INDONEWS.ID

  • Jum'at, 12/01/2024 22:28 WIB
  • Debat Ke-3 Pilpres:

    Menimbang Visi-Misi Capres dan Evaluasi tentang Politik Luar Negeri

  • Oleh :
    • very
Menimbang Visi-Misi Capres dan Evaluasi tentang Politik Luar Negeri
Universitas Paramadina menggelar diskusi bertema “Catatan Awal Tahun: Menimbang Visi dan Misi Capres dan Evaluasi Tentang Politik Luar Negeri”. Diskusi berlangsung Kamis (11/1/2024) yang digelar secara daring. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID – Debat ke-3 calon presiden yang diikuti Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo menarik untuk terus diikuti.  

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengangkat tema “Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional dan Geopolitik” dalam debat yang dilangsungkan di Istora, Senayan, Jakarta pada Minggu (7/1/2014).

Baca juga : Apresiasi Farhan Rizky Romadon, Stafsus Kemenag: Kita Harus Menolak Tindak Kekerasan

Universitas Paramadina menggelar diskusi bertema “Catatan Awal Tahun: Menimbang Visi dan Misi Capres dan Evaluasi Tentang Politik Luar Negeri”. Diskusi berlangsung Kamis (11/1/2024) yang digelar secara daring.

Diskusi tersebut melibatkan para pembicara yaitu Dr. Theo L. Sambuaga, Doktor Ilmu Pertahanan Universitas Pertahanan RI; Dr. M. Riza Widyarsa, Dosen Prodi HI Universitas Paramadina; Dr. Peni Hanggarini, Dosen Prodi HI Universitas Paramadina; dan Asriana Issa Sofia M.A, Dosen Prodi HI Universitas Paramadina. Diskusi tersebut melibatkan Prof. Didik J. Rachbini, Rektor Universitas Paramadina sebagai pemberi kata pengantar.

Baca juga : KPKNL mulai Cium Aroma Busuk di Bank Indonesia

Dalam pemaparannya, Theo mengatakan, visi pertahanan politik luar negeri Indonesia tercantum dalam tujuan nasional yang terdapat di dalam alinea ke-4 UUD 1945, yang intinya adalah melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial.

Dalam bidang diplomasi, katanya, Indonesia memiliki dua jalur yaitu bilateral dan multilateral. Sedangkan diplomasinya bersifat total, yaitu dalam rangka membina hubungan baik dalam hal politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Baca juga : Elit Demokrat Ardy Mbalembout Mengutuk Keras Aksi Penyerangan Mahasiswa Saat Berdoa di Tangsel

“Secara bilateral juga tetap total diplomasi, yakni membangun diplomasi ekonomi, sosial budaya, diplomasi preventif dan diplomasi pertahanan khusus untuk bilateral. Multilateral lebih pada diplomasi preventif, diplomasi ekonomi dan budaya,” ujar Doktor Ilmu Pertahanan Universitas Pertahanan RI tersebut.

Theo mengatakan, satu kelemahan ASEAN, sebagai organisasi regional yang telah 60 tahun berdiri, yaitu setiap keputusannya harus diambil berdasarkan konsensus. Apapun keputusannya, kalau tidak ada konsensus, maka tidak ada keputusan.

Karena itu, ASEAN mengalami berbagai masalah. Contohnya dalam kasus Rohingya. “Indonesia dan beberapa negara ASEAN mempunyai prinsip selalu menerima pengungsi Rohingya, telah meminta kepada pemerintah Myanmar untuk menghentikan penindasan kepada Rohingya dan selesaikan secara damai persoalan di wilayah itu,” ujarnya.

Namun, katanya, Ronghingya tidak pernah bisa diambil keputusan secara konsensus sehingga selama ini isu Rohingya terabaikan.

Selain itu, soal dispute Laut Cina Selatan (LCS) karena adanya claim contra claim antara negara seperti Vietnam, Filiphina, Malaysia, dan China, serta Indonesia. Terakhir China malah mengklaim sebagian ZEE Indonesia sebagai wilayahnya yang ditentang Indonesia dan juga PBB. Karena masalah claim contra claim itu, keputusan soal LCS tidak bisa diambil kesepakatan bersama.

Secara geopolitik, yang menonjol saat ini adalah persaingan dagang dan persaingan global antara USA dan China. Persaingan perebutan pengaruh global dan juga ekonomi.

“Sengketa LCS sampai sekarang belum menyepakati dan belum bisa melaksanakan Code of Conduct dari agenda penyelesaian soal LCS yang dibuat di Phnom Penh Vietnam pada November 2000 antara ASEAN dan China,” ujarnya.

Dr. Peni Hanggarini, dosen Program studi Hubungan Internasional Universitas Paramadina melihat bahwa diplomasi kebijakan luar negeri Indonesia selama 10 tahun terakhir perlu diapresiasi. Misalnya pencapaian prioritas, penguatan diplomasi ekonomi, diplomasi perlindungan WNI, diplomasi kedaulatan, diplomasi Indonesia bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan dan dunia, serta  peningkatan infrastruktur diplomasi.

Karena itu, Peni berharap pada 10 bulan ke depan hendaknya lebih menekankan pada grand strategi diplomasi ekonomi dan grand strategi untuk meningkatkan peran strategis, serta peran strategis diaspora Indonesia.

“Tinjauan terhadap Visi Misi para Capres perihal kebijakan luar negeri dan kritik para capres sebenarnya telah disampaikan oleh Menlu Retno Marsudi bahwa diplomasi Indonesia tidaklah transaksional atau inward looking dan Indonesia telah berperan penting di tingkat multilateral,” kata Peni.

“Adapun pandangan terhadap kebijakan luar negeri Indonesia di masa mendatang bahwa ada tantangan dari lingkungan eksternal seperti, dampak rivalitas di Indo-Pasifik, dampak potensi perang berlarut, tantangan terhadap sentralitas ASEAN dan peluang kerja sama organisasi antar kawasan,” tambahnya.

Narasumber berikutnya, Asriana Issa Sofia M.A melihat isu-isu globalisasi, soft power, nation branding, dan diplomasi publik merupakan masalah utama yang dihadapi Indonesia saat ini.

“Soft power sebagai sebuah instrumen sebuah negara bisa me-manage proses internasionalnya dengan berhubungan di level dunia, dengan menggunakan soft power. Dengan menggunakan instrument berbeda, yaitu approach diplomasi, international exchange, culture, culinary, dan sports,” kata Asriana.

Pada diplomasi hard power, Asriana melihat national image atau national branding yakni apa yang secara otomatis menjadi reputasi yang tercetak bagi Indonesia dan bisa ditangkap.

“Promosi/advertising tentang profil Indonesia yang harus dilihat oleh negara lain. Di situlah perlunya maksimalisasi soft power disamping hard power,” kata Asriana.

 

Keamanan Siber dan Harus Diimbangi SDM yang Mumpuni

Narasumber lainnya, Dr. M. Riza Widyarsa melihat pengguna internet di Indonesia cukup tinggi yang dipengaruhi dengan populasi Indonesia.

“Berdasarkan data BSSN tahun 2022, ada 976 juta serangan hacker di Indonesia, dan 14.75% kebocoran data secara sangat signifikan. Beberapa paslon juga membicarakan mengenai serangan cyber yang terjadi di Indonesia,” ujar Riza.

Riza memandang permasalahan yang terjadi adalah SDM yang memiliki kemampuan untuk membuat sebuah sistem pencegahan keamanan siber, karena data sangat privat dan sensitif.

“Memang benar seperti yang dikatakan oleh salah satu paslon bahwa internet yang dimiliki oleh Indonesia harus bagus, cepat dan stabil. Tetapi harus diimbangi dengan SDM yang mumpuni dalam bidangnya,” ungkapnya.

Para capres tak hanya berdebat tentang permasalahan siber. Ada juga permasalahan keamanan pangan yang dihadapi oleh Indonesia. Mengutip data BPS kita masih melakukan impor terhadap susu, beras, dan lain sebagainya.

“Hal ini yang membuat Indonesia menduduki peringkat ke-63 berdasarkan Global Food Security Indeks berdasarkan data pada tahun 2022. Oleh sebab itu, Indonesia sejak zaman Soeharto, SBY dan Jokowi membuat lumbung pangan atau food estate,” katanya.

“Program ketahanan pangan kita berdampak besar terhadap lingkungan terutama di Kalimantan. Karena membabat hutan lindung sehingga membuat ekosistem menjadi rusak dan bersinggungan dengan tanah adat. Ditambah dengan jenis tanaman yang akan di tanam sehingga berdampak pada kerusakan alam,” Pungkasnya. ***

Artikel Terkait
Apresiasi Farhan Rizky Romadon, Stafsus Kemenag: Kita Harus Menolak Tindak Kekerasan
KPKNL mulai Cium Aroma Busuk di Bank Indonesia
Elit Demokrat Ardy Mbalembout Mengutuk Keras Aksi Penyerangan Mahasiswa Saat Berdoa di Tangsel
Artikel Terkini
Apresiasi Farhan Rizky Romadon, Stafsus Kemenag: Kita Harus Menolak Tindak Kekerasan
Puspen Kemendagri Berharap Masyarakat Luas Paham Moderasi Beragama
KPKNL mulai Cium Aroma Busuk di Bank Indonesia
Akses Jalan Darat Terbuka, Pemerintah Kerahkan Distribusi Logistik ke Desa Kadundung
Elit Demokrat Ardy Mbalembout Mengutuk Keras Aksi Penyerangan Mahasiswa Saat Berdoa di Tangsel
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas