Jakarta, INDONEWS.ID - Pangan merupakan komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan menjadi pilar utama pembangunan nasional yang berperan dalam menjaga stabilitas ekonomi, sosial dan politik.
Karena itu, menjaga kedaulatan dan kemandirian pangan adalah fondasi dari terwujudnya ketahanan pangan yang bisa menghasilkan masyarakat yang sehat, aktif dan produktif.
"Kedaulatan pangan dan kemandirian pangan merupakan fondasi dari terwujudnya ketahanan pangan. Outcome dari ketahanan pangan adalah masyarakat dan perseorangan yang sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan," ujar Pakar Ekonomi Pertanian, Prof. Dr. M. Jafar Hafsah dalam diskusi bertajuk "Manajemen Pengendalian Harga Menjelang Ramadan" di Universitas Paramadina, Rabu (08/03/2023).
Acara yang digelar secara hibrid dan dibuka oleh Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini, M.Sc., Ph.D ini turut dihadiri oleh Dr. Handi Risza, SE, M.Ec., dosen pascasarjana Universitas Paramadina, dan Ariyo DP Irhamna, SE, M.Sc. Dosen Manajemen Universitas Paramadina.
Jafar mengatakan, hal penting yang harus dilakukan oleh pemerintah yaitu melakukan perencanaan, data dan pemetaan. “Selanjutnya adalah koordinasi, memastikan ketersediaan infrastruktur dan saprodi, komoditi, distribusi, pemantauan, supervisi dan pengawas ketersediaan pangan di wilayah dan monev," ujarnya.
Dalam paparannya Dr. Handi Risza menyinggung pertumbuhan global yang diprediksi terus mengalami tren penurunan. "Pada 2023, pertumbuhan global diproyeksikan melambat dari 3,4 persen pada 2022 menjadi 2,9 persen pada 2023," katanya.
Handi juga menyinggung rantai pasok yang belum sepenuhnya pulih yang menyebabkan masih tingginya inflasi global. "Inflasi global diperkirakan turun dari 8,8 persen (2022) menjadi 6,6 persen (2023). Angka ini masih lebih tinggi dari rata-rata inflasi tahun 2017-2019 yaitu 3,5 persen," ujarnya.
Terkait kenaikan harga menjelang ramadan, Handi mengingatkan agar perlu dicermati komoditas dominan yang menyumbang inflasi seperti bahan bakar rumah tangga, minyak goreng, daging ayam ras, dan beberapa komiditas lainnya.
Ia juga merekomendasikan kebijakan dalam pengendalian harga. "Kebijakan mempertebal pasokan dalam rangka stabilisasi harga dilakukan dengan menggunakan produksi dalam negeri serta impor perlu dilakukan secara presisi sesuai permintaan aktual. Kebijakan dengan memberikan subsidi, baik transportasi maupun harga," saran Handi.
Dia mengatakan, kebijakan memberlakukan 2 persen dari dana transfer umum (DTU) dalam APBD sebagai insentif untuk kebutuhan pangan melalui bansos dan insentif untuk transportasi, perlu didorong agar dapat terealisasi dengan baik di daerah, agar stabilisasi harga terwujud dengan baik.
"Koordinasi stakeholder dalam bentuk kerja Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) perlu dioptimalkan. Langkah membentuk taskforce atau sales motorist untuk memaksimalkan proses distribusi produk kebutuhan selama Ramadhan, dengan sasaran utama menjaga keseimbangan supply and demand," imbuhnya.
Sementara Ariyo DP Irhamna menyatakan perlunya perbaikan kondisi di hulu. "Pemanfaatan teknologi untuk peningkatan produktivitas, antisipasi alih fungsi lahan pertanian, penguatan kelembagaan koperasi dan peningkatan kesejahteraan petani," katanya.
Selanjutnya, katanya, untuk menjaga kelancaran distribusi dan tata niaga komoditas pangan harus dilakukan optimalisasi dan modernisasi sistem resi gudang, pemanfaatan teknologi untuk tracking produk dan monitoring harga.
“Sedangkan untuk perbaikan kondisi hilir perlu menerapkan penanganan pascapanen yang baik dan benar (good handling practices), pemetaan pola konsumsi, optimalisasi asuransi pertanian, dan penerapan circular economy," pungkasnya. ***