Jakarta, INDONEWS.ID – Banyak pihak bertanya kepada tokoh pergerakan DR Rizal Ramli tentang kunci melakukan perubahan dan perbaikan ketika dirinya memegang amanah jabatan tertentu dalam pemerintahan.
Pertanyaan ini sangat penting karena begitu banyak pejabat ketika diberi amanah memegang sebuah jabatan malah mempergunakannya untuk memperkaya diri, keluarga maupun kelompoknya atau malah melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Tokoh nasional ini mengatakan bahwa ketika berkuasa, dia membebaskan diri dari berbagai konflik kepentingan. Pasalnya, konflik kepentingan itulah yang bisa menyandera seseorang untuk melakukan perubahan dan perbaikan secara lebih cepat.
“Ketika berkuasa melakukan perubahan dan perbaikan lebih mudah dan lebih cepat, asalkan amanah dan tidak punya konflik kepentingan (KKN) dan leadership yang kuat,” ujarnya dalam cuitannya di akun Twitternya, @RamliRizal yang dipantau di Jakarta, pada Kamis (6/7).
Namun, ketika berada di luar pemerintahan, saat tidak menjabat lagi, mantan Menko Perekonomian ini masih juga tak henti-hentinya melakukan perubahan dan perbaikan. Energinya seolah tidak pernah habis untuk terus melakukan perbaikan.
Pertanyaannya, apa kunci untuk melakukan perubahan dan perbaikan walau berada di luar pemerintahan?
Menurut mantan Menko Kemaritiman itu kuncinya terletak pada visi perbaikan yang jelas, konsistensi dan adanya daya tahun yang kuat.
“Kuncinya adalah visi perbaikan yang jelas, konsistensi dan daya tahan yang kuat (sekitar 2 tahun per topik),” ujarnya.
Selanjutnya, kata Bang RR, sapaan Rizal Ramli, adalah melakukan aliansi strategis dengan berbagai organisasi masyarakat. “Aliansi strategis yang kokoh (dengan Dewan Mahasiswa, organisasi buruh, Kepala-Kepala Desar, dll),” ujarnya.
Dengan visi, konsistensi, daya tahun itulah, mantan Kepala Bulog ini bisa menggalang aliansi dengan berbagai organisasi sehingga bisa menelorkan berbagai perbaikan yang hingga saat ini bisa dinikmati oleh masyarakat.
Pertama misalnya, Rizal Ramli dengan didukung oleh WS Rendra melalui sajak “Sebatang Lisong” berhasil menelorkan gerakan “Anti Kebodohan” yang berhasil mendorong program Wajib Belajar di era Presiden Soeharto.
Kedua, melakukan restrukturisasi kredit usaha tani (KUT) di era pemerintahan Gus Dur dengan penghapusan bunga kredit 100 persen dan potongan utang pokok pinjaman berkisar antara 25-50 persen berdasarkan luas lahan petani.
Ketiga, bersama serikat-serikat pekerja memperjuangkan UU BPJS sehingga masyarakat bisa mendapatkan manfaat fasilitas kesehatan yang murah.
“Keempat, bersama para Kepala Desa dan Perangkat Desa memperjuangkan UU Desa sehingga setiap desa mendapat dana lebih dari Rp1 miliar,” pungkasnya. ***