INDONEWS.ID

  • Rabu, 10/02/2021 09:02 WIB
  • Indonesia Perlu Lakukan "Backdoor Diplomacy" Terhadap Myanmar

  • Oleh :
    • very
Indonesia Perlu Lakukan "Backdoor Diplomacy" Terhadap Myanmar
Protes warga terhadap kudeta militer di Myanmar. (Foto: AFP)

 

Jakarta, INDONEWS.ID -- Situasi di Yangoon, Myanmar semakin memprihatinkan saat masyarakat melakukan demontrasi terkait penentangan terhadap milter yang melakukan kudeta.

Baca juga : Kebun Rimsa PTPN IV Regional 4 Bantu Sembako Dua Panti Asuhan

Polisi dan militer dikerahkan untuk membubarkan demonstrasi yang memakan korban tersebut.

Guru Besar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana mengatakan, melihat situasi demikian, negara-negara ASEAN tidak dapat berbuat banyak. Hal tersebut mengingat prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri negara anggota.

Baca juga : Santri dan Santriwati Harus Mengisi Ruang Dakwah dengan Nilai yang Penuh Toleransi

Meski demikian, pemerintah Indonesia melalui pernyataan Kementerian Luar Negeri telah menyampaikan keprihatinannya dan mengharapkan penyelesaian damai yang mengedepankan dialog.

“Tentu ini (pernyataan pemerintah Indonesia tersebut, red.) jauh dari cukup agar kekerasan di Myanmar tidak terus berlanjut,” ujar Rektor Universitas Jenderal A. Yani ini melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (10/2).

Baca juga : Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi

Oleh karena itu, kata Hikmahanto, Indonesia sebagai sahabat Myanmar perlu melakukan upaya lebih dalam untuk meredakan kekerasan yang mungkin bereskalasi.

“Salah satunya adalah pemerintah Indonesia perlu melakukan backdoor diplomacy. Diplomasi yang tidak menggunakan saluran formal, melainkan pendekatan informal melalui tokoh-tokoh berpengaruh di kedua negara,” ujarnya.

Indonesia, menurut Hikmahanto, perlu menyampaikan ke Myanmar bahwa di era saat ini penggunaan kekerasan oleh pemerintah terhadap rakyatnya sudah tidak dapat ditoleransi oleh masyarakat internasional.

“Penggunaan kekerasan dapat berujung pada pelanggaran HAM berat dan para pemimpinya akan dimintakan pertanggung jawaban secara hukum pidana internasional,” katanya.

Bahkan, lebih lanjut, bila kekerasan berlanjut bukannya tidak mungkin masyarakat internasional dibawah naungan PBB melakukan intervensi bersenjata. Intervensi ini disebut sebagai Responsibility to Protect.

“Terlebih lagi penggunaan kekerasan akan berdampak pada perekonomian Myanmar yang sudah berkembang pesat dalam mengejar ketertinggalan dengan negara-negara ASEAN lainnya,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait
Kebun Rimsa PTPN IV Regional 4 Bantu Sembako Dua Panti Asuhan
Santri dan Santriwati Harus Mengisi Ruang Dakwah dengan Nilai yang Penuh Toleransi
Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi
Artikel Terkini
Pemprov Papua Barat Daya Serahkan Bantuan Mobil Angkutan Umum untuk Pedagang Mama Papua di Maybrat
Rapat Koordinasi Nasional Bahas Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak 2024
Evaluasi Penanganan Pengungsi di Maybrat Menunjukkan Kemajuan Signifikan
Kebun Rimsa PTPN IV Regional 4 Bantu Sembako Dua Panti Asuhan
Santri dan Santriwati Harus Mengisi Ruang Dakwah dengan Nilai yang Penuh Toleransi
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas