indonews

indonews.id

Guru Besar UI Pertanyakan Legalitas Izin PT Gag Nikel: Bertentangan dengan UU Pulau Kecil

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Andri Gunawan Wibisana, mempertanyakan dasar hukum pemerintah dalam menerbitkan izin lingkungan bagi PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Antam Tbk, yang beroperasi di Pulau Gag, Papua Barat Daya.

Reporter: Rikard Djegadut
Redaktur: Rikard Djegadut

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Andri Gunawan Wibisana, mempertanyakan dasar hukum pemerintah dalam menerbitkan izin lingkungan bagi PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Antam Tbk, yang beroperasi di Pulau Gag, Papua Barat Daya.

Ia menyoroti adanya potensi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU WP3K), yang secara tegas melarang penambangan di pulau kecil.

Menurut Andri, izin lingkungan yang diperoleh PT Gag Nikel melalui Keputusan Menteri Lingkungan Nomor 02.15.5 Tahun 2014 semestinya mengacu pada UU WP3K, mengingat aturan tersebut sudah berlaku secara sah sebelum izin tersebut diterbitkan.

“Seharusnya izin lingkungan mengacu pada aturan terbaru itu yang melarang penambangan di pulau kecil,” kata Andri saat dihubungi Tempo, Kamis, 12 Juni 2025.

UU WP3K secara eksplisit melarang kegiatan penambangan di pulau yang luasnya di bawah 2.000 kilometer persegi, sementara Pulau Gag hanya memiliki luas sekitar 60 kilometer persegi.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menjelaskan bahwa PT Gag Nikel merupakan satu dari 13 perusahaan yang dikecualikan dari larangan pertambangan di kawasan hutan lindung, mengacu pada UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan, sehingga izinnya tidak dicabut.

Namun Andri menegaskan, pengecualian dalam UU Kehutanan tersebut berlaku untuk pertambangan terbuka di kawasan hutan lindung, bukan untuk pulau kecil seperti yang diatur dalam UU WP3K.

“Pengecualian itu tidak bisa digunakan sebagai landasan untuk menambang di pulau kecil,” ujarnya.

Sebagai catatan, pemerintah pada 10 Juni 2025 telah mencabut izin usaha pertambangan milik empat perusahaan lain — yakni PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham — karena terbukti melanggar sejumlah ketentuan hukum dan merusak lingkungan.

Andri berharap agar ada pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan izin kepada PT Gag Nikel, mengingat potensi kerusakan lingkungan yang dapat ditimbulkan.

“Pemberian izin yang melanggar aturan seharusnya memiliki konsekuensi hukum. Kita tidak boleh mengulang pola yang sama,” katanya.

Sebagai dasar operasional, PT Gag Nikel saat ini memiliki izin operasi produksi berdasarkan SK Menteri ESDM Nomor 430.K/30/DJB/2017, yang berlaku hingga 30 November 2047.

Isu ini kembali memantik perdebatan soal pengelolaan sumber daya alam, kepatuhan terhadap hukum lingkungan, serta komitmen pemerintah dalam melindungi pulau-pulau kecil yang rentan terhadap eksploitasi tambang.

© 2025 indonews.id.
All Right Reserved
Atas