Nasional

Indonesia Butuh PLTN untuk Percepatan Industrialisasi 4.0

Oleh : very - Rabu, 20/02/2019 09:13 WIB

Dr Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen, alumnus Colorado School of Mines, Institute Francaise du Petrole dan Universitas Indonesia, dan Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Nasdem, Dapil NTB. (Foto: Ist)

Lombok, INDONEWS.ID -- Debat Calon Presiden telah diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Minggu (17/2/2019). Tema yang diusung oleh KPU yaitu Energi, Pangan, Infrastruktur, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.

Debat ini menimbulkan diskusi hangat di kalangan para pendukung dan relawan.

Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Nasdem, dari daerah pemilihan NTB, Dr. Kurtubi mengatakan bahwa dari debat itu, kedua Capres setuju dengan pembangunan infrastruktur, dengan ada perbedaan strategi di dalamnya.

“Kedepan kita butuh PLTN yang merupakan sumber energi bersih, stabil 24 jam, aman dan cost yang kompetitif karena lebih murah. Menurut hemat saya, di dalam jangka panjang PLTN kita butuhkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi lewat industrialisasi 4.0 yang dipercepat menuju negara industri maju,” ujar Kurtubi, yang merupakan Ketua Kaukus Nuklir Parlemen ini, di Jakarta, Rabu (20/2/2019).

Alumnus Colorado School of Mines, Institute Francaise du Petrole dan Universitas Indonesia ini mengatakan, meski kedua Tokoh Bangsa belum menyinggung soal PLTN di dalam acara debat itu, namun para anggota Komisi VII DPR RI saat ini sedang menyusun Rancangan Undang-undang EBT (Energi Baru Terbarukan) dimana nuklir termasuk didalamnya.

“PLTN dengan teknologi generasi IV sudah jauh lebih aman dari PLTN  yang pernah mengalami musibah seperti, PLTN Chernobyl (PLTN Generasi I) dan PLTN Fukushima (PLTN Generasi II) dan dari segi biaya sudah jauh lebih murah,” ujarnya.

Saat ini income per capita kita sekitar $3.800/capita dengan total kapasitas pembangkit listrik kita hanya sekitar 62.000 MW dengan konsumsi listrik per capita yang masih rendah sekitar 1060 kwh/capita. Untuk perbandingan, konsumsi listrik percapita kita saat ini hanya sekitar 1/4 nya Malaysia dan hanya 1/8 nya Singapura).

Karena itu, untuk bisa menjadi negara industri maju dengan income di atas $20.000/capita ditahun 2045 setelah 100 tahun kita merdeka, kita harus mambangun setidaknya sekitar 240.000 MW pembangkit listrik baru. Sasaran ini, menurut Kurtubi, tidak bisa tercapai tanpa adanya PLTN.

Terlebih trend dunia kedepan  menuju udara dan lingkungan hidup yang lebih bersih dan sehat dimana penggunaan kendaraan listrik tanpa asap akan meluas. Sumber energi fossil (batubara dan migas) disamping suatu saat akan habis juga merupakan jenis sumber energi yang banyak mengasilkan CO2, SOx, NOx dan debu sehingga prosentase share-nya terhadap Bauran Energi (Energy Mix) nasional harus dikurangi dari sekitar 60% saat ini menjadi sekitar 30% pada tahun 2045.

Menurut Kurtubi, pengembangan sumber energi bersih dari EBT (nuklir, matahari, angin, panas bumi, bio gas, bio fuel, arus laut, dan lain-lain) memerlukan payung hukum yang dapat memberikan kepastian.  

“Kita mengharap agar DPR RI bersama Pemerintah, siapapun kelak yang menjadi pemimpin bangsa kita, bisa mempercepat lahirnya UU EBT dimana PLTN menjadi bagian dari Sistem Kelistrikan Nasional guna mempercepat negara besar ini menjadi negara industri maju dengan sumber energi yang bersih, stabil, aman dan murah,” kata Kurtubi.

Sudah saatnya  rasa takut berlebihan dan berkepanjangan terhadap PLTN ini kita akhiri. “Sumber daya alam ciptaan Ilahi sebagai bahan baku PLTN  yang berupa Uranium dan Thorium serta Teknologi Nuklir yang terus berkembang ini, harus kita manfaatkan sebagai ikhtiar untuk mensejahterakan masyarakat,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait