up pada berbagai market place di pasar e-Commerce. Itu sebabnya peranan UMKM begitu penting bagi perekonomian di Indonesia. Untuk diketahui, bahwa kriteria UKM bagi pengusaha di Indonesia menurut UU No.20 tahun 2008 tentang UMKM, pasal 6 ayat 1, 2 dan 3 nya 
membagi UMKM atas kelas menurut perpaduan aset dan omset penjualannya. 

Pengusaha disebut Mikro bagi yang ber aset 0 sd 50 juta rupiah dan beromset 0 sampai 300 juta pertahun, Pengusaha kecil untuk yang beraset 50-500 juta dan omset antara 300 juta sd 2,5 Miliar dan pengusaha kelas menengah untuk kategori memiliki aset 500 sampai 10 miliar serta beromset penjualan 2,5 sampai 50 miliar pertahun.

Sebetulnya kontribusi UMKM yang begitu besar bagi pembentukan PDB dan lapangan kerja di Indonesia ini, kalau dilihat dari kontribusinya pada penerimaan pajak di Indonesia masih kecil dan masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini mungkin karena  keberadaannya yang belum teradministrasi dengan baik sebagai wajib pajak dalam sistem self assessment. Dari 64,2 juta pelaku UMKM, data pembayaran pajaknya sesuai SPT yang masuk hanya sebesar Rp. 5,8 Triliun. Ini berarti hanya berkontribusi 0,4% dari seluruh penerimaan pajak. Pemerintah sudah sejak tahun 2014 sudah 
memfasilitasi dan memudahkan pajak khusus untuk UMKM melalui kebijakan Peraturan Pemerintah No.46 th 2014 dengan tarif khusus final 1% bagi UMKM dengan omzet penjualan dibawah Rp. 4,8 M setahun. Dirasa kurang menarik, tahun 2014 pemerintah merevisi lagi dengan memperkecil tarif final pajaknya menjadi 0,5% bagi UMKM melalui 
Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2018. Terlihat pemerintah sangat serius dalam memperjuangkan keberadaan para pelaku usaha kecil ini. Bahkan kebijakan pemerintah dalam mendata lebih jauh melalui kewajiban ber-NPWP bagi start up UMKM yang menjual produknya melalui marketplace e-commerce melalui ketentuan PMK-210 tahun 2018 ditunda pelaksanaannya sampai batas yang belum ditentukan memenuhi permintaan asosiasi biar lebih berperan dulu di dunia e-commerce.

Rupanya harapan para pengusaha kecil ini dalam memperbaiki taraf hidupnya semakin optimis dengan disahkannya ketentuan Omnibus law yang banyak berpihak dan memang ditunjukkan untuk melahirkan atau menciptakan kerja, untuk mengerem deindustrialisasi yang sudah berlangsung cukup lama. Undang-undang Cipta Kerja bisa memberikan kemudahan bagi para Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan koperasi dengan paling tidak menguntungkan dalam hal:
Pertama, UU Ciptaker bisa mempermudah akses pembiayaan, akses pasar, akses pengembangan usaha, akses perizinan dan akses rantai pasok. 
Kedua, dengan adanya UU ini, kemampuan UMKM dalam penyerapan tenaga kerja akan semakin besar. Diharapkan dengan UU ini, kemampuan UMKM dalam menciptakan atau penyerapan tenaga kerjanya akan semakin besar. Ketiga, UU Ciptaker bisa memberikan kemudahan untuk memaksimalkan potensi startup lokal. Terlebih startup yang berasal dari kalangan anak-anak muda kampus yang terdidik. 

Keempat, dengan adanya Cipta Kerja ini bisa memberikan penguatan dan proteksi terhadap persaingan dengan usaha besar. Jadi tidak betul, undang-undang Cipta Kerja ini akan mendorong liberalisasi investasi yang akan menyingkirkan UMKM karena setelah ini pengaturan investasi optimis akan banyak pengusaha besar yang segera menjalin kemitraan dengan UMKM. Kelima, dengan adanya UU Ciptaker ini, jaminan kredit program tidak harus berupa aset, tetapi kegiatan UMK yang dapat dijadikan jaminan kredit. Selama ini dalam sistem pembiayaan perbankan konvensional, aset menjadi jaminan untuk mendapatkan modal kerja maupun investasi, tapi sekarang dengan adanya UU ini, kegiatan usaha rencana usaha, order dan lain sebagainya bisa dijadikan semacam jaminan untuk mendapatkan 
modal kerja. 

Keenam, UU Ciptaker bisa memberikan kesempatan berusaha yang mudah dan juga memiliki kesempatan untuk berkembang sebagaimana layaknya korporasi besar.

Bila melihat beberapa kenyataan diatas, bukan isapan jempol bila ada ungkapan, betapa negara ini menjadi surga bagi para pelaku UMKM. Dan bila melihat fenomena gelombang protes buruh dan mahasiswa yang demo dijalan berjilid-jilid, akal sehat jadi berpikir, bukankah demo ini merupakan upaya akhir ciptaan dari para rent seeker dan 
oportunis preman berdasi pemersulit ijin berusaha di negeri ini, yang merasa sebentar 
lagi akan kehilangan penghasilannya?

Artikel Terkait
Ketika Pasar dan Negara Meninggalkan Masyarakatnya
Mogok Kerja dan Ancaman PHK
Artikel Terkini
Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Pj Bupati Maybrat Diterima Asisten Deputi Bidang Pengembangan Kapasitas SDM Usaha Mikro
Pj Bupati Maybrat Temui Tiga Jenderal Bintang 3 di Kemenhan, Bahas Ketahanan Pangan dan Keamanan Kabupaten Maybrat
Mengenal Lebih Jauh Ayush Systems of Medicine India dan Perannya di WHO
Polda Metro Hentikan Penyidikan Kasus Aiman, ICJR Ingatkan Beberapa Kasus Lain yang Serupa
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas