Nasional

Bonus Demografi,TIDI: Milenial Terancam Menua Sebelum Sejahtera

Oleh : Mancik - Sabtu, 28/09/2019 17:01 WIB

Direktur Eksekutif The Indonesian Democracy Initiative (TIDI), Arya Sandhiyudha.(Foto:IST)

Jakarta, INDONEWS.ID - Direktur Eksekutuf The Indonesian Democracy Initiatif (TIDI) Arya Sandhiyudha menerangkan,perekonomian Indonesia akan memasuki masa-masa sulit, tidak hanya “winter is coming” tetapi “storm is coming”, baik yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun internal. Jika Pemerintah tidak tepat dan cermat dalam mengantisipasi kondisi ekonomi maka tidak tertutup kemungkinan Indonesia akan masuk dalam masa-masa sulit resesi ekonomi. Jakarta, Sabtu,(28/09/2019)

Arya mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi 5 persen yang sudah berlangsung dalam lima tahun terakhir, dikhawatirkan akan membuat Indonesia masuk dalam perangkap Middle Income Trap, kondisi ini akan semakin berat mengingat puncak bonus demografi Indonesia akan berakhir sekitar tahun 2036-2037.

"Jika dalam 16-17 tahun kedepan perekonomian Indonesia tidak mengalami perubahan maka negara akan menanggung beban ekonomi yang semakin berat, generasi muda hari ini akan semakin menua sebelum mereka menjadi sejahtera," kata Arya.

Selain itu, Arya mengkhawatirkan trend perlambatan ekonomi global dalam beberapa tahun terakhir, semakin memperkuat terjadinya resesi ekonomi global. Terjadinya Trade War antara China dan AS, berdampak terhadap pelemahan permintaan terhadap barang-barang komoditas.

Melemahnya ekonomi China yang hanya tumbuh 6,2 persen dalam periode April-Juni (kuartal II), terendah dalam 30 tahun terakhir. Kondisi ini diprediksi akan merembet ke Indonesia.

Ahli hubungan internasional ini juga melihat, pasca pengeboman kilang minyak utama Aramco Arab Saudi, Kondisi geopolitik Timur Tengah semakin memanas. Saudi berencana memangkas produksinya, sehingga diperkirakan dampaknya terhadap harga minyak internasional akan membumbung tinggi. Meningkatnya harga minyak Internasional akan berdampak terhadap belanja subsidi energi khususnyab harga BBM.

Arya menilai, perlambatan ekonomi Indonesia juga sudah mulai terasa. Penerimaan negara hingga akhir Agustus lalu masih terlihat lesu. Data dari Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan negara hanya mencapai Rp 1.189,3 triliun atau tumbuh 3,2% dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy).

Potensi terjadinya shortfall penerimaan pajak akan mencapai Rp 140,03 triliun. Sehingga target Tax Ratio tahun 2019 sebesar 11,2 persen tidak akan tercapai. Konsekuensinya defisit akan lebih besar dari 1,93% PDB (outlook 2019).

Total utang pemerintah terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Tercatat utang Pemerintah per Juli 2019 sebesar US$ 395,3 miliar atau setara Rp 5.534 triliun (kurs Rp 14.000 per dollar). Dibandingkan Juli 2018, tercatat mengalami kenaikan Rp 346,28 triliun.

Sedangkan jika dibandingkan bulan sebelumnya mengalami kenaikan Rp 33,45 triliun dari posisi Rp 4.570,17 triliun. Rasio utang terhadap PDB sudah mencapai angka 36,2 persen.Ini sudah menjadi ambang batas psikologis utang negara.*

Artikel Terkait