Nasional

Blunder Tidak Perlu Direksi Garuda

Oleh : very - Jum'at, 19/07/2019 10:20 WIB

Rudi S Kamri, pengamat sosial politik, tinggal di Jakarta. (Foto: Ist)

Oleh : Rudi S Kamri*)

SAYA tidak tahu apa pertimbangan Meneg BUMN saat menunjuk I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau sering dikenal dengan ARI ASKHARA sebagai nakhoda Garuda Indonesia. Tapi kiprah mantan Direktur Utama PT Pelindo III ini beberapa bulan terakhir cukup membetot perhatian publik. Meskipun ada yang mendapat apresiasi masyarakat seperti pemakaian Kebaya Nusantara untuk awak kabin, beberapa gebrakan manajemen Garuda Indonesia di bawah pimpinan Ari Askhara juga mendapat tanggapan tidak simpati dari publik.

Salah satu contohnya adalah penanganan kasus unggahan YouTubers RIUS VERNANDES. Harusnya dalam kasus ini Ari Askhara bisa memberikan masukan kepada pimpinan Serikat Karyawan Garuda (SEKARGA) untuk tidak perlu melakukan pelaporan polisi terhadap apa yang dilakukan Rius. Karena bisa berpotensi menjadi bumerang buat Garuda. Terbukti akhirnya justru Garuda yang menjadi bulan-bulanan netizen. Mereka menganggap manajemen Garuda Indonesia terlalu baperlah, terlalu over actinglah, terlalu defensiflah dan bahkan ada yang menuduh manajemen Garuda meminjam tangan SEKARGA untuk memukul penumpang. Tuduhan yang sangat tidak enak.

Dari penanganan kasus Rius Vernandes, terlihat manajemen Garuda Indonesia ternyata tidak terlalu cerdas dalam mengelola strategi marketing communication. Seharusnya manajemen Garuda cukup minta maaf dan bersikap jujur bahwa karena tuntutan variatifnya menu yang disajikan sehingga mengalami keterlambatan dalam pencetakan daftar menu. Dan masukan dari Rius akan menjadi masukan berharga bagi manajemen untuk lebih well-prepared di kemudian hari. Jujur dan rendah hati. Kalau hal ini dilakukan oleh manajemen Garuda Indonesia, pasti akan mendapatkan simpati publik yang tinggi. Toh dalam unggahan Rius, dia juga tetap memuji tinggi kesopanan awak kabin Garuda dalam memberikan penjelasan dan pelayanan kok.

Blunder manajemen Garuda semakin parah, pada saat masalah Rius ini masih panas di media, tiba-tiba mereka mengeluarkan NOTAK (Notifikasi untuk Awak Kabin) yang berisi larang penumpang untuk mendokumentasikan sesuatu di dalam pesawat. Begitu NOTAK ini bocor ke media dan menimbulkan resistensi publik, baru direvisi bahwa itu bukan larangan tapi sekadar himbauan. Tapi hujatan terlanjur mengular liar tak terbendung. Sekali lagi  manajemen Garuda salah mengambil langkah.

Sebenarnya uneg-uneg saya tentang beberapa blunder yang dilakukan oleh manajemen Garuda sudah lama bercokol di benak saya. Mulai kasus Laporan Keuangan yang bermasalah sampai jabatan ganda Ari Askhara yang sedang ditangani oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Dalam dua kasus ini kesan yang timbul di masyarakat adalah suatu kecerobohan yang tidak perlu terjadi. Masalah ini semakin menimbulkan tanda tanya di publik saat Rini Soemarno terkesan begitu ngotot membela Ari Askhara.

Sebetulnya blunder Garuda mulai menjadi sorotan publik saat dengan gegabahnya mereka membuat tulisan "Terimakasih Pak Jokowi bla bla bla" di badan pesawat saat promosi penerbangan haji. Ini suatu tindakan yang sangat konyol dan penuh aroma kebodohan. Dan tindakan ini amat sangat tidak menguntungkan citra dari Presiden Jokowi. Masyarakat anti Jokowi akan menilai ini adalah pesanan Presiden Jokowi, padahal sejatinya adalah kreativitas dari direksi Garuda sendiri. Ini salah satu contoh direksi Garuda Indonesia tidak memahami esensi dan strategi publikasi sosial dan marketing yang sehat dan benar.

Semoga dari berbagai masalah ini menjadi bahan evaluasi yang serius bagi direksi Garuda Indonesia. Untuk mau belajar menjadi rendah hati dan bersikap simpatik. Kuncinya adalah harus pandai mengelola strategi komunikasi pemasaran yang jeli dan berorientasi pada bagaimana sebanyak-banyaknya bisa meraih simpati masyarakat. Dan saya bisa pastikan semua orang tidak suka dengan manajemen yang terkesan terlalu defensif, arogan dan alergi terhadap masukan dan kritikan.

Tulisan ini semata-mata karena kecintaan saya terhadap Garuda Indonesia yang merupakan flag carrier kebanggan bangsa dan negara. Disamping itu Garuda Indonesia pernah menjadi bagian terindah dari perjalanan hidup saya.

Oh satu lagi, ada yang bertanya ke saya apa Garuda Indonesia sekarang berubah namanya menjadi Skytrax Garuda Indonesia ? Saya hanya tersenyum dan dengan sabar harus menjelaskan apa itu Skytrax dan apa hubungannya dengan Garuda Indonesia. Mengapa pertanyaan itu bisa muncul karena tulisan Skytrax di badan beberapa pesawat Garuda Indonesia lebih besar dibanding tulisan Garuda Indonesia sendiri. Dan tidak semua orang paham apa itu Skytrax.

Apa tidak sebaiknya dibuat terbalik ya Pak Direksi ? Tulisan Garuda Indonesia lebih besar. Disamping akan terlihat lebih indah dan ikonik juga saya tidak perlu capek-capek menjawab beberapa pertanyaan yang tidak perlu.

Salam SATU Indonesia

19072019

*) Rudi S Kamri, penulis adalah pengamat sosial dan politik, tinggal di Jakarta.

Artikel Terkait