Jelang Reshuffle, Rizal Ramli: Tugas Menteri Bukan Membuat `Proyek` Tapi Kebijakan Canggih
Menurut tokoh nasional itu, Sri Mulyani tidak memberi informasi yang tepat kepada Presiden Jokowi dan hanya membuat laporan Asal Bapak Senang (ABS) saja.
Reporter: very
Redaktur: very
Jakarta, INDONEWS.ID - Jelang rencana perombakan Kabinet Indonesia Bersatu yang ramai beredar dilakukan pada Rabu (1/2) hari ini, ekonom senior DR Rizal Ramli kembali mengeritik pedas kinerja para menteri termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sri Mulyani secara khusus disorot karena menurut ekonom senior Rizal Ramli memberi masukan yang salah kepada Presiden Joko Widodo.
Menurut tokoh nasional itu, Sri Mulyani tidak memberi informasi yang tepat kepada Presiden Jokowi dan hanya membuat laporan Asal Bapak Senang (ABS) saja.
Mantan Menko Kemaritiman itu mengatakan, pemerintahan Jokowi selama ini selalu saja berutang. Pada akhir 2022 lalu, utang pemerintahan Jokowi tembus Rp8 ribu triliun.
“Tapi hari ini Menteri Keuangan Sri Mulyani terus memberi angin surga kepada Presiden Jokowi. Dia mengatakan bahwa ekonomi kita tidak bermasalah dan baik-baik saja. Akhirnya proyek terus dilanjutkan dengan meminjam uang,” ujar Bang RR dalam Podcast Pantau.com yang dipantau di Jakarta, pada Rabu (1/2).
Rizal Ramli mengatakan, pemerintahan Jokowi memang terus menambah utang. Utang tersebut digunakan untuk membiayai berbagai proyek tanpa memikirkan pembiayaannya seperti apa. “Sudah tepat waktunya atau belum, asal geber saja. Karena itu, hampir semua pembiayaan proyek itu berasal dari utang. Makanya tidak heran jika utang kita mencapai lebih dari Rp8 ribu triliun,” katanya.
Sebenarnya, kata penasihat ekonomi Fraksi ABRI di DPR itu, berutang tidak masalah selama kita bisa membayar. Selama nyicilnya juga tidak masalah. “Yang terjadi adalah pemerintah Indonesia membayar bunganya mencapai Rp450 triliun dan membayar cicilan pokoknya Rp400 triliun. Kita membayar bunganya saja tidak sanggup dan harus berutang lagi. Ini namanya bukan lagi ‘gali lubang tutup lubang, tapi gali lubang tutup jurang’,” ujarnya.
Lantas pertanyaannya bagaimana cara sehingga pemerintah bisa berutang lagi? Pemerintah, kata RR, harus meningkatkan bunganya. Pemerintah membuat Surat Utang Negara (SUN) dengan bunganya yang mencapai 6,5 persen. Sedangkan bunga deposito hanya mencapai 2 persen. Karena itu, mereka yang punya uang, lembaga negara ramai-ramai membeli SUN karena dia akan untung dua kali dan batas jaminannya juga tidak terbatas.
“Karena itu terjadi penyedotan keuangan ke SUN semua. Inilah yang menjelaskan mengapa uang yang beredar di masyarakat susah sekali, likuiditas menjadi tersendat, jadi bukan karena setelah pandemi Covid,” imbuhnya.
Kebijakan Canggih
Presiden dalam sejarah dunia sebenarnya jarang ada yang bisa mengerti semua masalah teknis, termasuk masalah keuangan. Untuk itulah presiden membutuhkan menteri yang bisa memberi pemikiran ekonomi dan keuangan.
Misalnya di era Pak Suharto ada ekonom kita yang sangat sangat terkenal seperti Widjojo Nitisastro, Ali Wardana. Mereka itu memberi penjelasan yang sesungguhnya. Misalnya kalau Pak Harto mau membangun sesuatu maka para menteri yang memberi penjelasan tentang urgensi sebuah pembangunan.
Selain itu, menteri teknis itulah yang menerjemahkan apa kemauan presiden. Misalnya pada masa Pak Harto dia mengingikan agar rakyat Indonesia maju. Maka para menteri itu membuat kebijakan yang mengarah ke tujuan tersebut.
Waktu itu pemerintah memiliki duit banyak hasil dari pajak minyak bumi dan gas. Karena itu para menteri memikirkan cara untuk menjadikan masyarakat maju. Akhirnya terciptalah gagasan dengan membangun SD Inpres, Puskemas dan Pasar Inpres.
Rizal Ramli mengatakan, saat menjadi menteri Gus Dur, dirinya tidak pernah membohongi Gus Dur. “Misalnya ketika diangkat menjadi Kepala Bulog, Gus Dur meminta saya untuk membuat petani senang dan bahagia. Karena itu tugas saya adalah membuat kebijakan untuk merealisasikan hal tersebut,” katanya.
Karena itu, hal pertama yang dilakukan Bang RR adalah membenahi kebocoran dan kecurangan di Bulog. Akhirnya dia bisa menghemat Rp5 triliun dalam satu tahun. Kalau saat ini bisa mencapai Rp25 triliun.
Kedua, waktu itu petani terkena kredit macet dari program Kredit Usaha Tani semasa Adi Sasono pada era BJ Habibie. Karena itu para petani menjadi takut kalau-kalau tanahnya disita oleh bank.
“Saya lalu bilang ke Gus Dur agar utang petani itu diputihkan atau dihapus. Lalu Gur Dur mengatakan, ‘Rizal nanti kamu bisa dipenjara lho’. Namun Rizal Ramli balik menantang, ‘Silahkan penjarakan saya. Saya tidak mendapat satu sen pun dari penghapusan utang tersebut,” ujarnya.
Kemudian Rizal Ramli melaksanakan program tersebut. Maka petani bisa kembali bernapas lega.
Setelah itu Rizal Ramli menaikkan rasio harga pembelian gabah dari 1,5:1 menjadi 1,75: 1. Itu artinya jika hanya pupuk dibeli dengan harga Rp1000 maka harga gabanya Rp1750. Karena itu petani mendapat keuntungan Rp750.
“Kebijakan ini membuat petani semangat dan terus meningkatkan produksi. Jadi untuk menaikkan produksi bukan dengan proyek ‘food estate’, dengan proyek, tapi dengan kebijakan yang canggih,” katanya.
Apa kemudian yang terjadi? Para petani semakin semangat menaikkan produksi. Karena itu, pemerintahan Gus Dur melarang impor beras. Selama dua tahun pemerintahan Presiden Gus Dur pihaknya tidak melakukan impor. Akhirnya misi membahagiakan petani itu tercapai.
Terkait proyek Ibu Kota Negara (IKN), Rizal Ramli mengatakan, proyek tersebut belum menjadi prioritas karena itu harus ditunda dulu. Ini tugas Menteri Keuangan untuk memberi penjelasan agar Presiden Jokowi tidak salah langkah.
“Nah, itu yang menjadi tugas menteri. Para menteri bukan menunggu penjelasan detail dari presiden. Presiden hanya membuat kebijakan besar, dan menteri yang membuat aturan dan merealisasikannya,” pungkasnya. ***