Oleh: Prof. Atmonobudi Soebagio Ph.D.
Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang cukup besar untuk dikembangkan, khususnya untuk jenis energi panas bumi, energi air, energi angin, sel surya, serta energi biomassa. Namun, sektor energi di Indonesia cukup kompleks, mengingat lebarnya variasi kebutuhan energi di seluruh wilayahnya yang terdiri lebih dari 13,677 pulau, dan 6,000 di antaranya pulau berpenduduk dengan berbagai level ekonomi keluarga serta keanekaragaman aktifitas ekonomi mereka.
Cadangan energi fosil semakin berkurang, sedangkan ekspor batubara dalam beberapa tahun terakhir masih sebesar 80% dari produksi batubara setiap tahunnya, dan telah melemahkan ketahanan energi nasional. Akses masyarakat untuk mendapatkan pasokan listrik masih terbatas, terutama mereka yang tinggal di daerah terpencil, tertinggal, dan di perbatasan negara. Pengembangan energi listrik untuk daerah tertinggal, terpencil, dan terluar tersebut harus menggunakan energi-energi terbarukan yang memerlukan pendanaan dan penguasaan teknologi.
Bila dibandingkan dengan tahun 2015, prediksi pemanfaatan listrik pada tahun 2050 akan meningkat 6.1–7.5 kali lipat. Kebijakan subsidi listrik juga telah dikurangi dengan dicabutnya subsidi listrik terhadap 12 golongan tarif tenaga listrik, sebagaimana diatur dalam Permen ESDM Nomor 31/2014. Kedua belas golongan tarif tenaga listrik tersebut mencakup keperluan rumah tangga (400 VA sd ≥ 6.600 VA), bisnis (≥ 6.600 VA), industri (≥ 200 kVA), kantor pemerintah (≥ 6.600 VA), penerangan jalan umum tegangan rendah,dan layanan khusus. Penghapusan subsidi BBM dan listrik tersebut mendorong turunnya subsidi energi dari 315 triliun rupiah pada tahun 2014 menjadi 119 trilliun rupiah pada tahun 2015 untuk digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan sosial.
Sejak mengawali kepemimpinan Pak Jokowi sebagai presiden, beliau telah mencanangkan target pencapaian total pembangkitan listrik sebesar 35.000 megawatt (MW). Tekad tersebut memperoleh reaksi mendukung maupun skeptis, dari pihak-pihak yang terkait dengan upaya pencapaian target tersebut maupun dari dalam kabinet sendiri. Sementara itu, Menko Ekonomi dan Keuangan menyatakan bahwa kondisi PLN, selaku BUMN yang menangani penyediaan listrik, dalam kondisi memprihatinkan.
Target pencapaian program penambahan daya 35.000 megawatt (MW) pada 2019 diperkirakan sulit dicapai karena cadangan batubara, sebagai bahan bakar bagi pembangkit listrik tenaga uap, semakin berkurang cadangannya. Berdasarkan data RUPTL 2014-2025 yang dikeluarkan oleh PLN, sampai dengan tahun 2015 kapasitas terpasang pembangkit PLN dan IPP di Indonesia adalah 48.065 MW yang terdiri dari 33.824 MW di sistem Jawa-Bali dan 10.091 MW di sistem-sistem kelistrikan Wilayah Sumatera dan 4.150 MW di Indonesia Timur. Apabila memperhitungkan pembangkit sewa sebesar 3.703 MW, maka kapasitas terpasang pembangkit menjadi 51.348 MW. PLTU batubara merupakan pemasok listrik terbesar (48,9%).
Secara ekonomi, pasar komoditas dianalisis berdasarkan demand and supply side equilibrium. Namun, dalam perkembangan dunia tentang upaya pengembangan energi-energi terbarukan yang berkelanjutan, pelanggan listrik memiliki peluang sebagai partisipan dalam membantu PLN sebagai pemasok daya listrik ke jaringan listrik. Pelanggan ini merupakan pelanggan listrik yang juga memiliki pembangkit listrik sendiri. Dan pelanggan jenis ini, yang sebelumnya disebut consumer, kini disebut sebagai prosumer karena partisipasinya dalam menyumbangkan daya listriknya ke jaringan listrik PLN. Dan ini akan mengubah sisi demand side tidak lagi sebatas selaku konsumer saja, melainkan juga sebagai produser di dalam analisis ekonominya. Artinya, ketika meramal kenaikan permintaan listrik dari tahun ke tahun sebetulnya juga terjadi peningkatan tambahan pasokan listrik dari kelompok prosumer ke jaringan listrik PLN.
Tulisan ini mengulas potensi pelanggan listrik PLN katagori prosumer. Tentunya untuk mengakselerasi partisipasi pelanggan listrik biasa menjadi prosumer, perlu didukung sejumlah kebijakan baru pemerintah yang berpihak kepada partisipasi masyarakat pelanggan listrik dan pengoperasiannya dilaksanakan oleh PLN.
Potensi Pelanggan Listrik
Berdasarkan Permen ESDM No. 31/2014, pelanggan listrik PLN dikatagorikan ke dalam jenis pelanggan (1) Rumah Tangga, (2) Komersial, (3) Publik dan (4) Industri, sebagaimana diperlihatkan oleh Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Pelanggan (x 1.000).
Jenis Pelanggan |
2010 |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 |
2015 |
Rumah Tangga |
39,111 |
42,348 |
45,991 |
48,887 |
53,078 |
56,311 |
Komersial |
1,877 |
2,019 |
2,175 |
2,359 |
2,549 |
2,815 |
Publik |
1,146 |
1,214 |
1,300 |
1,402 |
1,497 |
1,682 |
Industri |
48 |
50 |
52 |
55 |
58 |
61 |
Total |
42,183 |
45,631 |
49,519 |
53,703 |
57,183 |
60,869 |
Sumber: RUPTL PLN 2016-2025. [4] |
Sedangkan jumlah pelanggan listrik jenis rumah tangga secara nasional maupun secara wilayah dapat dilihat pada Tabel 2. Pelanggan rumah tangga dari Jawa-Bali merupakan yang terbanyak, diikuti oleh Sumatra.
Tabel 2. Jumlah pelanggan rumah tangga per wilayah (x 1.000)
Wilayah |
2010 |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 |
2015 |
Indonesia |
39,111 |
42,348 |
45,991 |
49,887 |
53,078 |
56,311 |
Jawa-Bali |
26,586 |
28,066 |
30,204 |
32,512 |
34,468 |
36,643 |
Sumatra |
7,294 |
8,211 |
8,958 |
9,724 |
10,361 |
10,972 |
Kalimantan |
1,862 |
2,081 |
2,323 |
2,581 |
2,774 |
2,944 |
Sulawesi & Nusra |
2,873 |
3,422 |
3,878 |
4,337 |
4,669 |
4,888 |
Maluku & Papua |
497 |
568 |
628 |
733 |
806 |
865 |
Sumber: RUPTL PLN 2016-2025. [4] |
Tabel 3 memperlihatkan klasifikasi daya listrik berdasarkan jenis pelanggan Rumah Tangga, Bisnis, dan Industri. Makalah ini hanya menggunakan pelanggan- pelanggan jenis rumah tangga saja sebagai model partisipasi pelanggan listrik karena merupakan pelanggan terbesar.
Tabel 3. Katagori Pelanggan Listrik Rumah Tangga, Bisnis, dan Industri.
No. |
Jenis Pelanggan |
Daya |
Kode |
Rumah Tangga |
|||
1 |
Kecil |
450 VA; 900 VA; 1.300 VA |
R-1/TR |
2 |
Menengah |
3.500 VA s.d. 5.500 VA |
R-2/TR |
3 |
Besar |
≥ 6.600 VA |
R-3/TR |
|
|||
Bisnis |
|||
1 |
Kecil |
450 VA s.d. 5.500 VA |
B-1/TR |
2 |
Menengah |
6.600 VA s.d. 200 KVA |
B-2/TR |
3 |
Besar |
> 200 KVA |
B-3/TR |
|
|||
Industri |
|||
1 |
Kecil |
450 VA s.d. 14 KVA |
I-1/TR |
2 |
Sedang |
14 KVA s.d. 200 KVA |
I-2/TR |
3 |
Menengah |
>200 KVA |
I-3/TM |
4 |
Besar |
≥30.000 KVA |
I-4/TT |
Sumber: Permen ESDM No. 31/2014 [5] |
Perhitungan ini didasarkan pada asumsi partisipan pelanggan listrik jenis rumah tangga yang memiliki PLTS sendiri, dan merupakan angka partisipasi terendah bila dibandingkan dengan pelanggan bisnis dan industri. Asumsi partisipasi daya listrik PLTS milik pelanggan dapat dilihat pada Tabel 4. Angka partisipasi tersebut merupakan angka partisipasi awal, pasca dikeluarkannya kebijakan pemerintah, dan akan meningkat sejalan dengan naiknya kesadaran pelanggan akan manfaatnya sebagai pelanggan listrik PLN yang sekaligus sebagai pemilik PLTS.
Tabel 4. Asumsi Pelanggan Pemilik PLTS dan Partisipasinya.
No. |
Jenis Pelanggan |
Daya |
PLTS [Wp] |
Partisipasi [%] |
Jumlah Pemilik PLTS |
Daya [kWp] |
Rumah Tangga |
||||||
1 |
Kecil |
900 VA; 1,300 VA |
500 |
0.1 |
5.311 |
2.655,5 |
2 |
Menengah |
3,500 VA s.d. 5,500 VA |
1,000 |
0.3 |
1.,933 |
15.933,0 |
3 |
Besar |
≥ 6,600 VA |
2,500 |
0.5 |
26.555 |
66.387,5 |
Total Daya PLTS Rumah Tangga |
84.976 |
Angka persentase partisipasi pelanggan rumah tangga didasarkan pada asumsi tentang kemampuan pelanggan untuk memiliki PLTS, yang besarnya proposional dengan klasifikasi daya pelanggan. Dari perhitungan diperoleh daya total PLTS sebesar 84,976 MWp, atau dibulatkan menjadi 85 MWp. Saat ini jumlah pelanggan listrik yang telah memiliki PLTS semakin meningkat, walaupun jumlahnya belum signifikan. Untuk itu, diperlukan kebijakan pemerintah yang bersifat terobosan agar mereka tergerak untuk juga memiliki pembangkit alternatif lain, misalkan PLT Surya, PLT Bayu atau Diesel Genset.
Respon Pelanggan Semakin Meningkat
Respon positif akan meningkat ketika harga setiap unit PLTS di pasar semakin murah, sejalan dengan meningkatnya teknologi produksi dari perusahaan pembuat peralatan tersebut. Menurut Hukum Swanson, bahwa setiap dua kali lipat kenaikan produksi akan menurunkan biaya 19-23%. Di samping itu, efisiensi daya dari panel surya semakin meningkat, yang berarti luas panel sel surya untuk kapasitas daya yang sama semakin kecil dan semakin ringan beratnya ketika dipasang di atap rumah.
Usulan Kebijakan Pemerintah Pro Pelanggan
Untuk mengakselerasi partisipasi pelanggan rumah tangga sebagai pemilik PLTS, diperlukan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada para pelanggan listrik. Pelanggan listrik PLN dapat berpartisipasi dalam mendukung program peningkatan daya listrik dengan cara:
Presedurnya adalah sebagai berikut:
Dengan adanya kerbijakan tersebut, maka prosumer dapat diperlakukan oleh PLN sebagai individu yang berpartisipasi dalam pasar sebagai:
Manfaatnya bagi PLN dan Prosumer
Dengan keikutsertaan pelanggan yang PLTS-nya terhubung dengan jaringan listrik PLN, maka:
Sedangkan manfaat bagi prosumer adalah:
Apabila kelak sistem jaringan listrik PLN ditingkatkan menjadi jaringan cerdas, peluang partisipasi prosumer akan semakin meningkat karena mereka dapat digolongkan sebagai partners in producing power. Dan pelanggan yang ikut berpartisipasi sebagai prosumer tidak hanya rumah tangga, melainkan juga pelanggan sektor bisnis dan industri.
Kesimpulan
Target peningkatan daya sebesar sebesar 35.000 MW akan terakselerasi tanpa mengandalkan RAPBN karena merupakan partisipasi langsung dari pelanggan. Perlu segera dibangun jaringan cerdas sebagai pengganti sistem jaringan biasa karena akan semakin meningkatkan partisipasi pelanggan jenis prosumer. Target pengurangan emisi karbon dioksida akan semakin nyata melalui pengurangan ketergantungan listrik nasional pada pembangkit listrik yang menggunakan energi fosil.
Daftar Pustaka: