INDONEWS.ID

  • Rabu, 16/06/2021 12:27 WIB
  • Covid Tinggi Pertumbuhan Ekonomi Minus, Demokrat Sebut Pemerintah Tak Optimalkan UU Corona

  • Oleh :
    • Mancik
Covid Tinggi Pertumbuhan Ekonomi Minus, Demokrat Sebut Pemerintah Tak Optimalkan UU Corona
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Marwan Cik Asan.(Foto:Istimewa)

Jakarta, INDONEWS.ID - Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI Marwan Cik Asan menilai, pemerintah tidak optimal memanfaatkan kelonggaran yang diberikan melalui pelebaran defisit APBN di atas 3% PDB yang diatur UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2020 guna memulihkan ekonomi yang babak belur akibat corona.

Marwan menyoroti target pemerintah soal defisit Anggaran Pendapatan dan belanja negara (APBN) sementara tahun 2022 sebesar minus 4,51% hingga 4,85% dari produk domestik bruto (PDB).

Baca juga : Prof Tjandra Raih Rekor MURI Sebagai Penulis Artikel COVID-19 Terbanyak di Media Massa

"Setelah dianggarkan begitu besar contohnya program PEN itu tidak nendang terhadap perekonomian kita. Perekonomian kita tetap tumbuh negatif di 2020 minus 2,07 persen dan di kuartal I ini minus 0,74 persen," kata Marwan kepada media di Jakarta, Rabu, (16/6/2021).

Lebih lanjut Marwan mengatakan, penyerapan anggaran PEN di tahun 2020 hanya Rp 579,78 triliun atau 83,4 persen dari pagu Rp 695,2 triliun. Pada saat yang sama, komsumsi masyarakat juga tidak tumbuh.

Baca juga : Menko Airlangga: Pandemi Covid-19 Sadarkan Pentingnya Kemandirian Sektor Kesehatan dan Penyediaan Sarana dan Prasarana Kesehatan

"Konsumsi tidak tumbuh, covid 19 tetap merajalela. Jadi kelonggaran ini tidak dimanfaatkan secara optimal," papar Marwan.

Marwan juga menyoroti, mahalnya utang pemerintah dibandingkan dengan negara-negara lain. Menurut Marwan, utang pemerintah saat ini memiliki imbang hasil yang tinggi.

Baca juga : Masa Endemi BPJS Kesehatan Tetap Biayai Pengobatan Covid-19

"Contoh untuk jangka hutang 10 tahun (bunga) Indonesia, 26,72 persen lebih tinggi dari Jepang, 0,03 persen China, 2,99 persen, Thailand 1,29 persen, Malaysia 2,5 persen. Itu baru contoh dari yang di Asia dan Asia Tenggara," tegas Marwan.

"Makanya BPK Memberikan catatan dengan strategi pengembangan surat berharga itu dilihat kurang efektif mahal," tambah Marwan.

Yang lebih mengkhawatirkan, lanjut Marwan, ialah utang tersebut malah menjadi sisa lebih pembiayaan anggaran atau SILPA.

Mengacu data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan ada dana sisa SILPA sebesar Rp 254,19 triliun yang tercatat hingga akhir April 2021.

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan posisi akhir April 2020 sebesar Rp 150,7 triliun. 

"Ini kalau kata peribahasa Melayu sudah jatuh tertimpa tangga, sudah covid-19 tidak terkendali, utang bunga tinggi, tidak juga nendang untuk pertumbuhan ekonomi. Terakhir uang yang kita sudah dapat dari utang dengan bunga yang tinggi itu ternyata malah jadi Silpa," kecewa Marwan.

Anggota Komisi XI DPR RI berharap, ketidakoptimalan ini agar menjadi pembelajar bagi pemerintah khususnya tim ekonomi.

Marwan menegaskan, keluasaan dari aturan yang didapat dari UU nomor Nomor 2 Tahun 2020 harus dimanfaatkan secara optimal untuk memulihkan ekonomi.

"Ini pembelajaran mahal. Saya kira belajar nya cukup satu setengah tahun. Satu setengah tahun kedepan dari 2021 ini sampai akhir 2022 kita punya kartu sakti (pelebaran) defisit (APBN) di atas 3 persen ayo perbaiki," tandas Marwan.*

 

 

Artikel Terkait
Prof Tjandra Raih Rekor MURI Sebagai Penulis Artikel COVID-19 Terbanyak di Media Massa
Menko Airlangga: Pandemi Covid-19 Sadarkan Pentingnya Kemandirian Sektor Kesehatan dan Penyediaan Sarana dan Prasarana Kesehatan
Masa Endemi BPJS Kesehatan Tetap Biayai Pengobatan Covid-19
Artikel Terkini
Karya Sastra Puisi Indonesia dan Kazakhstan
KI Pusat Mantapkan Sinergi dengan Media dalam Mengawal Informasi Publik
Direktur GKI Beri Materi Kewirausahaan untuk Pelajar SMKS Bina Mandiri Labuan Bajo
Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG
Tiga Orang Ditemukan Meninggal Akibat Tertimbun Longsor di Kabupaten Garut
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas