INDONEWS.ID

  • Sabtu, 24/10/2020 16:45 WIB
  • Berselisih dengan Menko Airlangga, Dirjen P2P Kemenkes Mendadak Dicopot

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Berselisih dengan Menko Airlangga, Dirjen P2P Kemenkes Mendadak Dicopot
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan atau Dirjen P2P, Achmad Yurianto (foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan atau Dirjen P2P Achmad Yurianto mendadak dicopot dari jabatannya.

Pencopotan tersebut dilakukan hari ini, Jumat (23/10/20) oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, seperti dilansir Tempo.co.

Baca juga : Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi di Kemenkopolhukam Bahas Situasi di Papua dan Permasalahan Tanah di Sumsel

Selanjutnya, Mantan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 tersebut akan diberi posisi sebagai staf ahli menteri kesehatan.

"Staf ahli menteri [kesehatan]," kata Yurianto ketika dikonfirmasi soal pencopotan dirinya, Jumat (23/10/2020).

Baca juga : Menakar Perayaan Idulfitri dengan Kearifan Lokal Secara Proporsional

Menariknya, sebelum ada kabar pencopotan itu, siang ini Yuri masih meladeni pertanyaan wartawan seputar pengadaan vaksin Covid-19.

Seperti diberitakan Bisnis.com, wartawan sempat mempertanyakan soal pengadaan vaksin AstraZeneca, karena informasi yang beredar bahwa Kemenkes membatalkan vaksin dari perusahaan asal Inggris tersebut.

Baca juga : Pj Bupati Maybrat Sidak Kantor Distrik Ayamaru Jaya, Ini yng Dijumpai

Yuri membenarkan bahwa Kemenkes belum ada ikatan kontrak dengan AstraZeneca mengenai pembelian vaksin Covid-19. Menurutnya, perjanjian yang diteken dengan perusahaan vaksin tersebut adalah Letter of Intentions (Lol) pada 14 Oktober 2020.

LoI adalah suatu komitmen perusahaan untuk menunjuk perusahaan lain guna melaksanakan suatu pekerjaan berdasarkan kontrak yang sedang disusun. Secara kontraktual, LoI bukanlah instrumen yang mengikat para pihak.

"Kita kan baru tandatangani LoI," ujar Yuri mengutip Bisnis.com, Jum`at (23/10) siang.

Menurut Yuri, setelah LoI diteken harus ditindaklanjuti dengan kajian dari tim ahli, sehingga tidak langsung meneken kontrak pembelian atau memberikan uang muka pembayaran. "Kalau kajiannya belum selesai terus kita mau ngapain?" imbuhnya.

Apalagi ada fakta relawan vaksin AstraZeneca yang meninggal di Brasil. Hal itu masuk di dalam kajian tim ahli Kemenkes sehingga belum ada keputusan apakah Indonesia akan membeli vaksin tersebut. Sebagai informasi bahwa Amerika juga membatalkan pengadaan vaksin dari AstraZeneca.

Dibantah Menko Airlangga

Pernyataan Yuri itu berbeda dengan harapan Menko bidang Perekonomian yang merangkap Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto.

Airlangga berharap mendapatkan akses vaksin AstraZeneca, sehingga kelompok sasaran penduduk yang akan divaksinasi bertambah dari semula rentang usia 18-59 tahun menjadi 15-70 tahun.

Rentang usia 18-59 tahun itu mengandalkan vaksin dari Sinovac yang tengah uji klinis di Bandung. Sinovac berkomitmen menyediakan pasokan sebanyak 40 juta dosis produk CoronaVac pada rentang November hingga Maret 2021.

Adapun, AstraZeneca dialokasikan vaksin sebanyak 100 juta dosis. Namun, pemerintah harus membayar uang muka terlebih dahulu sebesar 50 persen dengan tengat akhir bulan ini. Total biaya untuk pengadaan vaksin tersebut mencapai US$500 juta.

Menurut Airlangga, sejauh ini pemerintah telah menjalin kerja sama dengan empat produsen vaksin, yaitu Sinovac, Sinopharm/G42, Cansino, dan Astra Zeneca. “Selain jalur kerja sama internasional, Pemerintah juga mengembangkan melalui jalur mandiri yaitu Virus Merah Putih,” imbuhnya dalam siaran pers yang dikutip Bisnis hari ini.

Jumlah total kandidat vaksin yang sangat berpotensi untuk disediakan sekitar 300 juta dosis. Jumlah itu diperuntukkan bagi sekitar 160 juta-185 juta orang. "Angka ini masih sangat dinamis karena masih dalam tahap finalisasi dan sangat tergantung dari ketersediaan vaksinnya."

Lakukan Audit Langsung

Lebih jauh mengenai vaksin Sinovac, Yuri menyebutkan bahwa tim dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta Kementerian Agama masih menunggu untuk melakukan audit langsung di pabrik vaksin tersebut.

Pasalnya mereka harus menjalani karantina selama 14 hari terlebih dahulu. "Tim di China masih bekerja. Kita belum terima hasil mereka," sebutnya.

Soal Brasil yang menarik diri untuk membeli vaksin Sinovac, Yuri mengatakan bahwa justru keberangkatan tim ahli dari tiga lembaga tersebut juga ingin meneliti dan keamanan dan kehalalannya.

Lantas apakah November vaksin Sinovac sudah bisa didistribusikan di Indonesia? "Hasilnya mana? Kalau hasilnya belum ada masa kita mau ngomong. Tergantung hasilnya di sana," jawab Yuri.*

 

Artikel Terkait
Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi di Kemenkopolhukam Bahas Situasi di Papua dan Permasalahan Tanah di Sumsel
Menakar Perayaan Idulfitri dengan Kearifan Lokal Secara Proporsional
Pj Bupati Maybrat Sidak Kantor Distrik Ayamaru Jaya, Ini yng Dijumpai
Artikel Terkini
Amicus Curiae & Keadilan Hakim
Tiga Warga Meninggal Imbas Longsor dan Lahar Dingin Gunung Semeru
Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi di Kemenkopolhukam Bahas Situasi di Papua dan Permasalahan Tanah di Sumsel
Cegah Perang yang Lebih Besar, Hikmahanto Sarankan Menlu Retno untuk Telepon Menlu Iran Agar Tidak Serang Balik Israel
Menakar Perayaan Idulfitri dengan Kearifan Lokal Secara Proporsional
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas