INDONEWS.ID

  • Rabu, 17/03/2021 18:22 WIB
  • Swasembada Kembali Meleset, Ini Jurus Bang RR Atasi Impor Garam

  • Oleh :
    • very
Swasembada Kembali Meleset, Ini Jurus Bang RR Atasi Impor Garam
Ekonom senior Dr Rizal Ramli. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Indonesia hingga saat ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan garam dalam negeri. Kebutuhan tersebut sebagian besarnya harus diimpor terutama untuk garam industri. Sepanjang tahun lalu, impor garam menembus 2,6 juta ton.

Dengan garis pantai sepanjang 95.181 kilometer dan menjadi yang terpanjang di dunia, Indonesia sejatinya bisa swasembada garam. Namun, mungkin saja hal itu tidak akan terealisasi dalam waktu dekat.

Baca juga : Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan

Pasalnya, pemerintah telah memutuskan untuk kembali mengimpor garam tahun ini. Keputusan tersebut telah disepakati dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

"Impor garam sudah diputuskan melalui rapat Menko," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, beberapa waktu lalu.

Baca juga : Strategi Sukses dalam Mengimplementasikan HRIS di Perusahaan

Trenggono mengatakan pemerintah saat ini masih menunggu data terkait kebutuhan garam di Indonesia. Saat kekurangan pasokan, pemerintah memastikan akan menutup kekurangan tersebut dengan impor.

"Nanti misalnya kekurangannya berapa, itu baru bisa diimpor. Kami menunggu itu, karena itu sudah masuk dalam undang-undang cipta kerja," katanya seperti dikutip CNBCIndonesia.com, Senin (15/3).

Baca juga : Bertemu Menteri Perdagangan Inggris, Menko Airlangga Perkuat Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan

Keputusan pemerintah untuk kembali mengimpor garam tersebut bertolak belakang dengan pernyataan yang sempat dilontarkan Jokowi beberapa tahun lalu. Jokowi yakin bahwa Indonesia dapat swasembada garam secepatnya.

Pada 2015, pemerintah merumuskan peta jalan swasembada garam nasional dalam rangka mewujudkan kemandirian ekonomi. Peta ini disusun oleh Kementerian KKP, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Perindustrian.

Salah satu target yang dicanangkan dalam peta tersebut adalah Indonesia bisa terbebas dari impor garam pada 2015. Namun, Indonesia justru masih dibanjiri impor garam, terutama untuk kebutuhan industri.

Dua tahun berselang, Jokowi kembali memerintahkan jajarannya untuk mencari cara agar Indonesia menjadi negara swasembada garam pada tahun lalu. Lagi-lagi permintaan tersebut hingga saat ini belum terealisasi.

"Saat ini kita masih impor garam dari luar. Padahal kita negara maritim dengan laut yang luas. Oleh karena itu, Pak Presiden memerintahkan supaya kita swasembada pada tahun 2020," kata Luhut pada 2017 lalu.

Tahun lalu, Jokowi sempat membeberkan sejumlah faktor yang menyebabkan target swasembada garam meleset. Menurutnya, kebijakan impor dilakukan lantaran produksi garam dalam negeri masih rendah.

"Masih rendah produksi garam nasional kita, sehingga yang kemudian dicari paling gampang yaitu impor garam. Dari dulu begitu terus, dan tidak pernah ada penyelesaian," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas pada Oktober 2020 lalu.

Jokowi menyatakan, total kebutuhan garam nasional pada 2020 mencapai 4 juta ton per tahun. Namun, produksi dalam negeri hanya mampu memberikan sumbangsih tak sampai setengahnya.

"Saya kira ini langkah perbaikan harus kita kerjakan mulai pembenahan besar-besaran pada supply chain, mulai hulu sampai hilir," pungkasnya.

 

Jurus Rizal Ramli Atasi Impor Garam

Pada 2015 lalu, saat Rizal Ramli menjabat Menko Kemaritiman, pernah memimpin rapat untuk melindungi petani garam lokal. Hasilnya, Rizal mengumumkan 5 solusi untuk memperbaiki tata niaga garam di dalam negeri.

Pertama, Rizal meminta penghapusan sistem kuota untuk impor garam. Sistem kuota dinilainya menciptakan oligopoli alias kartel garam impor yang memainkan harga garam di dalam negeri.

"Kami minta Mendag ganti sistem kuota dengan sistem tarif. Rp 200 per kg cukup memberi perlindungan. Ini lebih bagus daripada subsidi langsung ke petani," kata Rizal dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Senin (20/9/2015) seperti dikutip detikcom.

Kedua, Rizal meminta pengawasan terhadap peredaran garam impor diperketat. Ditengarai banyak garam untuk kebutuhan industri aneka pangan yang merembes ke pasar garam konsumsi atau rumah tangga. Padahal, pasar garam konsumsi tertutup untuk garam impor.

Industri-industri yang mengimpor garam tak lagi dibatasi oleh kuota, namun pemerintah akan melakukan post audit untuk mencegah rembesan garam impor.

"Ada dugaan kebocoran (garam industri) aneka pangan ke konsumsi. Kalau industri kita perkenankan mereka impor berapa saja, tapi kita lakukan post audit. Untuk mencegah kebocoran, aparat terkait harus memonitor betul-betul supaya terjadi segmentasi yang efektif," katanya.

Ketiga, harus dibangun industri garam yang dapat memproduksi garam berkualitas tinggi untuk industri farmasi, kaca, dan sebagainya.

"Tidak bisa dihindari kita harus bangun industri garam berkualitas tinggi untuk industri maupun konsumsi," kata Rizal.

Keempat, Menteri Susi (Menteri Kelauatan dan Perikanan waktu itu) diminta untuk meningkatkan kualitas garam lokal agar dapat bersaing dengan garam impor.

"Garam rakyat harus diperbaiki kualitasnya. Tolong ciptakan alat-alat yang sederhana, mudah dipakai rakyat, Bu Susi bantu sebar alat-alat itu, bagaimana membersihkan garam rakyat dengan efisien," ujar Rizal Ramli.

Kelima, akan dibentuk Tim Monitoring yang terdiri dari pejabat eselon II Kemendag, Kemenperin, KKP, dan Sekretaris Menko Kemaritiman dan Sumber Daya. Tim ini akan bersama-sama menghitung impor garam, mengawasi peredaran garam impor, dan mengendalikan harga.

Namun setelah Rizal Ramli dicopot dari jabatannya, tidak terdengar lagi kelanjutan dari rapat tersebut.

Hingga kini, persoalan garam seperti menjadi masalah klasik. Aroma korupsi juga tercium di sana. Garam yang seharusnya “asin”, di tangan pejabat Indonesia berubah menjadi barang “tawar”. Setidaknya impor garam ini sempat memicu kasus korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Garam. Pada 2017 lalu Direktur Utama Achmad Boediono dicokok karena dugaan penyalahgunaan izin importasi dari garam konsumsi ke garam industri. (Very)

 

Artikel Terkait
Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan
Strategi Sukses dalam Mengimplementasikan HRIS di Perusahaan
Bertemu Menteri Perdagangan Inggris, Menko Airlangga Perkuat Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan
Artikel Terkini
Rayakan HUT Indonews.id ke-8, Pemred Asri Hadi Ajak Pembaca Setia Bantu Penderita Kanker di Indonesia, Begini Caranya!
Pj Wali Kota Kediri: Yogyakarta Punya Malioboro, Kota Kediri Punya BrantasTic
Sudah Dibatalkan MK, Partai Buruh Akan Gugat Aturan Pencalonan Pilkada
Update Banjir Bandang di Agam, Korban Meninggal 19 Orang
KNKT Minta Semua Pihak Buat Rencana Perjalanan Wisata yang Baik dan Bijak
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas