Ilustrasi mendukung KPK (ist)
Jakarta, INDONEWS.ID – Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) menolak intervensi proses pemberantasan korupsi yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dengan meminta untuk dibukannya rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani.
“Penggunaan Hak Angket terkait pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia dalam Rapat Paripurna DPR, 27 April 2017 yang diinisiasi oleh permintaan Komisi III DPR RI ke KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani, dikhawatirkan bisa menghambat penuntasan kasus dugaan korupsi e-KTP yang sedang ditangani oleh KPK,” ujar Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), Arief Budhy Hardono yang didampingi Sekjen ILUNI UI Andre Rahadian, dan Ketua ILUN Tomi Suryatama dalam pernyataaan sikapnya di Jakarta, Kamis (6/7/2017) kemarin.
Menurut Arief, selain penggunaan dasar hukum dan proses penetapannya yang masih kontroversial, pengguliran Hak Angket di saat proses hukum pemeriksaan kasus korupsi e-KTP sedang berlangsung juga dinilai bisa mengarah kepada tindakan “obstruction of justice” (menghalang-halangi proses penegakan hukum) dan dapat ditengarai sebagai bagian dari serangan balik oleh koruptor untuk melemahkan KPK.
Arief menjelaskan, kasus e-KTP yang merupakan kasus korupsi terbesar yang pernah ditangani oleh KPK baik dari segi jumlah (merugikan negara hingga Rp 2.3 trilliun) maupun keterlibatan penyelenggara negara dan elite politik yang sudah diselidiki sejak 3 tahun terakhir ini.
Dalam dakwaan Jaksa Tercantum nama-nama besar mulai dari anggota, pejabat Kementerian hingga beberapa korporasi diduga ikut menerima aliran dana korupsi e-KTP. Sejumlah nama yang diduga menerima uang, saat ini adalah yang masih menjadi Ketua DPR, anggota DPR, kepala daerah, bahkan menjadi menteri anggota kabinet.
Pengusutan kasus ini secara tuntas dengan menjerat semua aktor dan jaringan yang terlibat, hingga membongkar modus yang dilakukan dalam mega korupsi e-KTP merupakan tonggak sejarah penting dalam agenda pemberantasan korupsi bangsa ini.
Dalam kesempatan ini pernyataan sikapnya ILUNI UI menegaskan:
1. Menolak dengan tegas segala intervensi proses penegakan hukum yang sedang berjalan baik dari pemerintah, DPR ataupun Partai Politik.
2. ILUNI UI juga menolak semua upaya pelemahan pemberantasan korupsi meliputi dan tidak terbatas pada Hak Angket dan revisi UU KPK.
3. Mendesak KPK untuk menuntaskan proses hukum kasus korupsi e-KTP dengan menetapkan semua pelaku sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan jaksa dengan segera mungkin
4. Mendesak KPK untuk segera menuntaskan proses hukum kasus-kasus korupsi besar lainnya seperti kasus BLBI, Century, Petral, TPPI, Pajak Batu Bara, Pelindo, Reklamasi Teluk Jakarta, Sumber Waras dan lainnya.
5. Mendesak Presiden RI, Ir. Joko Widodo untuk mengambil sikap tegas dalam melawan upaya pelemahan pemberantasan korupsi dan memimpin terdepan dalam agenda penegakan hukum pemberantasan korupsi.
Di tempat yang sama Sekjen ILUNI UI Andre Rahadian menambahkan, untuk memastikan kasus korupsi e-KTP dan kasus-kasus besar lainnya dapat dituntaskan oleh KPK tanpa intervensi dari pihak mana pun, ILUNI UI dan BEM UI akan melakukan Aksi Bersama dengan tema “Tolak Intervensi, Berantas Korupsi !” pada tanggal 7 Juli 2017 di DPR RI.
“Aksi bersama ini tidak akan berhenti pada Jumat 7 Juli saja, melainkan akan terus berlanjut, sampai pemberantasan korupsi mencapai hasil, yakni tidak ada lagi ada pejabat negara dan elit politik merampok uang negara,” ujar Andre. (hdr)