INDONEWS.ID

  • Rabu, 09/08/2023 21:26 WIB
  • Etika Berdemokrasi Penting untuk Mewujudkan Kebebasan Tanpa Kebablasan

  • Oleh :
    • very
Etika Berdemokrasi Penting untuk Mewujudkan Kebebasan Tanpa Kebablasan
Pengamat politik yang juga aktif sebagai akademisi, Prof. Sri Yunanto, M.Si., PhD., (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Jelang tahun 2024, situasi perpolitikan Indonesia kian memanas. Belakangan, kita bisa menyaksikan bagaimana seorang Rocky Gerung melancarkan kritik kepada pemerintah yang menurut sebagian pihak tidak sesuai dengan nilai kesantunan bangsa Indonesia.

Baca juga : Hari ini Pengurus FOKBI Gelar Silaturahmi Jelang Musda di Jakarta

Kebebasan berdemokrasi warga negara Indonesia sepatutnya dilakukan sesuai dengan norma, nilai, dan hukum yang berlaku di Indonesia.

Pengamat politik yang juga aktif sebagai akademisi, Prof. Sri Yunanto, M.Si., PhD., menilai bahwa seorang figur publik yang berbicara di depan umum, seharusnya menyadari bahwa ia punya tanggung jawab yang lebih besar dalam memilih diksi untuk menyampaikan pikirannya.

Baca juga : Pemred indonews.id Hadiri Halal Bi Halal di Kediaman Laksamana Purn Ade Supandi

Norma dan nilai yang berlaku di masyarakat selayaknya menjadi acuannya dalam bersikap, apalagi jika ia menjadi panutan banyak orang.

“Jika dalam menyampaikan pendapat dilakukan tidak dengan beretika, bukan hanya bangsa ini nanti tidak menjadi bangsa yang beradab dan bermoral, tapi juga akan berpotensi menimbulkan konflik. Ungkapan-ungkapan tidak etis bisa saja menyulut emosi seseorang. Mungkin orang yang menjadi sasaran pembicaraan bisa saja terima dengan lapang dada, tapi apakah pengikutnya punya kemampuan yang sama?” ujar Prof. Dr. Sri Yunanto di Jakarta, Rabu (9/8/2023).

Baca juga : Wujudkan Kemandirian Daerah, Kepala BSKDN Dorong Proyek Perubahan Jadi Inovasi

Dirinya mengkhawatirkan, jika tindakan tersebut tidak beretika dan tidak diproses melalui jalur hukum, maka bisa menjadi preseden buruk di kemudian hari.

Siapapun bisa saja mengatakan kalimat yang yang penuh diksi penghinaan, baik pada Presiden saat ini, Calon Presiden, ataupun Presiden selanjutnya, berdasarkan ketidaksukaannya, kemudian dibiarkan begitu saja.

“Jadi jangan sampai apa yang disampaikan jadi preseden, kemudian ada anggapan bahwa menyampaikan kritik bisa menggunakan kata-kata yang begitu jorok dan kasar. ‘Rocky Gerung saja tidak diproses hukum, berarti saya juga boleh dong berbuat demikian.’ Anggapan seperti ini kan bahaya sekali,” jelas Prof. Sri Yunanto seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.

Ia menjelaskan bahwa perspektif hukum tidak boleh dipersepsikan atau ditafsirkan menurut kemauan sendiri. Misalnya, jika ada benda yang disebut dengan “gelas,” itu berarti persepsi masyarakat memang menyebutnya sebagai “gelas.”

“Lalu dengan menafsirkan sendiri, kemudian ada orang yang mengatakan bahwa ini bukan ‘gelas,’ Ini adalah ‘bola’. Bersikukuh memiliki persepsi yang sangat jauh dari pandangan umum. Pada proses hukum, nantinya akan diuji persepsi tersebut. Menurut orang lain, jaksa, pengacara, dan saksi ahli akan diminta pendapatnya. Akhirnya, hakimlah yang berhak memutuskan bahwa barang ini adalah ‘gelas,’ bukan ‘bola,” tambah Prof. Sri Yunanto.

Ia lalu menjelaskan, apakah ungkapan tertentu dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik atau tidak, itu nanti hukum yang menentukan. Mulai dari tahap yang paling awal, misalnya verifikasi, penyelidikan, penyidikan, kemudian dilaporkan menjadi BAP (Berita Acara Pemeriksaan). BAP nanti disidangkan dan dituntut oleh jaksa.

Menurutnya, proses hukum ini sebenarnya dilakukan untuk mencapai kebenaran. Apakah benar seseorang yang dituduh mencemarkan nama baik, melakukan ujaran kebencian, atau menistakan agama, itu memang melakukan hal tersebut. Ini yang perlu dibuktikan melalui jalur hukum.

Ia menambahkan, Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi dalam perpolitikannya. Demokrasi berarti kekuasaan tertinggi sejatinya ada di tangan rakyat, yang juga berarti bahwa siapapun bebas menyatakan opininya.

Namun, perlu dipahami bahwa demokrasi yang dianut memiliki batasan tertentu sehingga rakyat yang memiliki kebebasan berpendapat tidak menabrak norma atau hukum yang telah disepakati.

“Seperti halnya dengan radikalisme. Kita harus pahami dulu, radikalisme harus ditanggulangi jika mengacu pada Undang-Undang nomor 5 tahun 2018. Pemahaman radikal yang sarat dengan kekerasan ini bisa merusak persatuan Indonesia. Gerakan intoleran yang biasanya mengusung sistem politik lain untuk menggantikan Pancasila ini jelas saja tidak sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku,” terang Prof. Sri Yunanto.

Norma dan hukum yang menjadi batasan terhadap kebebasan berpendapat, menurutnya, justru diciptakan demi melindungi kepentingan umum yang berdampak bagi hidup banyak orang. Kebebasan yang ada jangan sampai menerjang kesepakatan masyarakat, ketentuan dan ideologi negara, serta keselamatan seluruh rakyat Indonesia.

“Segala kegiatan yang mendorong pada kekerasan termasuk terorisme, menodai kebhinekaan dengan mengobarkan intoleransi, merusak rumah ibadah, atau tindak pidana lainnya tentunya dapat mengancam kebebasan orang lain dan justru mencederai demokrasi itu sendiri,” imbuh Prof. Sri Yunanto.

Prof. Sri Yunanto memberikan kesimpulan bahwa segala hal yang dilakukan Pemerintah tidak lepas dari kepentingan untuk menyejahterakan rakyatnya. Pemerintah yang jelas tidak luput dari kesalahan, adalah hal yang wajar jika ada dari rakyatnya yang menyampaikan kritik.

Sudah semestinya kritik yang disampaikan tertuju pada kekurangan dari kebijakan atau pencapaian yang Pemerintah lakukan, didukung oleh bukti yang otentik dan tidak asal bicara.

“Setiap pemerintah di seluruh negara itu punya tujuan, misi, dan kegiatannya masing-masing. Jika dalam mencapai segala tujuannya itu dirasa ada kekurangan, baik itu tidak atau belum dilaksanakan, maka sah-sah saja itu dikritik. Misalnya pemerintah melakukan suatu kekurangan, silahkan saja untuk dikritik. Namun perlu diingat bahwa yang disebut sebagai kekurangan tadi itu berdasarkan fakta, bukan hanya berasal dari pikiran seorang,” tandas Prof. Sri Yunanto. ***

 

Artikel Terkait
Hari ini Pengurus FOKBI Gelar Silaturahmi Jelang Musda di Jakarta
Pemred indonews.id Hadiri Halal Bi Halal di Kediaman Laksamana Purn Ade Supandi
Wujudkan Kemandirian Daerah, Kepala BSKDN Dorong Proyek Perubahan Jadi Inovasi
Artikel Terkini
Bupati Tanah Datar berikan aspresiasi Loka Karya dan Panen Karya Guru Penggerak
Hari ini Pengurus FOKBI Gelar Silaturahmi Jelang Musda di Jakarta
Pemred indonews.id Hadiri Halal Bi Halal di Kediaman Laksamana Purn Ade Supandi
Menikah di Balai Sarwono, Bregas Ingin Merasakan Atmosfer Adat Jawa yang Kental
Pelepasan 247 Calon Siswa Bintara Bakomsos dan Tamtama Polri Terpadu Tahun Angkatan 2024
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas