INDONEWS.ID

  • Rabu, 03/11/2021 10:18 WIB
  • Dampak Investasi China untuk Indonesia: Produktif atau Korosif?

  • Oleh :
    • very
Dampak Investasi China untuk Indonesia: Produktif atau Korosif?
Diskusi publik yang diselenggarakan Paramadina Public Policy Institute (PPPI) secara daring tentang “Dampak Investasi China untuk Indonesia: Produktif atau Korosif?” pada Selasa (2/11/2021). (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID --- Semenjak  ditandanganinya China Asean Free Trade Area (CAFTA) maka fenomena baru ekonomi Indonesia yaitu membanjirnya produk China secara masif tanpa proteksi memadai.

Hal itu dikatakan Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J. Rachbini  pada diskusi publik yang diselenggarakan Paramadina Public Policy Institute (PPPI) secara daring tentang “Dampak Investasi China untuk Indonesia: Produktif atau Korosif?” pada Selasa (2/11/2021).

Baca juga : Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan

Didik mengungkapkan bahwa dibanding China, hubungan ekonomi Indonesia dengan Jepang sangat berbeda.

“Memang lebih rumit karena mereka teliti sehingga negosiasi investasi dan kerja sama lebih lama, tetapi setelah berjalan menjadi mudah dan lancar. Dengan China kerja sama ekonomi bisa terjadi dengan mudah, tetapi ketika berjalan banyak masalah dan bahkan sulit untuk keluar,” katanya.

Baca juga : Strategi Sukses dalam Mengimplementasikan HRIS di Perusahaan

Didik mengatakan bahwa hasil hubungan ekonomi Indonesia dan China adalah perdagangan dengan defisit besar dan perekonomian Indonesia begitu berat.

“Hubungan perekonomian yang terjadi berhubungan dengan ekonomi-politik yang mempunyai dampak menggerus politik bebas aktif Indonesia. Bahkan Indonesia seolah telah menjadi subordinasi China. Kapal China yang masuk perairan Indonesia dihalau dengan sekenanya saja,” kata Didik.

Baca juga : Bertemu Menteri Perdagangan Inggris, Menko Airlangga Perkuat Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan

Masih menurut Didik bahwa kecenderungan politik ekonomi yang miring ke China menjadi pertanyaan besar. “Singapura saja telah mengkaji pengaruh kekuatan dua kutub ekonomi antara China dan Amerika Serikat yang hasilnya lebih terpelihara dan safe hubungan dengan Amerika Serikat yang dominan ketimbang dengan China,” katanya. 

M. Faisal Direktur Eksekutif CORE Indonesia menyatakan bahwa defisit perdagangan China-Indonesia semakin lebar. Dalam 7 tahun terakhir pertumbuhan impor Indonesia dari China jauh melebihi pertumbuhan ekspor Indonesia ke China.

Peningkatan drastis investasi China terjadi sejak tahun 2016 dengan lonjakan investasi menjadi 4,8 Miliar USD atau terbesar kedua setelah Singapura. Hubungan ekonomi menjadi lebih masif sejak adanya progam Belt and Road Initiative (BRI) China tahun 2013, dimana Indonesia masuk sejak tahun 2015. 

“Diantaranya adalah proyek Kereta Api Cepat Jakarta – Bandung kerjasama China Railways International co.Ltd. dan PT Pilar Sinergo BUMN. Namun kemudian cost menjadi bengkak dari 86,5 triliun menjadi Rp 114,24 triliun. Pemerintah menyuntik dana segar 286,7 juta USD (Rp 4 triliun pada APBN 2022) untuk menanggung pembengkakan biaya,“ katanya.

M. Faisal juga menyatakan perlunya Indonesia mengkritisi kembali kerjasama investasi dengan China karena dari segi tata niaga terdapat indikasi kerugian yang ditanggung negara dari sisi penerimaan pajak dan non pajak/royalty.

 

Evaluasi Kerja Sama dengan China

Sementara itu, Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri mengungkapkan bahwa dalam ranking dunia negara tujuan investasi, Indonesia berada pada urutan ke-26 dari seluruh investasi China di seluruh dunia (data economist intelligent unit).

“Nomor 1 FDI adalah di Singapura, dari negara tersebut pada 2016 perusahaan-perusahaan China secara drastis menanamkan investasi di Indonesia ketika semua fasilitas dan kemudahan diberikan,“ katanya. 

Faisal menyatakan perlunya mengevaluasi kembali ihwal pekerja dari China yang selalu dibawa oleh investor China tanpa memperhatikan kepentingan banyak warga lokal Indonesia yang membutuhkan pekerjaan.

“Indonesia harus menegosiasi ulang soal pekerja dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional rakyat Indonesia. Amat berbahaya jika suatu negara dikuasai secara total oleh oligarki, bahkan dikabarkan perusahaan China di luar negeri sampai mendesign kudeta suatu negara bekerjasama dengan aktor-aktor lokal,” kata Faisal. 

“Meskipun demikian sebenarnya China akan patuh jika suatu negara menegakkan rule of law secara konsisten. Karenanya amat disayangkan jika Indonesia malah mengumbar segala fasilitas kepada investor luar negeri dengan tidak proporsional,” katanya.

Menanggapi tentang proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung, Faisal menyatakan “Yang diragukan bukan kualitas Kereta Api China, tetapi soal kualitas investasi sekarang, apakah tetap kondusif ataukah telah menjadi korosif. Apalagi dengan bengkaknya biaya dan ketidakjelasan perhitungan investasi kembalinya modal”. 

A. Khoirul Umam, Managing Director PPPI menyatakan bahwa meskipun investasi China berada di urutan ketiga setelah Singapura dan Hongkong menurut data BKPM, namun besar kemungkinan China berada di posisi pertama. “Sebab, Singapura dan Hongkong hanyalah transit dan pintu masuk modal-modal dari China untuk masuk ke Indonesia,” katanya.

Umam juga menyoroti sejumlah investasi China yang cenderung memanfaatkan celah kelemahan tata kelola pemerintahan negara-negara penerima investasi sehingga sering berimbas pada perubahan master plan, perubahan harga dan alokasi anggaran, hingga perubahan tenggat waktu pengerjaan.

“Hal ini banyak dimanfaatkan oleh kekuatan oligarki yang mencari keuntungan dari ketidakpastian karakter investasi seperti itu,” kata Umam.

Masih menurut Umam pemerintah harus benar-benar mengevaluasi transparansi dan akuntabilitas dari setiap pengerjaan proyek investasi bersama China.

“Sebab, jika investasi dijalankan secara serampangan, tidak berdasarkan perencanaan yang matang, terus berubah-ubah, dan memunculkan pembengkakan biaya yang tidak terduga, maka rakyat dan negara akan dirugikan,” ujarnya. ***

 

Artikel Terkait
Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan
Strategi Sukses dalam Mengimplementasikan HRIS di Perusahaan
Bertemu Menteri Perdagangan Inggris, Menko Airlangga Perkuat Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan
Artikel Terkini
Menkes Ungkap Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting
Bakar SDN Inpres Pogapa Intan Jaya, TPNPB-OPM: Merdeka Dulu Baru Sekolah
Senyum Bahagia Rakyat, Pj Bupati Purwakarta Buka TMMD Ke-120 Kodim 0619/Purwakarta
Pemerintahan Baru Harus Lebih Tegas Menangani Kelompok Anti Pancasila
Apresiasi Farhan Rizky Romadon, Stafsus Kemenag: Kita Harus Menolak Tindak Kekerasan
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas