INDONEWS.ID

  • Kamis, 01/09/2022 21:44 WIB
  • Saiful Mujani: Pemilih PDIP dan Demokrat Loyal, PAN dan PPP Terancam Gagal Lolos ke Senayan

  • Oleh :
    • very
Saiful Mujani: Pemilih PDIP dan Demokrat Loyal, PAN dan PPP Terancam Gagal Lolos ke Senayan
Bendera Partai. (Foto: Ilustrasi)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Fenomena swing voters atau pemilih yang bisa berpindah dari satu partai ke partai lain masih cukup besar di Indonesia. Pemilih swing ini bisa mengubah komposisi dukungan partai-partai politik di Indonesia pada Pemilu 2024.

Baca juga : Dianggap "Lahan Tak Bertuan", Sekolah Sering Jadi Tempat Penyemaian Ideologi Radikal

Ada dua partai yang memiliki pemilih loyal dan tidak mudah pindah, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat. Sementara dua partai yang terancam kehilangan kesempatan lolos ke Senayan adalah Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan.

Demikian analisa ilmuwan politik Prof. Saiful Mujani dalam program Bedah Politik bertajuk ”Pergeseran Pemilih Partai Menjelang Pemilu 2024” yang tayang di kanal Youtube SMRC TV pada Kamis, 1 September 2022. Video utuh pemaparan Prof. Saiful Mujani bisa disimak di sini: https://youtu.be/y8fONfZEq88

Baca juga : Kemendagri Ajak Pemda Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045

Saiful menjelaskan bahwa dari Pemilu ke Pemilu, partai yang mendapatkan suara terbanyak bisa berganti-ganti secara ekstrim. Ini disebut sebagai fenomena swing voters. Tapi dalam dua Pemilu terakhir, kata Saiful, komposisi perolehan suara partai relatif stabil. Hanya saja, ada partai yang hilang, juga ada partai yang melemah. PDIP, misalnya, naik sekitar 1 persen dibanding Pemilu 2014. Artinya pasti ada partai yang jadi korban, walaupun itu hanya 1 persen. Bisa dilihat bahwa partai yang cukup besar turun suaranya adalah partai Golkar.

“Bersamaan dengan naiknya PDIP, juga bisa dilihat kenaikan yang cukup signifikan pada partai Gerindra. Dilihat dari total suara, pemilih Gerindra lebih banyak dibanding Golkar, walaupun kursi Golkar di parlemen lebih banyak dari kursi Gerindra, karena nilai suara di basis-basis Golkar lebih murah dibanding Gerindra,” ujar Saiful.

Baca juga : Top! Pemerintah Pastikan Program KUR Semakin Inklusif, Jangkau Penyandang Disabilitas dan Pelaku UMKM Perempuan

Dia mengatakan, juga ada kenaikan suara pada Nasional Demokrat (Nasdem), dari 7 persen menjadi sekitar 9 persen. Pada saat yang sama, ada penurunan cukup tajam pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Artinya, menurut Saiful, ada perubahan-perubahan pemilih. Yang tadinya, misalnya, memilih PPP menjadi tidak memilih partai tersebut, pindah ke partai yang lain.

Untuk melihat partai mana yang memiliki pemilih yang loyal dan tidak, SMRC melakukan survei opini publik secara nasional dengan mengajukan pertanyaan pada para pemilih yang ikut Pemilu 2019: “kalau bapak atau ibu memilih sekarang, partai mana yang akan dipilih?”

Hasilnya, kata Saiful adalah pemilih PDIP di 2019 yang menyatakan akan kembali memilih PDIP sekarang sebanyak 73,9 persen. Apakah artinya pemilih PDIP yang lain tidak loyal?

Menurut Saiful, belum tentu karena untuk kasus PDIP, tidak ada angka yang signifikan yang pindah ke partai yang lain. Ditemukan ada 2,7 persen pemilih PDIP yang pindah ke Golkar, tapi ini angka yang tidak signifikan secara statistik. Pada kasus pemilih PDIP yang tidak menyatakan akan memilih kembali PDIP ini justru lebih banyak masuk ke kelompok yang belum menentukan pilihan atau wait and see, sekitar 16,7 persen.

“Dibanding dengan partai yang lain, pemilih PDIP relatif stabil,” kata pendiri SMRC tersebut.

Dalam kondisi ini, kata dia, jika PDIP berhasil merebut dan menampung perpindahan pemilih dari partai lain, partai berlambang banteng dengan moncong putih ini memiliki potensi untuk mengalami kenaikan suara. Alasannya adalah karena yang menyatakan akan pindah ke partai yang lain sangat tidak signifikan. Sementara yang menyatakan tidak tahu atau tidak jawab juga relatif normal atau tidak terlalu besar dibanding dengan partai-partai lain, sekitar 16,7 persen

Partai kedua yang memilih pemilih yang relatif solid adalah Partai Demokrat. Ada 73,6 persen pemilih Demokrat 2019 yang menyatakan akan kembali memilih Demokrat. Yang belum menentukan pilihan cukup kecil, 7,7 persen. Sementara yang akan mengancam adalah PDIP dan Gerindra (5,7 persen dan 5,4 persen).

Saiful menyebut PDIP dan Gerindra sebenarnya satu warna dengan Demokrat. Dia menjelaskan bahwa dalam kasus Pemilu 1999, PDIP mendapatkan suara 34 persen sementara Partai Demokrat belum ada. Pada 2004, ketika Partai Demokrat muncul dan mendapatkan suara 7 persen, sementara PDIP mengalami penurunan suara yang cukup tajam menjadi sekitar 18 persen. Artinya ada irisan antara pemilih PDIP dan Demokrat.

Selain itu, keluarga tokoh utama kedua partai juga berasal dari wilayah yang sama, Jawa Timur. SBY orang Pacitan dan keluarga Soekarno berasal dari Blitar. ***

Artikel Terkait
Dianggap "Lahan Tak Bertuan", Sekolah Sering Jadi Tempat Penyemaian Ideologi Radikal
Kemendagri Ajak Pemda Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045
Top! Pemerintah Pastikan Program KUR Semakin Inklusif, Jangkau Penyandang Disabilitas dan Pelaku UMKM Perempuan
Artikel Terkini
Bupati Tanah Datar Serahkan Santunan BPJS Ketenagakerjaan
Dianggap "Lahan Tak Bertuan", Sekolah Sering Jadi Tempat Penyemaian Ideologi Radikal
Kunker ke Halmahera Timur, Kepala BSKDN Beberkan Strategi Menjaga Keberlanjutan Inovasi
Kemendagri Ajak Pemda Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045
Top! Pemerintah Pastikan Program KUR Semakin Inklusif, Jangkau Penyandang Disabilitas dan Pelaku UMKM Perempuan
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas