Jakarta, INDONEWS.ID - Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) mengingatkan pemerintah untuk melakukan investigasi terkait kelangkaan minyak goreng setelah harga turun menjadi Rp14 ribu per liter.
"Pemerintah memang sudah mematok harga minyak goreng senilai Rp14 ribu per liter, tapi barangnya masih langka di pasar-pasar," kata Hasnu selaku Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) PB PMII Bidang Politik, Hukum dan HAM pada Rabu (02/02/2021).
Menurut Hasnu, PB PMII menilai bahwa Menteri Perdagangan (Mendag) tidak maksimal dalam mengawasi dan mengatur ketersedian minyak goreng.
Mendag, kata Hasnu, bukan saja bicara soal regulatif, tapi harus memastikan juga pada tataran implementatif. Di lain sisi, PB PMII juga ragu pasokan minim karena dipengaruhi produksi.
Padahal, kata Hasnu, laporan pemerintah menyatakan rata-rata produksi CPO sekitar 53 juta ton per tahun di R.
Ia mengatakan, dari total tersebut, 33 juta-34 juta ton CPO diekspor, 7 juta-8 juta ton CPO untuk kebutuhan biodiesel, dan 11 juta ton untuk industri di dalam negeri termasuk minyak goreng.
"Publik tentu ragu dengan keseriusan Mendag. Mestinya, ketersedian minyak goreng di pasar tidak mengalami kesulitan. Tapi kenapa minyak goreng mengalami kelangkaan sejak Desember 2021 sampai Februari 2022," ujar Hasnu.
Melihat situasi ini, jelas Hasnu, PB PMII menilai ada dugaan penimbunanan yang dilakukan oleh pihak-pihak kuat kuasa dan kuat modal yang memiliki kedekataan dengan kekuasaan "kartel". Ini permainan pasar sekaligus pembiaran oleh pemerintah, untuk memanfaatkan situasi multikrisis seperti ini demi meraup keuntungan. Pada gilirannya, rakyat jadi korban.
Di lain sisi, PB PMII juga menduga pemerintah tidak sanggup mengatur dan mengintervensi pasar sedemikian rupa.
"Makanya, negara seolah-olah kelabakan berhadapan dengan pasar. Ini logika terbalik, Mendag harus mengatasi persoalan ini. Masa` pemerintah dikendalikan oleh pasar, mestinya pemerintah yang mengendalikan pasar," kata Hasnu.
PB PMII juga menyoroti terkait kinerja Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang telah mengendus penyelewengan terkait pasokan minyak goreng di ritel modern.
"KPPU mestinya harus membongkar dugaan penyelewengan itu, bukan malah bombardir ke media sosial," tegas Hasnu.
Hasnu berpandangan, ini ada indikasi menahan pasokan, tim investigasi KPPU harus mengungkap kejahatan ini.
PB PMII menyarankan pemerintah, kalau misalkan terbukti ada praktik penyelewengan maka dijerat dengan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli.
Karena, kata Hasnu, pihak yang melakukan `permainan` tersebut mengatur produksi dan pemasaran minyak goreng. Dengan demikian, jumlah pasokan berkurang sampai ke tangan konsumen.*