Nasional

Aturan Menteri Agama Terkait Majelis Taklim Kontraproduktif Bagi Upaya Deradikalisasi

Oleh : very - Selasa, 10/12/2019 10:20 WIB

Cendekiawan Muslim dan Pengamat politik dari President University, Muhammad AS Hikam. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 29 tahun 2019 yang mewajibkan Majelis Taklim terdaftar dinilai bisa kontraproduktif bagi upaya deradikalisasi. Sebab kebijakan ini malah berpotensi menciptakan rasa "keterasingan" (alienation) pada sementara ummat terhadap Pemerintah dan Negara.

Demikian dikatakan cendekiawan Muslim dan pengamat sosial politik dari President University, Muhammad AS Hikam di Jakarta, Selasa (10/12).

“Mungkin maksud dari kebijakan publik ini adalah menjaga ummat dari penetrasi dan infiltrasi ideologi serta gerakan radikal. Tetapi ia juga dapat dikesankan bahwa Negara mencurigai, dan ingin masuk ke, ranah privat secara berlebihan,” ujarnya.

Menurut Hikam, PMA tersebut bukan tak mungkin juga bahwa kecemburuan lintas ummat beragama bisa muncul. “Misalnya akan ada yang  bertanya: "Mengapa yang harus terdaftar hanya Majlis Taklim? Bagaimana dengan kelompok-kelompok majelis keagamaan lain yang juga ada dalam masyarakat?" Dsb...,” ujarnya.

Hikam mengatakan, jika memang PMA itu harus diberlakukan, maka mesti hati-hati dalam penerapannya, jangan gebyah uyah. Faktor-faktor spesifik seperti wilayah, waktu, alasan kamnas, dll perlu diperhatikan dengan cermat. Sebab, katanya, kebijakan publik seperti PMA ini punya implikasi strategis dan luas, bukan hanya pada tataran sosiologis, tetapi juga psikologis.

“Era kolonialisme dan otoritarianisme sudah lewat! Deradikalisasi, menurut hemat saya, seharusnya lebih mengedepankan pendekatan `soft power`, bukan `hard power.` Syukur-syukur kalau menggunakan pendekatan `smart power`,” pungkasnya.

Sebelumnya, Azyumardi Azra mengatakan bahwa negara terlalu jauh mengatur keagamaan yang selama ini dijadikan kaum ibu-ibu untuk menimba ilmu agama.

"Cabut saja itu PMA. Pemerintah jangan terlalu jauh mengatur. Jangan seperti tidak ada kerjaan lain," kata Azyumardi di Universitas Negeri Padang, Kamis (5/12) seperti dikutip republika.co.id.

Azyumardi mengatakan tidak sepakat dengan PMA yang mengharuskan majelis taklim mendaftarkan anggota, berikut mendata KTP anggota sampai melaporkan sumber sana majelis taklim. Harusnya menurut Azyumardi, negara cukup mengatur hal-hal yang pokok saja.

"Sering juga majelis taklim itu menjadi forum untuk memperbaiki kehidupan ekonomi. Di sana ibu-ibu  diajar kembangkan usaha rumah tangga. Jadi kan bagus," ujar Azyumardi.

Seperti diketahui, Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Mejelis Taklim dikritik. Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan tak akan mencabut aturan itu.

"Saya tak akan mencabut. PMA (tentang majelis taklim) itu sudah bagus," kata Fachrul kepada wartawan, usai berceramah di hadapan peserta Silaknas dan Milad ke-29 Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Auditorium Universitas Negeri Padang, Sabtu (7/12/2019).

Dia mengaku senang mendapat kritik. Namun, Fachrul menegaskan niat Permenag itu sudah baik.

"Saya senang (ada kritik). Tapi itu niat kita baik. Sudah bagus itu kok," kata dia. (Very)

Artikel Terkait