Dua Eks Pejabat Kemendikbudristek Jadi Tersangka Korupsi Chromebook, Kejagung Ungkap Keterlibatan dalam Proyek Digitalisasi Pendidikan
Kejaksaan Agung mengungkap peran dua mantan pejabat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook pada program digitalisasi pendidikan tahun 2019–2022.
Reporter: Rikard Djegadut
Redaktur: Rikard Djegadut
Jakarta, INDONEWS.ID - Kejaksaan Agung mengungkap peran dua mantan pejabat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook pada program digitalisasi pendidikan tahun 2019–2022.
Dua pejabat tersebut adalah Sri Wahyuningsih (SW) dan Mulyatsyah (MUL), yang saat itu menjabat sebagai Direktur Sekolah Dasar dan Direktur Sekolah Menengah Pertama di Direktorat PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020–2021.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menyatakan bahwa kedua tersangka mengikuti rapat Zoom yang dipimpin langsung oleh Menteri Nadiem Makarim, saat menjabat sebagai Mendikbudristek.
Dalam rapat tersebut, Nadiem memerintahkan agar pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tahun 2020–2022 menggunakan sistem operasi Chrome OS dari Google, padahal proses pengadaan saat itu belum dimulai.
“Pada 30 Juni 2020, SW memerintahkan BH selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk menindaklanjuti perintah tersebut dengan menggunakan metode e-catalog. Namun, karena BH dianggap tidak mampu menjalankan perintah itu, SW menggantinya dengan WH di hari yang sama,” ujar Qohar, Selasa (15/7/2025) malam di Jakarta.
WH kemudian segera menindaklanjuti perintah tersebut dengan melakukan pemesanan kepada PT Bhinneka Mentari Dimensi sebagai penyedia, berdasarkan arahan dari SW. Tak hanya itu, metode pengadaan pun diubah dari e-catalog menjadi SIPLAH (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah).
SW juga menyusun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) pengadaan bantuan pemerintah untuk TIK di sekolah dasar, yang mencantumkan 15 unit laptop dan satu connector per sekolah dengan harga Rp 88.250.000. Petunjuk serupa kembali dibuat untuk pengadaan TIK tahun 2021–2022.
Sementara itu, MUL disebut memiliki pola tindakan yang serupa. Pada 30 Juni 2020, ia memerintahkan HS selaku PPK di Direktorat SMP untuk mengeklik pengadaan TIK dengan penyedia yang sama, PT Bhinneka Mentari Dimensi, dengan sistem Chrome OS. Ia juga menyusun Juklak yang mengarahkan pengadaan TIK SMP untuk menggunakan sistem operasi tersebut sebagai tindak lanjut dari Peraturan Mendikbud Nomor 5 Tahun 2021.
Dalam kasus ini, SW dan MUL ditetapkan sebagai tersangka bersama dua pihak lainnya, yakni Jurist Tan (JT), Staf Khusus Mendikbudristek tahun 2020–2024, dan Ibrahim Arief (IBAM), mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek.
Keempatnya dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU Tipikor Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidikan terus berlanjut guna mengusut lebih dalam dugaan penyimpangan dalam proyek digitalisasi pendidikan yang menelan anggaran besar tersebut.*