Sosial Budaya

Atraksi Lompat Batu di Desa Bawomataluo, Melatih Ketangkasan Pemuda Nias

Oleh : very - Sabtu, 14/09/2019 09:15 WIB

Kontingen berfoto bersama di depan atraksi lompat batu atau fahombo, di Desa Bawomataluo, Nias Selatan, pada Jumat (13/9). (Foto: Inakoran.com)

Nias Selatan, INDONEWS.ID -- Hari keempat berada di Pulau Nias, kontingen Pelantara 9 berkesempatan mengunjungi salah satu kampung megalitikum di Desa Bawomataluo, Jumat (13/9). Di tempat ini terdapat atraksi budaya yang terkenal yaitu lompat batu, atau bahasa setempat menyebutnya dengan hombo batu atau fahombo.

Tradisi lompat batu inilah yang membuat banyak wisatawan berkunjung ke tempat ini.

Karena tradisi itu unik dan khas, maka pemerintah telah menetapkan desa ini sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional (CBPN) di Sumtaera Utara.

Bagi masyarakat Nias, budaya lompat batu begitu populer. Saking populernya, adegan seorang pria yang melompati batu ini pernah muncul dalam salah satu seri uang kertas Indonesia.

Seperti dikutip dari Inakoran.com, kontingen Pelantara 9 berangkat dari Lanal Teluk Dalam sekitar pukul 10.25 menggunakan angkutan umum khas Nias Selatan. Jalan menuju lokasi fahombo terjal dan berkelok-kelok sehingga sang sopir harus ekstra hati-hati saat berkendara menuju kampung itu.

Hujan rintik-rintik yang turun sejak subuh tidak menyurutkan semangat para peserta pelantara untuk mencapai lokasi itu.

Jarak kampung lompat batu hanya 12 kilo meter dari Lanal Teluk Dalam sehingga rombngan Pelantara 9 hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk bisa tiba di kampung yang terletak di ketinggian sekitar 300-an meter di atas permukaan laut itu.

Tiba di lokasi, kontingen Pelantar 9 disambut antusias dan ramah oleh warga kampung. Rupanya, mereka sudah terbiasa dengan wajah-wajah asing yang tiap minggu datang ke tempat itu.

Di tengah kampung terdapat batu yang sudah disusun setinggi 2 meter dengan ketebalan 40 sentimeter yang akan dilompati oleh semua pemuda Nias yang sudah dianggap dewasa.

Selain dipamerkan dalam beragam acara adat, fahombo menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis hingga saat ini.

Dari beberapa literatur dijelaskan bahwa fahombo pertama kali muncul karena seringnya terjadi peperangan antarsuku di Tanah Nias. Situasi itulah yang mengharuskan setiap kampung memiliki bentengnya masing-masing.

Untuk memenangkan peperangan, setiap pasukan harus memiliki kemampuan untuk melompatinya. Karena itulah dibuat tumpukan batu sebagai sarana untuk berlatih ketangkasan para pemuda untuk melompat.

Meski tak lagi dilakukan untuk tujuan perang, fahombo masih tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Nias. Tradisi lompat batu Nias kini menjadi semacam ritual untuk menunjukkan kedewasaan pemuda-pemuda di sana. Tradisi ini bahkan tak dilakukan oleh semua warga Nias, melainkan hanya di kampung-kampung tertentu saja.

Bagi seorang pemuda Nias, melompati batu setinggi dua meter ini bukanlah hal mudah. Perlu latihan keras dan waktu yang cukup lama agar fahombo bisa berjalan lancar tanpa ada cedera. Tradisi ini juga sekaligus menjadi cara untuk membentuk karakter yang tangkas dan kuat dalam menjalani kehidupan.

Ketika seseorang memutuskan untuk melakukan lompat batu, biasanya warga akan berkumpul di tempat pelaksanaan. Para peserta akan mengenakan baju adat yang khusus digunakan oleh para pejuang. Sambil berbaris, mereka semua menunggu giliran.

Tanpa ancang-ancang yang terlalu jauh, para pemuda ini berlari kencang, menginjakkan kaki pada tumpuan batu kecil di bawah sebelum akhirnya melayang di udara, melampaui batu besar setinggi 2 meter dan mendarat dengan selamat. Selama proses melompat, tidak boleh ada bagian tubuh yang menyentuh permukaan batu. Jika tidak, maka sang peserta dinyatakan gagal.

Selain menonton atraksi lompat batu, kontingen Pelantara 9 juga mengabadikan kunjungan itu dengan berfoto, baik dengan teman mereka sendiri maupun dengan warga lokal yang sudah mengenakan pakaian adat khas Nias.

Ada pula yang membeli sovenir khas kampung itu untuk dibawah pulang sebagai kenang-kenangan dari Tanah Nias.

Kurang lebih dua jam berada di kampung itu, rombongan pun memutuskan kembali ke Lanal Teluk Dalam. (Very)

Artikel Terkait