Sementara dalam PKPU Nomor 10 dan 11, KPU dianggap menabrak putusan MK tersebut. KPU menyatakan syarat jeda 5 tahun itu tidak berlaku apabila ada putusan pengadilan ihwal adanya penambahan pidana berupa pencabutan hak politik. Artinya, semisal ada terpidana yang divonis pencabutan hak politik selama 3 tahun, maka masa jeda 5 tahun itu tidak berlaku.
Komisioner KPK 2003-2007 Erry Riyana Hardjapamekas mengatakan PKPU nomor 10 dan 11 itu jelas bertentangan dengan 2 putusan MK. Dia mengatakan demi kapatuhan pada aturan yang berlaku dan menjaga integritas Pemilu, kedua PKPU itu harus direvisi. “Masa jeda waktu bagi mantan terpidana sudah diputuskan 5 tahun,” kata dia.
Komisioner KPK 2011-2015 Abraham Samad mengatakan orang yang pernah terlibat kasus korupsi seharusnya tidak boleh lagi menjabat jabatan publik, seperti wakil rakyat. Dia mengatakan perbuatan yang mereka lakukan bukanlah kekhilafan.
“Itulah sebabnya dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang hanya memberi jeda waktu 5 tahun bagi koruptor bagi saya bukan sesuatu menggembirakan. Seolah kita ingin berdamai dengan koruptor,” kata dia.
Eks Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mempertanyakan keberpihakan KPU dalam pemberantasan korupsi. Menurut dia, KPU tidak akan kekurangan pendaftar hanya karena melarang mantan napi koruptor mencalonkan diri. “Indonesia tidak kekurangan orang baik untuk menjadi anggota DPR atau DPRD,” ujar dia.