Internasional

Menaker Dukung KBRI Singapura Terapkan Kebijakan Performance Bond

Oleh : hendro - Sabtu, 12/05/2018 09:25 WIB

Menaker Hanif Dhakiri saat berdiskusi dengan Dubes RI untuk Singapura Ngurah Swajaya

Jakarta, INDONEWS.ID - Sebagai upaya meningkatkan perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Singapura, Menteri Tenaga Kerja RI, Hanif Dhakiri, menegaskan dukungannya atas penerapan kebijakan performance bond (PB) yang diwajibkan kepada pemberi kerja untuk PMI.

Hal ini disampaikan dalam pertemuan Menteri Dhakiri dengan  Dubes RI untuk Singapura, Ngurah Swajaya di Jakarta, jumat (11/5/2018) kemarin.

Kebijakan penerapan PB atau uang jaminan bagi dilaksanakannya klausula perlindungan PMI yang dituangkan di dalam kontrak kerja yang ditandatangani oleh (PMI) dan pemberi kerja di Singapura. 

Dubes RI untuk Singapura, Ngurah Swajaya menjelaskan, bahwa tujuan penerapan kebijakan ini adalah untuk menjamin dipatuhinya klausula yang menjamin perlindungan, antara lain gaji minimal senesar SGD 550, hak memperoleh libur 4 hari sebulan atau pemberian kompensasi ketika hari libur ditiadakan, akomodasi dan makanan yang layak, asuransi kesehatan dan lain-lain. 

Dubes Ngurah menjelaskan bahwa Performance Bond ini mewajibkan pengguna PMI membayar uang jaminan kepada pihak ketiga (perusahaan asuransi) senilai SGD 70 untuk periode kontrak selama 2 tahun.

Nilai pertanggungan sampai SGD 6.000 akan dicairkan perusahaan asuransi kepada PMI, jika dalam proses mediasi, pemberi kerja tidak mematuhi isi kontrak kerja mengenai hak-hal PMI yang telah disepakati bersama di dalam kontrak antara PMI dan pemberi kerja.

Untuk diketahui, KBRI mencatat bahwa kasus disharmoni antara PMI dengan pemberi kerja merupakan kasus utama yg ditangani KBRI dan jumlahnya cenderung tinggi setiap tahunnya. Kasus diharmoni umumnya terkait dengan tidak direalisasikannya klausula di dalam kontrak kerja yang ditandatangani PMI dan pemberi kerja. 

Berdasarkan dashboard ketenaga kerjaan KBRI Singapura, untuk periode Januari-Mei 2018, KBRI menangani 503 kasus, dan 86,4persen merupakan kasus disharmoni, 9,8 persen kasus ditangani polisi dan 2,7 persen ditangani Kementerian Ketenagakerjaan Singapura.

Meski diakui bahwa upaya memberikan perlindungan PMI terus ditingkatkan oleh negara penerima melalui berbagai instrumen perlindungan, namun penerapan sanksi atas pelanggaran kontrak kerja untuk dipenuhinya hak-hak PMI berupa kompensasi melalui pencairan uang pertanggungan diharapkan dapat memperkuat upaya perlindungan bagi PMI di Singapura. 

Dalam.kesempatan itu, Dubes Ngurah juga melaporkan kepada Menteri Hanif Dhakiri bahwa manajemen pelayanan publik KBRI, termasuk bagi PMI telah memperoleh sertifikasi ISO 9001 - 2015 untuk kedua kalinya setiap tahun. KBRI Singapura juga memperoleh sertifikasi Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dari Menteri PAN dan RB pada bulan Desember 2017.

Tugas melindungi PMI yang umunya bekerja sebagai di sektor Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) merupakan salah satu prioritas dalam konteks perlindungan WNI.

Perlindungan PMI diberikan melalui berbagai strategi dan kebijakan, termasuk fasilitasi pengaduan yg lebih mudah baik melalui telepon maupun aplikasi digital, penampungan PMI bermasalah, mediasi untuk menangani kasus disharmoni, termasuk pendampingan hukum bagi yang tersangkut kasus hukum, serta kegiatan pemberdayaan berupa pelatihan yang bersertifikasi sebagai bagian program “beyond protection”. 

Hingga April 2018, KBRI telah memberikan pelatihan kepada 1.083 PMI untuk berbagai bidang ketrampilan seperti barista, menjahit, bahasa inggris, termasuk program  kejar paket B dan C serta perkuliahan di Universitas Terbuka.

Berdasarkan data realtime #Smart Embassy KBRI, hingga 11 Mei 2018, tercatat ada 106.825 PMI di sektor PLRT, 29.515 PMI sektor anak buah kapal (ABK) dan 19.547 PMI sektor formal. Jumlah PMI di sektor PLRT yg tercatat di KBRI belum mencakup jumlah total yg diperkirakan mencapai 120.000. 

Untuk itu, KBRI akan menerapkan berbagai langkah untuk memastikan bahwa seluruh PLRT memperoleh perlindungan yang memadai, termasuk dipenuhinya hak-hak PLRT. Tidak tercatatnya seluruh PLRT di KBRI yg bekerja di Singapura disebabkan dimungkinkannya praktek  direct hiring yakni perekrutan yg dilakukan langsung sehingga kontrak kerja tidak dibuat dengan sepengetahuan KBRI Singapura dan keberadaan mereka tidak terdaftar di dalam data base KBRI.(hdr)

Artikel Terkait