INDONEWS.ID

  • Selasa, 04/04/2023 11:31 WIB
  • Diskusi 25 Tahun Reformasi, Kepentingan Politik Permasalahan Utama Pelemahan KPK

  • Oleh :
    • very
Diskusi 25 Tahun Reformasi, Kepentingan Politik Permasalahan Utama Pelemahan KPK
Diskusi publik “25 Tahun Reformasi: Mengembalikan Marwah KPK sebagai Institusi Penegak Hukum yang Independen, Profesional, dan Berintegritas” di Universitas Paramadina, Senin (3/4). (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Salah satu capaian penting 25 tahun reformasi adalah pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun saat ini lembaga itu mengalami pelemahan serius. Kredibilitas KPK misalnya mengalami penggerusan ke titik terlemah dalam sejarah.

Hal itu diungkapkan para ahli, praktisi, dan aktivis anti korupsi dalam diskusi publik “25 Tahun Reformasi: Mengembalikan Marwah KPK sebagai Institusi Penegak Hukum yang Independen, Profesional, dan Berintegritas” di Universitas Paramadina, Senin (3/4).

Baca juga : Pj Gubernur Agus Fatoni Bersama Kedubes Kanada Perkuat Kerjasama Penanganan Permasalahan Perubahan Iklim

Saut Situmorang yang merupakan bekas pimpinan KPK dalam acara tersebut mengatakan bahwa data-data menunjukkan adanya penurunan kepercayaan publik yang sangat tajam terhadap KPK. Ia juga menyoroti adanya kecenderungan menggunakan lembaga tersebut untuk kepentingan politik praktis.

“Yang intinya adalah mereka sangat politis di dalam melaksanakan pemberantasan korupsi. Ada banyak cukup banyak fakta yang mengatakan bahwa KPK saat ini sangat-sangat tidak independen, tidak berintegritas, dan tidak profesional. Itu sudah jelas,” kata Saut.

Baca juga : Menteri PANRB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

Senada dengan Saut, aktivis anti-korupsi yang juga akademisi STHI Jentera, Bivitri Susanti, menyatakan bahwa politik adalah permasalahan utama terkait pelemahan KPK. Ada banyak pihak dalam politik dan bisnis yang sangat terganggu dengan keberadaan KPK dan melakukan segala cara untuk melemahkannya.

“Bahwa ini bukan soal apakah PR-nya saja, bukan soal key performance indicators komisioner, ini adalah soal politik,” tutur Bivitri.

Baca juga : SMP Islam Al Azhar BSD Raih juara 1 Tari Tradisional di Spanyol

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva, yang juga ikut hadir dalam kegiatan tersebut memandang bahwa keberadaan KPK saat ini sudah sangat jauh dari harapan saat pertama kali diinisiasi.

Sebagai orang yang terlibat langsung dalam membidani kelahiran KPK di DPR RI, ia memandang bahwa keberadaan KPK justru berdampak buruk terhadap penegakan hukum.

“Setelah 25 tahun rupanya tidak ada perubahan apa-apa. Salahnya dimana? Jadi jika KPK tidak profesional, tidak berintegritas, dan tidak independen, maka KPK bukan membawa kebaikan, tapi membawa masalah bagi penegakan hukum kita,” jelasnya.

Pengamat politik yang juga Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI), Ahmad Khoirul Umam, menjelaskan bahwa upaya pelemahan KPK terjadi sangat serius dalam sepuluh tahun terakhir. Menurutnya, pelemahan tersebut dilakukan dengan berbagai justifikasi dan terkesan dipaksakan.

“Yang terakhir Pak Saut bisa melihat, bisa mencermati secara detail dengan narasi ‘KPK sarang Taliban. Tidak habis pikir. Yang dibayangkan itu Taliban cara pandang radikalis, jenggot panjang, celana cingkrang, jidat yang agak kehitam-hitaman. Padahal yang diberhentikan banyak juga teman-teman yang berasal dari teman-teman kristiani, kalau tidak salah teman-teman dari Budha juga ada,” tuturnya.

 

Dibubarkan Saja

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, memberikan contoh ketidakprofesionalan KPK dalam kasus Formula E.

“Hilangnya marwah KPK juga dapat diidentifikasi tentang fenomena hilangnya marwah karena adanya proses pemaksaan kasus pada kasus misalnya Formula E. Kenapa? Karena semestinya sudah sangat terang-benderang tidak ada unsur pidananya, tidak ada bukti permulaan yang cukup dan lain sebagainya,” jelasnya.

Kerancuan penanganan kasus Formula E juga diperkuat oleh Hamdani, auditor senior dan mantan staf ahli Menteri Dalam Negeri. Ia banyak meneliti kasus-kasus gubernur yang ditangani KPK.

“Dari 12 (kasus) itu tidak ada KPK yang meminta bantuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk dilakukan audit dulu baru ditersangkakan. Tapi, untuk yang Formula E, karena sudah kehabisan akal dalam proses penyelidikan segala macam, karena tidak ditemukan 2 alat bukti yang cukup sebagai dasar untuk menaikkan tersangka,” terangnya

Ia juga menjelaskan bahwa audit investigasi yang dilakukan dalam kasus Formula E tidak sesuai dengan peraturan BPK.

“Peraturan BPK No.1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dan Peraturan BPK No. 1 Tahun 2020 yang mana jika KPK mau meminta audit investigasi harus menyatakan terlebih dahulu apa perbuatan melawan hukum. Artinya, (KPK) menyatakan dulu dua alat bukti yang cukup. Ini kesulitannya,” tegasnya.

Sudirman Said, aktivis senior Transparansi Internasional Indonesia, yang ikut menggagas kelahiran KPK, memandang bahwa keberadaan KPK sudah tidak lagi membawa manfaat. Karena itu dirinya meminta agar lembaga tersebut dibubarkan saja.

“KPK sudah tidak independen, tidak profesional dan tidak berintegritas, oleh karena itu dibubarkan saja karena keberadaan KPK sudah lebih banyak melahirkan mudharat daripada manfaat,” tegasnya. ***

Artikel Terkait
Pj Gubernur Agus Fatoni Bersama Kedubes Kanada Perkuat Kerjasama Penanganan Permasalahan Perubahan Iklim
Menteri PANRB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni
SMP Islam Al Azhar BSD Raih juara 1 Tari Tradisional di Spanyol
Artikel Terkini
Pj Gubernur Agus Fatoni Bersama Kedubes Kanada Perkuat Kerjasama Penanganan Permasalahan Perubahan Iklim
Menteri PANRB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni
TOZO Memperkenalkan Deretan Produk Inovatif Terbaru: TOZO Open Buds Sebagai Flagship
Perayaan Hari Ulang Tahun ke 15 Kabupaten Maybrat
SMP Islam Al Azhar BSD Raih juara 1 Tari Tradisional di Spanyol
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas